Mohon tunggu...
Ahmad Dharmawan
Ahmad Dharmawan Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

NIM : 55523110003 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi Perpajakan | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding

19 Oktober 2024   11:05 Diperbarui: 19 Oktober 2024   11:19 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan menekankan pentingnya komunikasi yang rasional dan inklusif, Habermas memberikan kita alat untuk mengatasi berbagai tantangan sosial yang kita hadapi saat ini. Dalam dunia yang semakin kompleks dan terhubung, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan membangun pemahaman bersama menjadi kunci untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan kemakmuran yang berkelanjutan. Oleh karena itu, teori Habermas tidak hanya relevan untuk analisis akademis, tetapi juga sebagai panduan praktis untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.

HOW

Melihat situasi Global yang sedang terjadi saat ini, di mana interaksi antarnegara yang semakin kompleks, isu-isu pajak berganda juga muncul sebagai tantangan yang mempengaruhi keadilan sosial dan ekonomi. Pajak berganda, yang terjadi ketika individu atau entitas dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara atas pendapatan yang sama, dapat menciptakan ketidakadilan bagi wajib pajak. Hal ini sering kali memunculkan ketidakadilan dan menguntungkan beberapa pihak dan individu kaya yang memiliki akses untuk penghindaran pajak, sementara masyarakat kecil yang lebih rentan menghadapi beban yang tidak proporsional.

Dalam konteks keadilan pajak tersebut, penerapan The Theory of Communicative Action oleh Jurgen Habermas dapat sangat mendukung pembentukan kebijakan yang adil dan transparan melalui dialog yang inklusif. Sejalan dengan pemikiran ini, konsep Knowledge and Human Interests juga memainkan peran penting dalam memahami bagaimana pengetahuan dan kepentingan manusia saling berinteraksi dalam pengambilan keputusan. Habermas membagi pengetahuan menjadi tiga jenis: pengetahuan teknis, pengetahuan praktis, dan pengetahuan emancipatory, yang semuanya dapat memengaruhi cara kebijakan pajak dirumuskan dan diterapkan.

Pertama, pengetahuan teknis berkaitan dengan informasi dan data yang diperlukan untuk memahami dan mengelola sistem perpajakan secara efisien. Dalam konteks pajak berganda, pengetahuan teknis ini meliputi pemahaman tentang bagaimana pajak dikenakan di berbagai yurisdiksi, serta analisis dampaknya terhadap ekonomi global. Melalui diskusi terbuka dan kolaborasi internasional, negara-negara dapat berbagi data dan praktik terbaik untuk mengatasi masalah pajak berganda, menciptakan kebijakan yang lebih efektif.

Kedua, pengetahuan praktis berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai yang mengatur interaksi antar individu dalam masyarakat. Dalam konteks keadilan pajak, ini mencakup pemahaman tentang apa yang dianggap adil dan tidak adil oleh masyarakat. Melalui dialog dan partisipasi masyarakat, pemerintah dapat mengidentifikasi kebutuhan dan harapan warga negara, serta membangun konsensus mengenai norma-norma yang harus diikuti dalam pengenaan pajak. Ini menciptakan legitimasi dan dukungan sosial untuk kebijakan perpajakan yang diusulkan.

Ketiga, pengetahuan emancipatory mengacu pada kemampuan individu untuk mengkritisi dan  mengubah struktur sosial yang ada. Dalam konteks pajak, pengetahuan ini penting untuk mengidentifikasi dan menantang ketidakadilan yang mungkin muncul akibat kebijakan yang tidak transparan atau yang menguntungkan elit tertentu. Dengan menciptakan ruang publik yang inklusif dan mendorong dialog, Habermas menunjukkan bahwa masyarakat dapat memperjuangkan hak-hak mereka dan memastikan bahwa kebijakan pajak mencerminkan kepentingan semua warga negara.

Dengan mengintegrasikan The Theory of Communicative Action dan konsep Knowledge and Human Interests, kita dapat memahami bahwa untuk menciptakan kebijakan pajak yang adil, diperlukan kolaborasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan pemanfaatan berbagai bentuk pengetahuan. Proses ini akan memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan, memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya berdasarkan kepentingan elit, tetapi juga mencerminkan kebutuhan dan harapan semua anggota masyarakat. Dengan demikian, kita dapat membangun sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan secara internasional.

Habermas juga menekankan pentingnya dialog dan mutual understanding melalui diskusi yang terbuka, serta partisipasi dalam menciptakan konsensus mengenai norma-norma sosial. Dalam konteks keadilan pajak, hal ini berarti perlunya kolaborasi internasional antara negara-negara untuk mengembangkan kebijakan yang adil dan transparan. Proses ini harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat lokal, untuk memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya mencerminkan kepentingan elit tetapi juga kebutuhan dan hak semua warga negara. Dengan menciptakan ruang publik yang inklusif, Habermas menyarankan bahwa kita dapat mencapai kesepakatan yang lebih adil tentang bagaimana pajak dikenakan dan dikelola secara internasional.

Lebih jauh, Habermas juga menyoroti dampak sosial dan politik dari pengetahuan dan informasi dalam proses pengambilan keputusan. Dalam isu pajak berganda, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci. Masyarakat harus diberdayakan dengan informasi yang memadai mengenai bagaimana kebijakan pajak berfungsi dan siapa yang diuntungkan atau dirugikan. Pendekatan komunikatif Habermas menekankan bahwa setiap keputusan yang diambil tanpa partisipasi aktif dari masyarakat cenderung menciptakan ketidakpuasan dan konflik. Menurut Habernas, dengan mendukung diskusi terbuka dan aksesibilitas informasi, serta menekankan pentingnya proses deliberatif, kita dapat menciptakan sistem pajak yang lebih adil dan transparan, di mana setiap individu dapat berpartisipasi dalam pembentukan norma-norma sosial yang adil serta berkelanjutan.

Dalam era globalisasi ini, penting bagi kita untuk menerapkan prinsip-prinsip Habermas dalam merancang kebijakan pajak yang tidak hanya adil tetapi juga dapat menciptakan kepercayaan antara negara dan warganya. Upaya untuk mengatasi keadilan pajak berganda internasional harus didasarkan pada dialog yang berkelanjutan dan saling menghormati, sehingga setiap pihak merasa diikutsertakan dalam proses dan hasil yang dihasilkan dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Dengan demikian, Habermas memberikan kerangka pemikiran yang penting dalam menghadapi tantangan pajak berganda dan menciptakan masyarakat yang lebih adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun