***
Dengan mantap aku menstarter cub 70 alias kaptul peninggalan kakekku untuk pergi kerumah Siska. Hatiku menjerit.
“Siska…… aku datang!!!” teriakku sepanjang jalan. Tepat jam 20.00 Waktu di jam tanganku, aku tiba dirumah sederhana berwarna biru itu. Aku tetap masuk meskipun agak bingung.
“kok tumben ada banyak orang disini? Ada acara apa ya? Tapi kenapa semua orang memakai pakaian hitam? Siapa yang meninggal?” batinku.
“Permisi Om, Siskanya ada?” tanyaku sambil berbisik pada papa Siska yang duduk bersama beberapa temannya di halaman depan.
“Ada di dalam”, kata papa siska dengan nada datar.
Akupun masuk, kucari Siska di antara orang-orang yang ada disana, tapi nggak ada. Dimana ya. Akupun mulai panik.
“Maaf mbak, tahu nggak Siska ada dimana?” tanyaku pada salah seorang yang duduk disitu. Orang itu menunjuk keruang sebelah, akupun menuju kesana. Ku dengar orang-orang membaca Surah Yassin.
Dengan jantung berdebar, akupun masuk ke dalam. Bias kulihat jelas seseorang terbungkus kaku disana.
“Jangan-jangan mama Siska meninggal? Kasihan dia! Trus mana Siska?” pikirku. mataku tertuju pada sesosok wanita berkerudung putih yang menangis sesenggukan. Itu pasti Siska, lalu aku mendekatinya.
‘tabah ya Sis, relakanlah beliau disana, supaya beliau bias pergi dengan tenang.” Dia mengangguk, namun masih saja menangis. Kulingkarkan tanganku dibahunya, membiarkan Siska menangis di dadaku. Airmataku mulai keluar, akupun larut dalam kesedihan.
“ Bang Reno,” tiba-tiba saja Bella, adik Siska yang paling kecil menarik lengan kemejaku, aku menoleh.
“kak Siska udah meninggal bang,” katanya sembari menangis
Meninggal???? Lalu siapa yang aku peluk ini. Aku melepaskan pelukanku, lalu kuintip sedikit wajah dibalik kerudung itu. Ya Tuhan, ternyata mama Siska!!! Akupun pingsan seketika.
Siska adalah satu-satunya gadis yng bias menerimaku apa adanya, kini sudah tiada, batinku setelah sadar.