Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa Roscoe Pound (1870--1964) dan Tibor Machan (1939--2016) memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum, kebebasan, dan tanggung jawab sosial, yang relevan untuk memahami keberadaan tax haven countries. oleh karenanya, Kedua pemikir ini menawarkan perspektif unik yang dapat digunakan untuk menganalisis fenomena tersebut dari sisi keadilan sosial dan kebebasan individu. Perbedaan ini menggambarkan dilema antara keadilan sosial yang menekankan tanggung jawab kolektif (Pound) dan kebebasan individu sebagai dasar moralitas (Machan).
Melalui gagasannya, Roscoe Pound menjelaskan tentang hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering), ia berpendapat bahwa hukum harus menciptakan keseimbangan antara hak individu dan kepentingan masyarakat. Dalam konteks tax haven, sistem hukum negara-negara ini sering dirancang untuk menarik investasi dengan menawarkan pengurangan pajak atau bahkan pembebasan pajak. Roscoe Pound kemungkinan akan melihat hal ini sebagai ancaman terhadap keadilan sosial karena hukum yang semacam ini cenderung menguntungkan segelintir kelompok elit ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pandangan Bourdieu dan Michel Foucault. Selain itu, negara-negara tax haven dapat dianggap berkontribusi pada ketimpangan global karena mereka mengambil keuntungan dari celah hukum internasional yang memungkinkan penghindaran pajak besar-besaran, dan sangat merugikan negara-negara berkembang.
Sebaliknya, Tibor Machan dalam bukunya The Virtue of Liberty menempatkan kebebasan individu sebagai prinsip utama. Ia berpendapat bahwa setiap orang berhak menentukan bagaimana kekayaannya digunakan, tanpa tekanan atau campur tangan yang berlebihan dari negara. Dari sudut pandang ini, negara tax haven dapat dilihat sebagai pendukung kebebasan ekonomi, memberikan alternatif kepada individu dan perusahaan untuk menghindari kebijakan pajak yang dianggap tidak adil di negara asal mereka. Bagi Machan, kebijakan pajak tinggi sering kali bertentangan dengan prinsip kebebasan individu dan hak milik pribadi, sehingga keberadaan tax haven justru memperkuat penghormatan terhadap nilai-nilai tersebut.
Perspektif Pound dan Machan memperlihatkan perbedaan pendekatan terhadap isu ini. Pound lebih fokus pada dampak sosial dan distribusi keadilan, sedangkan Machan lebih mengutamakan hak dan kebebasan individu. Dalam tatanan global, keberadaan tax haven menimbulkan dilema antara kebijakan domestik yang pro-pasar dan efeknya terhadap ekonomi dunia. Hal ini menggarisbawahi pentingnya merancang sistem hukum yang dapat menyeimbangkan antara kebebasan individu dan tanggung jawab kolektif secara lebih adil.
Keberadaan tax haven countries menjadi isu yang memunculkan perdebatan antara dua pemikiran yang berbeda: pandangan Roscoe Pound dan Tibor Machan. Kedua filsuf ini memberikan pendekatan yang bertolak belakang terhadap hubungan antara hukum, keadilan sosial, kebebasan individu, dan tanggung jawab kolektif. Perspektif mereka relevan untuk memahami fenomena tax haven sebagai persoalan multidimensi yang melibatkan hukum, moralitas, dan ekonomi global.
Roscoe Pound, menempatkan hukum sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara hak individu dan kepentingan masyarakat. Dalam konteks tax haven, sistem hukum negara-negara ini sering kali dirancang untuk menarik investasi melalui pembebasan atau pengurangan pajak. Roscoe Pound kemungkinan akan melihat kebijakan ini sebagai ancaman terhadap keadilan sosial, karena hukum yang menguntungkan segelintir elite ekonomi global cenderung memperburuk ketimpangan. Ia mengkritik tax haven karena memungkinkan perusahaan multinasional dan individu kaya menghindari pajak, yang berdampak pada kerugian negara-negara berkembang. Pajak yang seharusnya digunakan untuk membiayai infrastruktur dan pembangunan justru dialihkan ke yurisdiksi dengan beban pajak rendah, menciptakan ketidakadilan struktural dalam skala global.
Di sisi lain, Tibor Machan mengusung kebebasan individu sebagai prinsip utama. Dalam The Virtue of Liberty, ia berpendapat bahwa setiap individu berhak mengelola kekayaannya tanpa campur tangan berlebihan dari negara. Machan melihat tax haven sebagai manifestasi kebebasan ekonomi, di mana individu dan perusahaan dapat memilih sistem perpajakan yang dianggap lebih adil dan efisien. Pajak tinggi, menurutnya, sering kali menjadi bentuk paksaan negara yang melanggar hak milik pribadi. Dengan demikian, keberadaan tax haven dianggap mendukung prinsip otonomi individu dan menghormati kebebasan pasar.
Perbedaan pandangan ini mencerminkan ketegangan antara tanggung jawab kolektif dan kebebasan individu. Pound akan menilai bahwa tax haven merusak keberlanjutan ekonomi global dengan menciptakan ketidakseimbangan distribusi kekayaan. Ia mendorong penerapan hukum internasional yang lebih ketat untuk mencegah penghindaran pajak besar-besaran, memastikan bahwa negara-negara berkembang tidak dirugikan. Sebaliknya, Machan mungkin memandang upaya semacam itu sebagai ancaman terhadap kebebasan individu dan dinamika pasar bebas. Ia menekankan bahwa tanggung jawab sosial seharusnya bersifat sukarela, bukan dipaksakan melalui regulasi yang membatasi pilihan ekonomi.
Jika kita lihat lebih luas, Roscoe Pound mengaitkan tax haven dengan moralitas hukum, di mana hukum harus melayani kepentingan masyarakat luas, bukan hanya masyarakat elite tertentu. Bagi Roscoe Pound, efisiensi ekonomi yang ditawarkan tax haven tidak sebanding dengan dampak sosialnya, seperti meningkatnya ketimpangan dan ketidakadilan global. Sebaliknya, Machan menilai bahwa moralitas terletak pada penghormatan terhadap kebebasan hak individu. Baginya, tax haven tidak melanggar prinsip moral asalkan tidak ada paksaan, karena memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk menghindari kebijakan pajak yang dirasa membebani masyarakat.