Fenomena kebebasan berekspresi membuat orang banyak bicara, berkomentar melebihi batas keilmuannya. Yang tepat didepan saya adalah komentar tentang bacaan Al Qur’an dengan lagu (yang dikenal umum dengan MTQ) disamakan dengan nyanyian Al Qur’an. Terhitung beberapa kali saya menerima “masukan” seperti itu, yang kayak nyanyi, orangnya jadi sombong, tidak ada tuntunannya. Namun ketika di telisik lebih jauh ternyata yang berkomentar seperti itu maaf. tidak bisa membaca Al- Qur’an dengan tajwid. Ibarat di dapur belum bisa membuat kue manis yang citarasa yang pas tapi sudah berani berkomentar kalo orang yang bisa membuat kue dengan lezat dengan hiasan yang indah itu tidak baik, merusak kue, orangnya sombong dan lain-lain.
Membaca Al Qur’an haruslah benar karena berhubungan dengan arti/makna yang terkandung dari ayat tersebut. Membaca Al Qur’an dengan benar dikenal dengan tartil (tartil: memenuhi kaidah tajwid, sifat huruf, tempat keluar huruf dan bacaan yang tidak biasa; ghorib)
Membaca Al Qur’an haruslah dengan estetika yang bagus. Dengan suara yang bagus, dengan nada yang bagus yang otomatis haruslah sudah selesai dengan roti manisnya maksudnya membaca Al Qur’an sudah harus bisa dengan tartil; sesuai kaidah membaca Al Qur’an. Setelah itu memperindah dengan hiasan yang cantik. Bukankah kue dengan hiasan yang indah akan lebih mahal dibanding yang tanpa hiasan? Dengan asumsi kue manisnya sudah pas rasanya. Apalagi kue manis yang pas disertai dengan hiasan indah dibanding kue manis yang rasanya ga pas… tentu jauh dan tidak bisa dibandingkan.
Andai saya ketemu dengan orang yang “memberi masukan” tentang rusaknya bacaan al Qur’an karena lagu. Saya ingin katakan “saya mau belajar pada anda ttg membaca Al Qur’an…tapi bila ternyata anda tidak bisa baca Al Qur’an, lebih baik diam dan ayo belajar bareng dengan saya”. Cukuplah debat yang tidak berujung dihentikan sampai disini.
Al Qur’an dan Tajwid
Pada Jaman Rasulullah SAW belajar Al Qur’an dengan mendengarkan malaikat Jibril dan menirukannya sampai benar kemudian diajarkan kepada sahabat diajarkan dengan cara talaqqi, murid mendengarkan guru membaca kemudian menirukan sampai benar. Al Qur’an juga ditulis dikulit hewan, daun dll. Setelah Al Qur’an dibukukan pada masa khalifah Ustman Ra. Al Qur’an masih diajarkan dengan talaqqi, guru membaca, murid menirukan dan meghapalkan kalau bisa. Jaman berkembang sehingga ulama ahli baca Al Qur’an merumuskan hukum bacaan. Dan membuat metode berjenjang cara baca Al Qur’an dari a ba ta sd lancar membaca Al Qur’an. Jadilah sekarang kita jarang menemukan orang baca Al Quran dengan talaqqi tapi berjenjang dari a ba ta sd lancar dengan metode baca yang beragam.
Al Qur’an dan Qiraat Sab’ah
Tercatat ada tujuh qiraat (dialek) yang sampai ke rasulullah yaitu:
- Ibnu ‘Amir
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby. Beliau seorang Qadhi ( hakim ) di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. beliau adalah seorang tabi’in. belajar qira’ah dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H.
Perawi Ibnu 'Amir : Hisyam dan Ibnu Dzakwan.
- Ibnu Katsir
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky. beliau adalah imam dalam hal qira’ah di Makkah, beliau adalah seorang tabi’in yang pernah hidup bersama sahabat Abdullah ibnu Jubair, Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik. beliau wafat di Makkah pada tahun 120 H.
Perawi Ibnu Katsir : al-Bazy ( wafat pada tahun 250 H ) dan Qunbul ( wafat pada tahun 291 H).
