Pesona kemuliaan dan keindahan yang terpancar dari wajah mulia Rasulullah, akhlaknya yang memesona semesta, dan aura kepemimpinan yang semakin hari semakin Khadijah rasakan, membuatnya terus terpojok. Tidak ada pilihan lain kecuali harus menyatakan cinta, dan melamar sang kinasih semesta. Sayyid Muhammad dalam al-Busyra (hal. 16) mengatakan;
Artinya, "Tiada pilihan lain, Khadijah harus menyatakannya kepada Rasulullah, tak peduli walau dengan 'menawarkan diri'. Khadijah akhirnya melamar baginda Nabi, manusia agung yang sarat kemuliaan."
(Khadijah Menyatakan Cinta)
Terdapat dua riwayat yang menjelaskan bagaimana Sayyidah Khadijah menyatakan cinta, untuk menyampaikan isi hatinya kepada Rasulullah. Pertama, ditemukan dalam Sirah Ibnu Hisyam (juz 1, hal. 189) bahwa Sayyidah Khadijah menyatakannya sendiri.
Kedua, adalah riwayat al-Waqidi dalam kitab Subulul Huda wa ar-Rasyad (juz 2, hal. 223) yang menerangkan bahwa Khadijah mengutus seorang perempuan bernama Nafisah binti Munyah untuk menyampaikan risalah cinta itu.
Seperti dalam riwayat pertama, putri kesayangan Khuailid ini mengatakan;
Artinya, "Wahai anak pamanku, sungguh kumencintaimu. Selain kita tersambung tali kekerabatan, engkau juga sangat mulia, pangkat dan derajatmu sungguh teramat luhur."
Adapun riwayat kedua, dikisahkan bahwa Nafisah yang Sayyidah Khadijah utus, langsung menemui Rasulullah dan mulai membincang ihwal tujuan kedatangannya. Ia sambil berbisik, mulai bertanya;
Artinya, "Mengapa engkau belum juga menikah?," bisik Nafisah membuka obrolan.
Baginda Nabi Muhammad dengan tulus menjawab, Ma fi yadayya syai'(un), (Aku belum punya kesiapan finansial untuk itu). Mendengar jawabannya, Nafisah dengan tangkas menawarkan;
Artinya, "Bagaimana jika ada seseorang yang sanggup memenuhi semuanya, selain dia juga cantik dan sangat pantas denganmu?," tegas Nasifah meyakinkan.