Mohon tunggu...
Ahmad Edi Prianto
Ahmad Edi Prianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - 👨‍🎓 Social Welfare Science

Hanya individu biasa yang hidup ditengah lapisan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stigma Negatif, Pandangan Buruk terhadap Masalah Kesehatan Mental

9 Mei 2023   17:09 Diperbarui: 9 Mei 2023   17:15 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tembok stigma | Sumber Image: Free Adobe Stock Image

Kesehatan mental, merupakan salah satu aspek penting dalam sebuah kehidupan. Kesehatan mental menjadi cara yang mempengaruhi seseorang untuk berfikir, merasakan suasana hati, berperilaku, dan bertindak dalam setiap fase kehidupan seseorang mulai dari fase anak-anak hingga menjadi dewasa.

Kesehatan mental memberikan pemahaman terhadap diri seseorang mengenai kesejahteraan psikologis, sosial, dan emosional yang saling berhubungan dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Kesehatan mental yang baik, akan memberikan dampak yang baik terhadap kesehatan fisik. Kesehatan mental yang buruk, akan memberikan dampak negatif pada kesehatan jiwa seseorang.

Masalah kesehatan mental hingga saat ini menjadi permasalahan global dengan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemahaman kesehatan mental, sehingga sebagian orang menganggap kesehatan mental merupakan hal sepele yang tidak ada kaitanya terhadap kesehatan fisik seseorang. Padahal, kesehatan mental sangat berkaitan dengan kualitas jiwa atau mental seseorang.

Jika kualitas jiwa atau mental seseorang berada dalam situasi yang buruk, seseorang akan rentan mengalami penyakit gangguan mental. Dan seseorang yang mengalami gangguan mental pada dasarnya memerlukan bantuan dari orang lain, tetapi berbagai akibat dari pemahaman kesehatan mental yang cenderung rendah membuat orang lain menganggap bahwa gangguan mental merupakan aib, kekurangan, dan keburukan suatu individu yang perlu dihindari.

Lantas, kurangnya pemahaman tentang kesehatan mental akan  membentuk tembok-tembok pembatas yang menganggap gangguan mental merupakan suatu hal yang menyimpang. 

Tembok-tembok pembatas tersebut akan terus muncul menjadi perlakuan yang membedakan, sehingga timbul penilaian - penilaian tertentu yang datang mencoreng atau mencemari seseorang dengan sudut pandang yang buruk. Kemudian, penilaian-penilaian tersebut membentuk fenomena yang disebut stigma negatif.

Stigma negatif adalah tindakan menilai dan melabelkan suatu hal secara negatif kepada seseorang yang mengalami gangguan tertentu, sehingga seseorang tersebut diperlakukan sebagai individu yang berbahaya dan berbeda dengan orang-orang lain pada umumnya.

Stigma negatif membentuk sebuah pola pikir, yang pada dasarnya menolak seseorang penderita gangguan mental dengan ketidakbenaran dan ketidakadilan yang menyakitkan. Berdasarkan dalih-dalih menyesatkan dan tidak akurat, stigma negatif tumbuh menjadi fenomena besar yang menyebarkan hal-hal menakutkan, mengerikan, dan mencetak kesalahpahaman.

Ketika stigma negatif telah berkembang di lapisan lingkungan sosial, keadaan tersebut menyebabkan masyarakat memberikan ketidaksetaraan sosial. Dimana ketidaksetaraan ini menimbulkan pengaruh untuk menyisihkan, menolak, dan melakukan pembiaran terhadap seseorang yang menderita gangguan mental.

Baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat yang termakan oleh stigma negatif akan menganggap seseorang dengan gangguan mental sebagai aib dan noda, yang harus dikelompokkan tersendiri dengan orang-orang lain yang menderita gangguan yang sama. Kemudian atribut-atribut negatif tersebut mengembangkan pola pikir yang buruk, dengan menciptakan kebencian yang buruk.

Orang-orang yang tidak paham mengenai kesehatan mental tidak akan sadar bahwa dirinya telah di adu domba, dengan narasi-narasi kebencian yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Narasi itu dibentuk untuk kesenangan-kesenangan tertentu yang pada akhirnya mengorbankan orang yang tidak bersalah, termasuk penderita gangguan mental.

Kebanyakan orang tidak memikirkan, bagaimana para penderita gangguan mental menjalani kehidupan sehari-harinya dengan stigma. Sebagian orang tidak akan paham, bahwa penderita gangguan mental tidak akan bisa hidup dengan kesendirian tanpa bantuan orang lain. Tantangan penderita gangguan mental bukan hanya mental mereka sendiri, melainkan mental orang lain juga.

Stigma negatif membawa dampak negatif dengan segala pandangan buruknya,  yang membuat seseorang penderita gangguan mental berfikir bahwa dirinya lebih baik menyembunyikan kondisinya. Muncul ketakutan-ketakutan bahwa dirinya sudah tidak diterima lagi dalam lingkungan sosialnya, yang menyebabkannya putus asa dan tidak memiliki semangat untuk sembuh dan keluar dari zona yang telah membawanya kedalam penderitaan.

Stigma Negatif: Antara Perilaku Negatif, Stereotip, dan Diskriminasi

Stigma negatif tidak terlepas dari adanya perilaku seseorang dalam bertindak dan apapun yang dilakukan untuk membentuk stigmatisasi. Salah satunya merupakan Perilaku Negatif (Negative Attitude), yang biasanya dikaitkan dengan perilaku anti sosial. Sebuah perilaku yang memadukan unsur keburukan dan kebencian terhadap suatu hal yang dianggap merugikan dan tidak menguntungkan, dengan mengenyampingkan kesejahteraan individu lain.