- ‘Ashim al-Kufy
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar. beliau adalah seorang tabi’in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah.
Perawi ‘Ashim al-Kufy : Syu’bah ( wafat pada tahun 193 H ) dan Hafsah ( wafat pada tahun 180 H )
- Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Amr Zabban ibnul ‘Ala’ ibnu Ammar al-Bashry seorang guru besar
pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya. menurut sebagian orang nama Abu Amr itu
nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Perawi Abu Amr : ad-Dury ( wafat pada tahun 246 H ) dan as-Susy ( wafat pada tahun 261 H )
- Hamzah al-Kufy
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu ‘Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang
bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-Taimy. dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh. wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 156 H.
Perawi Hamzah al-Kufy : Khalaf ( wafat tahun 229 H ) dan Khallad ( wafat tahun 220 H )
- Imam Nafi
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na’im al-Laitsy. asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi’ berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H.
Perawi Imam Nafi' : Qalun ( wafat pada tahun 12 H ) dan Warasy ( wafat pada tahun 197 H )
- Al-Kisaiy
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah. seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan. menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H.
Perawi Al-Kisaiy : Abul Harits ( wafat pada tahun 424 H ) dan ad-Dury ( wafat tahun 246 H )
Adapun Syarat-Syarat Qiraah yang Muktabar untuk menangkal penyelewengan Qiraah yang sudah mulai muncul, para ulama membuat persyaratan-persyaratan bagi qiraat yang dapat diterima. Hal ini untuk membedakan Qiraat yang benar dan yang aneh/asing (Syazzah ). Para ulama membuat tiga syarat.
- Qiraat itu sesuai dengan bahasa Arab meskipun menurut satu jalan.
- Qiraat itu sesuai dengan salah satu mushaf-mushaf utsmani.
- Sahih sanadnya.
Dikutip dari: http://rausha-blog.blogspot.co.id/2013/08/mengenal-qiroah-sabah-dan-sejarahnya.html
Yang sering didengar di Indonesia adalah Qiraat riwayat Hafsah/ Al Ashim. Tajwid dan cara membaca juga by rule qiraat tersebut. Makanya tidak usah heran kalo mendengar qiraat yang lain. Tdak usah meniru karena salah satu syarat membaca qiraat adalah memiliki sanad Guru yang sampai kepada Rasulullah SAW.
Al Qur’an dan Lagu
Melagukan Al Qur’an (taghonni) atau lebih dikenal seni baca Al Qur’an oleh ahli Qurro’ di Indonesia dikenal atas 7 macam bagian lagu sebagai berikut:
- Bayati
- Qoror : rendah
- Nawa : sedang
- Jawab : naik
- Jawabul jawab : naik tertinggi
- Nuzul ( turun ) - shu’ud ( naik )
- Shoba
- Dasar
- Ajami/Ala Ajam-Quflah Bustanjar/Qofiyah
- Hijaz
- Dasar
- Kard
- Kurd
- Kard-Kurd
- Variasi
- Nahawand
- Dasar
- Jawab
- Nakriz
- Usysyaq
- Rost
- Dasar
- Nawa/Rost ala Nawa
- Jiharkah
- Nawa
- Jawab
- Sikah
- Dasar
- Iraqi
- Turki
- Ramal (fales)
Syarat utama melagukan Al Qur’an adalah harus sesuai dengan kaidah tartil (tajwid, makhorijul huruf dll sudah sesuai). Penamaan Lagu tersebut berasal dari nama daerah. Jadi bila kita ke Mesir maka akan banyak orang baca tartil dengan qiraat hafs dengan lagu sika. Dan bisa disimpulkan bahwa satu ayat alquran bisa dibaca dengan 7 qiraat dengan 7 lagu (dengan berbagai variasi nada). Di Indoensia dan dunia, membaca Al Qur’an dengan lagu dilombakan dikenal dengan MTQ (Musabaqoh Tilawaitil Qur’an). Yaitu membaca Al Qur’an umumnya dengan riwayat Hafsah Al Ashim dengan 4 sd 7 lagu dalam beberapa ayat yang dibaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H