Hendaknya sebelum membuat kebijakan, hendaknya memperhatikan data yang ada dan meminta rekomendasi dari para pakar kesehatan seperti epidemiolog dan pakar ekonomi sehingga antara kesehatan dan ekonomi seimbang.Â
Selain itu, saat liburan hendaknya protokol kesehatan diperketat seperti pembatasan orang menjadi 50% dari semula, pembelian tiket secara daring melalui website dan aplikasi, peningkatan pelacakan kontak individu berasal dari mana dan kontak dengan siapa melalui sebuah aplikasi salah satunya adalah PeduliLindungi, edukasi secara konsisten tentang pentingnya menaati protokol kesehatan, penyediaan hand sanitizer dan tempat cuci tangan, serta pengawasan terhadap protokol kesehatan.Â
Diharapkan dengan cara tersebut, Covid-19 dapat ditekan dan tidak menimbulkan lonjakan meskipun ada libur panjang. Jika protokol kesehatan tidak siap dan kedisiplinan msyarakat rendah, sebaiknya libur panjang ditiadakan karena dampak negatif jauh lebih banyak dibandingkan dampak positif dan mengancam keselamatan jiwa bangsa Indonesia yang menjadi gerbang kehancuran negara Indonesia ini.
Pada dasarnya kebijakan libur natal dan tahun baru boleh dilakukan karena pandemi yang tidak kunjung berakhir yang membawa dampak buruk bagi perekonomian salah satunya adalah kehilangan pendapatan dari wisatawan domestik dan asing.Â
Dengan kebijakan tersebut, diharapkan ekonomi pulih kembali dengan memenuhi 3 syarat WHO. Syarat tersebut adalah kasus harian menurun selama 2 minggu berturut-turut, positivity rate dibawah 5%, dan angka kematian hanyalah satu digit/mendekati nol.
Berdasarkan laporan dari Satuan Gugus Tugas Penanganan COVID-19, kasus per mingguan mengalami peningkatan cukup signifikan. Jika dibandingkan dengan minggu lalu, terjadi peningkatan sebesar 3,9%.Â
Tidak hanya itu, angka kematian dan positivity rate juga masih tinggi. Sampai tanggal 24 November 2020, jumlah kasus Corona di Indonesia mencapai 506.302 orang dan 16.111 meninggal dunia dengan penambahan infeksi harian sebanyak 4.192 kasus baru dan kematian harian sebanyak 109 kematian baru serta positivity rate sebanyak 14,0%. Itu artinya Indonesia belum memenuhi 3 kriteria tersebut dari WHO. Sehingga tidak ada alasan untuk melonggarkan aktivitas untuk memulihkan ekonomi.
Apabila ini tetap dijadikan sebuah kebijakan disaat pandemi masih belum terkendali, maka kasus corona Indonesia bisa meledak hingga 10.000 ribu/hari atau naik dua kali lipat dari semula (4.800-an/hari).
Mengapa? Karena ketika pada saat Idul Fitri, rata-rata infeksi harian naik dua kali lipat dari 600Â-an sebelum Idul Fitri menjadi 1.200-an ketika pada bulan Juli.Â
Setelah kejadian tersebut, pemerintah malah mengabaikan saran dari para epidemiolog dan tidak mempelajari sejarah kelam pada saat liburan Idul Fitri karena hanya berfokus pada pemulihan ekonomi ditambah dengan abainya masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan yang disebut 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, maka konsekuensi adalah rata-rata infeksi harian naik dari 2.000-an (sebelum perayaan HUT Kemerdekaan RI dan Tahun Baru Hijriyah) menjadi 4.300-an (pada akhir September).
Selain itu, ada berbagai dampak negatif yang muncul seperti Indonesia bisa batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021 dan Motogp di Sirkuit Mandalika, sekolah daring pun semakin lama diterapkan sehingga menimbulkan masalah terbaru pada pendidikan seperti putus sekolah, karakter siswa menjadi terabaikan, serta lain-lain sehingga peluang Indonesia untuk mensukseskan Bonus Demografi tahun 2030-2045 menjadi sia-sia, banyak negara yang melarang WNI untuk masuk negara mereka/ warga mereka untuk mengunjungi Indonesia sehingga berdampak pada mahasiswa yang belajar di luar negeri, jemaah umroh asal Indonesia, pekerja WNI yang bekerja di luar negeri, investor asing, dan pengunjung wisatawan mancanegara, rumah sakit yang penuh, banyak orang takut keluar rumah, banyak tenaga medis menjadi korban, pandemi makin betah di Indonesia, menghambat cita-cita Indonesia untuk menjadi negara dengan pendapatan tinggi/high income trap (negara maju) tahun 2045, Â angka kematian makin meningkat sehingga keselamatan jiwa menjadi terancam, serta tidak bisa kembali hidup normal dalam waktu dekat walaupun vaksin Covid-19 sudah bermunculan.