Mohon tunggu...
Ahmad BurhanZulhazmi
Ahmad BurhanZulhazmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM : 55523110040 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas : Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB1 - The Good, The Right Habermas Tentang Pajak Internasional dan Keadilan Deliberatif

20 Oktober 2024   15:50 Diperbarui: 20 Oktober 2024   16:07 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Jürgen Habermas, seorang tokoh terkemuka dari Mazhab Frankfurt, dikenal luas dalam diskursus filsafat dan teori sosial, terutama dalam konteks keadilan dan etika politik. Pandangannya tentang keadilan deliberatif menjadi sangat relevan ketika membahas pajak internasional dan pluralisme budaya. Habermas membedakan antara konsep 'The Good' dan 'The Right', di mana 'The Good' merujuk pada nilai-nilai etis yang sering kali bersifat primordial dan terkait dengan identitas budaya atau etnis tertentu, sedangkan 'The Right' mengacu pada norma-norma universal yang dapat diterima secara rasional oleh semua individu dalam masyarakat pluralistik.

Dalam konteks ini, keadilan deliberatif berusaha menjembatani perbedaan antara kedua konsep ini melalui dialog dan diskursus publik. Habermas menekankan bahwa keadilan tidak hanya dilihat sebagai hasil akhir, tetapi sebagai proses yang melibatkan partisipasi semua pihak dalam dialog yang setara. Ini berarti bahwa keputusan-keputusan penting, termasuk kebijakan pajak internasional, harus diambil melalui proses deliberatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

Pajak internasional sering kali menjadi sumber ketidakadilan ekonomi, terutama bagi negara-negara berkembang yang tidak memiliki suara yang sama dalam pengambilan keputusan global. Dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan deliberatif, negara-negara dapat bekerja sama untuk menciptakan sistem pajak yang lebih adil dan inklusif. Habermas juga mengkritik pendekatan esensialisme dan substansialisme identitas kultural dalam liberalisme, komunitarianisme, dan multikulturalisme, dengan menekankan bahwa keadilan harus ditemukan melalui komunikasi dan diskursus publik yang menghargai keragaman dan perbedaan.

Dalam bukunya "Between Facts and Norms", Habermas mengusulkan bahwa keadilan politis tidak boleh dilekatkan pada nilai religio-kultural tertentu, tetapi harus mencakup hak-hak komunikasi semua kelompok dalam legislasi hukum. Dengan demikian, keadilan bukanlah sesuatu yang sudah ada, melainkan harus dirancang di masa depan melalui partisipasi aktif dalam diskursus publik yang inklusif dan setara.

1. APA (WHAT)

Konsep "The Good" dan "The Right"

Sumber: Prof. Apollo
Sumber: Prof. Apollo

Jürgen Habermas, seorang filsuf dan sosiolog terkemuka dari Mazhab Frankfurt, mengembangkan konsep "The Good" dan "The Right" sebagai bagian dari upayanya untuk memahami dan menjelaskan keadilan dalam konteks masyarakat modern yang kompleks dan pluralistik. Dalam pandangan Habermas, "The Good" merujuk pada nilai-nilai etis dan moral yang sering kali bersifat primordial dan terkait erat dengan identitas budaya atau etnis tertentu. Nilai-nilai ini mencerminkan aspirasi, keyakinan, dan tradisi yang mendalam dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda, dan sering kali menjadi dasar bagi individu dan komunitas dalam menentukan apa yang dianggap baik dan benar dalam kehidupan mereka. "The Good" adalah tentang bagaimana kelompok-kelompok ini memahami dan mengartikulasikan tujuan hidup mereka, serta bagaimana mereka membangun identitas kolektif mereka berdasarkan sejarah dan budaya yang mereka warisi.

Di sisi lain, "The Right" mengacu pada norma-norma universal dan prinsip-prinsip keadilan yang dapat diterima secara rasional oleh semua individu, terlepas dari latar belakang budaya atau etnis mereka. "The Right" berfokus pada penciptaan kerangka kerja normatif yang dapat diterima oleh semua orang dalam masyarakat pluralistik, di mana perbedaan budaya dan etnis diakui dan dihormati. Dalam konteks ini, "The Right" berusaha untuk melampaui batasan-batasan partikularisme dan menawarkan prinsip-prinsip keadilan yang dapat diterapkan secara universal. Ini mencakup hak-hak asasi manusia, kebebasan individu, dan prinsip-prinsip demokrasi yang menjamin partisipasi setara dalam proses pengambilan keputusan.

Habermas mengusulkan bahwa keadilan deliberatif dapat menjembatani perbedaan antara "The Good" dan "The Right" melalui dialog dan diskursus publik. Dalam ruang publik, individu dan kelompok dapat berpartisipasi dalam proses deliberatif yang memungkinkan mereka untuk menyuarakan pandangan mereka, mendengarkan perspektif lain, dan mencari konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Proses ini menekankan pentingnya komunikasi yang bebas dan terbuka, di mana semua suara dihargai dan dipertimbangkan. Dengan demikian, keadilan tidak hanya dilihat sebagai hasil akhir, tetapi sebagai proses yang dinamis dan partisipatif, di mana semua pihak memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam pembentukan norma-norma sosial yang adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun