Bagi para gamers PC (Personal Computer) atau gamers komputer, siapa yang tidak mengenal Dota 2? Game besutan Valve Corporation yang dikembangkan dari mod sebelumnya, yaitu Dota Allstars.
Defence Of The Ancient (DOTA) merupakan game Real Time Strategy (RTS), yang merupakan sub-genre dari Multiplayer Online Battle Arena (MOBA). Pemain Dota, akan saling beradu strategi untuk menghancurkan 2 ancient (antara ancient radiant dan ancient dire) dalam waktu yang nyata sesuai dengan waktu bermain para pemainnya.
Dota 2 yang rilis pada tahun 2013 adalah kelanjutan dari Dota Allstars (Dota 1) yang dirilis pada tahun 2003, sebuah mod pada game Warcraft 3: Reign of Chaos dan Warcraft 3: The Frozen Throne.
Kemudian Valve Corporation menggaet Icefrog yang merupakan salah satu pengembang game Dota 1, yang ditugaskan untuk menciptakan kelanjutan dari game tersebut dengan gameplay dan design yang lebih menarik lagi.
Saat ini, Dota 2 adalah salah satu game strategi yang dikenal sangat populer di dunia. Bukan tidak mungkin, karena pada pertengahan tahun 2017 Dota 2 menjadi game yang dimainkan oleh kurang lebih 800.000 pemain online dalam setiap harinya. Jumlah yang dinilai cukup besar dalam dunia game komputer, apalagi game komputer yang bergenre strategi online.
Hingga saat ini, Dota 2 menjadi game esport yang memiliki prizepool (hadiah) terbanyak di dunia. Bayangkan saja, pada tahun 2022 game ini menggelontorkan hadiah senilai $18.930.775 USD atau setara dengan Rp. 294,4 Miliar Rupiah.
Hadiah terbesar itu diperebutkan oleh beberapa tim yang datang dari berbagai benua di dunia, yang dikemas dalam sebuah event terbesar game Dota 2 bertajuk The International. Dimana juara ke-1 mendapatkan $8.518.822 (Rp 132 miliar, kurs 2022), juara ke-2 mendapatkan $2.461.033, juara ke-3 mendapatkan $1.703.810, dan juara ke-4 mendapatkan $1.135.835, dan seterusnya hingga juara ke-19/20 yang mendapatkan $47,228. Sungguh hadiah yang sangat luar biasa besar, dalam sejarah dunia game skala internasional.
Seiring berkembangnya game Dota 2 di berbagai negara, kabar-kabar kurang mengenakan justru datang dari ekosistem Dota 2 Indonesia.
Hal itu terjadi lantaran beberapa tahun kebelakang, ekosistem Dota 2 dinilai stagnan dan tidak berkembang. Bahkan jika dirasakan, ekosistem Dota 2 di Indonesia ibarat "Hidup tak mau, mati pun tak segan".
Tantangan perkembangan game komputer di Indonesia seakan-akan tambah menjadi berat ketika game-game mobile berkembang di Indonesia, pemain-pemain game komputer semakin hari memilih untuk beralih menggunakan smartphonenya sebagai moda bermain game daripada build komputer sendiri, pergi ke warnet (warung internet) atau icafe dengan anggapan yang lebih terjangkau.