Perilaku negatif akan selalu memberikan citra buruk, nama buruk, dan rasa anti toleransi, kepada seseorang yang bertentangan dengan dirinya. Orang dengan perilaku negatif akan selalu melontarkan konotasi-konotasi yang berbau negatif sebagai bentuk penilaian terhadap apapun yang tidak sejalan dengan prinsip hidup orang tersebut.

Mereka yang memiliki perilaku negatif tidak jarang mendeskripsikan penderita gangguan mental sebagai individu abnormal, gila, menyeleweng, dan berbahaya. Padahal framing-framing semacam itu tentu tidak beralasan, karena datang dari rasa ketidakpedulian terhadap kondisi sosial yang ada di sekitarnya.

Akibat dari perilaku negatif yang menyebar, timbul rasa prasangka-prasangka buruk. Prasangka atau Stereotip ini akan mempengaruhi cara orang untuk berinteraksi dengan seseorang yang dianggapnya sebagai ancaman yang memiliki resiko tinggi, seperti halnya gangguan mental.

Kenapa gangguan mental dikaitkan sebagai ancaman yang beresiko tinggi? Karena sebagian orang berasumsi bahwa penderita gangguan mental adalah seseorang yang hanya bisa menyusahkan, tidak memiliki kemampuan diri, dan seseorang yang menderita penyakit mengerikan. Oleh sebab itu, prasangka-prasangka tersebut secara tidak langsung akan membentuk pengelompokan.

Stereotip yang terjadi akan menggambarkan suatu kelompok secara berlebihan, bahkan dalam kondisi dan situasi tertentu stereotip dianggap sebagai penilaian yang tidak berimbang. Hal itu terjadi karena stereotip dianggap sebagai perilaku sentimen yang mendiskreditkan kelompok tertentu, dengan kecenderungan menilai terlebih dahulu tanpa melihat faktanya.

Akibat dari sentimen dan persepsi negatif yang terjadi, penderita gangguan mental lebih sering mendapatkan berbagai bentuk ketidakadilan. Salah satunya adalah Diskriminasi, sebuah tembok penghalang yang membuat penderita gangguan mental selalu merasa dikucilkan, disingkirkan, dan dikesampingkan.

Diskriminasi yang terjadi telah memangkas hak para penderita gangguan mental, seseorang yang mendapatkan stigma negatif tidak lagi memiliki perlakuan yang sama. Stigma negatif telah mengubah pandangan orang-orang dengan menanamkan pembedaan kesetaraan yang tidak dapat dibenarkan secara nalar. Bahkan diskriminasi tidak hanya terjadi kepada penderita gangguan mental, melainkan juga penyintas gangguan mental.

Sangat berat menjadi penderita dan penyintas gangguan mental, dengan adanya stigma-stigma negatif yang telah berkembang. Hidup tanpa stigma saja sudah menderita, apalagi disusupi dengan penilaian buruk yang menjatuhkan mental.

Ketika mereka berbicara, mereka dianggap sedang halu (berhalusinasi). Ketika mereka sedang bercerita, mereka disebut mendongeng. Jika mereka sedang berpendapat dan speak up, mereka dianggap pansos (panjat sosial). Perjalanan hidupnya yang diceritakan, dinilai sebagai sesuatu yang lebay dan mengada-ada untuk mengangkat reputasi.

Sumber: Screenshot dari laman
Sumber: Screenshot dari laman "Komunitas" di Youtube KompasTV. https://youtube.com/@kompastv 
Padahal, penderita dan penyintas gangguan mental adalah orang yang paling membutuhkan bantuan dari orang lain. Karena dalam gangguan mental tidak ada kata yang menggambarkan kesembuhan, melainkan kestabilan. Gangguan mental bisa saja stabil dalam kondisi kapanpun dan bagaimanapun, namun gangguan mental juga bisa datang dalam situasi yang tidak bisa ditebak.

Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh penderita dan penyintas gangguan kesehatan mental, baik dari keluarga, orang terdekat, maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya. Dengan dukungan sosial, mereka akan merasa diperhatikan, dihargai, dan diberikan kenyamanan untuk tetap semangat menghadapi segala cobaan dalam hidupnya.

Stigma negatif harus dihilangkan, dihindari, dan dihentikan. Gangguan mental bukanlah aib, kekurangan, apalagi keberbahayaan. Penderita dan penyintas gangguan mental adalah manusia biasa, namun mereka lebih spesial, mereka membutuhkan bantuan khusus.

Ciptakan sebuah toleransi yang dapat mengubah cara pandang kita terhadap masalah kesehatan mental, memiliki pandangan dan pola pikir yang negatif tidak membuat seseorang menjadi orang yang ditakuti dan dimuliakan. Orang yang selalu berfikiran negatif akan selalu membuat dirinya tampak negatif, orang yang selalu memberikan penilaian negatif akan selalu terlihat seperti orang yang sedang melakukan kejahatan.

Memahami kesehatan mental adalah hal yang penting, karena mental yang sehat akan membuat seseorang lebih optimis dan produktif. Kesehatan mental yang baik, akan mempengaruhi kesehatan fisik menjadi lebih baik. Bukan hanya orang tua, kesehatan mental juga harus dipahami oleh semua kalangan, baik itu remaja, anak-anak, dewasa, hingga lansia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun