Mohon tunggu...
Ahmad Arofiqi
Ahmad Arofiqi Mohon Tunggu... Jurnalis - Lelana Brata

Banjarsari, Ciamis | Pangandaran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah yang Baik

1 Maret 2020   01:47 Diperbarui: 1 Maret 2020   02:00 3084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi Indonesia selalu jadi sebuah opini publik yang tidak pernah membosankan, hal ini disebabkan karena hingga kini birokrasi di Indonesia masih problematik dan jauh dari apa yang menjadi harapan. Birokrasi yang tidak ideal menjadi salah satu masalah di Indonesia. Keluhan terhadap rendahnya kinerja pelayanan publik dan minimnya kualitas sumberdaya aparatur seperti tidak pernah ada akhirnya, dan belum dapat ditemukan solusi efektif untuk mengatasinya.

Mulai dari praktek tidak terpuji seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme sampai dengan sistem birokrasi yang buruk menjadi hambatan dalam mewujudkan birokrasi yang pro terhadap kepentingan  rakyat banyak, hal ini melahirkan patologi dalam birokrasi yang terjadi secara turun temurun. Krisis ekonomi yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1998 yang silam telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tuntutan dari segenap lapisan masyarakat kepada pemerintah untuk segera diadakan reformasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

 Sejak saat itu, telah terjadi berbagai perubahan penting yang menjadi tonggak dimulainya era reformasi di bidang politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi yang dikenal sebagai reformasi gelombang pertama. Perubahan tersebut dilandasi oleh keinginan sebagian besar masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan demokratis dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat yang didasarkan pada nilai--nilai dasar sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan bernegara.

Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) dan Ombudsman Republik Indonesia dengan kesimpulan Indeks Pelayanan Publik di Kabupaten Minahasa Utara terus mengalami penurunan, komitmen dan pengawasan pejabat sangat rendah untuk memperbaiki pelayanan publik.

Dalam hal pelayanan publik, pemerintah belum dapat menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan tantangan yang dihadapi, yaitu perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei integritas yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2013 yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai skor 6,64 dari skala 10 untuk instansi pusat, sedangkan pada tahun 2014 skor untuk unit pelayanan publik di daerah sebesar 6,69.

Skor integritas menunjukkan karakteristik kualitas dalam pelayanan publik, seperti ada tidaknya suap, ada tidaknya Standard Operating Procedures (SOP), kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat melakukan pengaduan. Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Pelayanan tersebut diantaranya pembuatan KTP, kartu keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan.

Pemerintah Indonesia saat ini berusaha untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan tata kelola yang baik (good governance). Kedua hal tersebut baru bisa dicapai jika penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada prinsip kepastian hukum , professional, visioner, efisien, efektif, akuntabel, transparan, dan partisipatif. Pencapaian tata kelola pemerintahan memerlukan reformasi di berbagai bidang dimana termasuk didalamnya adalah reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi di Indonesia saat ini tengah berlangsung untuk menciptakan pemerintahan yang baik di tahun 2025.

   Pengertian Birokrasi Secara epistemologis istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani: Bureau, dan Cratein. Bureau yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat sedangkan Cratein yang artinya pemerintahan .Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar memandang birokrasi sebagai sebuah bagian dari tipe organisasi.

Referensi utamanya adalah tipe ideal birokrasi Max Weber yang memuat sejumlah unsur berikut: pembagian divisi pegawai yang terdefinisi secara jelas, struktur otoritas impersonal, memiliki jenjang hirarki, bergantung pada aturan formal, menggunakan sisitem merit pada pegawai, ketersediaan karir, pemisahan jarak antara kehidupan sebagai anggota organisasi dari kehidupan pribadi. Sedangkan tujuan penyediaan birokrasi pemerintahan sebagaimana diuraikan oleh Ripley dan Franklin (dalam Kristian, 2006:9) adalah sebagai berikut: 

* Menyediakan sejumlah layanan sebagai hakikat dari tanggungjawab pemerintah 

* Memajukan kepentingan sektor ekonomi spesifik seperti pertanian, buruh atau segmen tertentu dari bisnis privat 

* Membuat regulasi atas berbagai aktivitas privat

 * Meredistribusikan sejumlah keuntungan seperti pendapatan, hak-hak, perawatan medis dan lain-lain.

 Namun, secara faktual birokrasi menghadapi sejumlah masalah yang kerap kali menjadi rintangan dalam pencapaian tujuan, diantaranya:

 * Proses pekerjaannya seringkali tidak dapat diperkirakan dan langkah yang diambil oleh Birokrasi juga terkesan lamban

 * Menunjukan favoritisme dan perlakuannya terhadap klien dan diskriminasi pada yang lain 

* Memperkejakan staff yang menunjukkan keterkaitan yang rendah terhadap standar professional dan kualitas pelayanan program 

* Mempromosikan staff berdasarkan favoritisme politis atau kriteria yang tidak professional

 * Menciptakan timbunan kertas yang tidak berguna dan tidak mampu menyesuaikan diri secara relevan dengan perkembangan sosial Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspekaspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Berbagai permasalahan / hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperbarui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). 

Dengan kata lain reformasi birokrasi adalah langkah starategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Pada intinya latar belakang reformasi birokrasi ini adalah sebagai berikut:

 a. Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) masih berlangsung hingga saat ini

b. Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik

c. Tingkat efisiensi , efektifitas dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan

 d. Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah

 e. Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah Dalam hubunganya dengan reformasi pelayanan publik, konsep reformasi birokrasi pemerintahan yang terdapat pada Undang-- Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian terutama memfokuskan kepada peningkatan kualitas SDM birokrasi dalam upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik dan bertanggung jawab.

 Beberapa kriteria birokrasi pemerintah yang diharapkan mampu melaksanakan hal itu adalah sebagai berikut:

 a. Netral, yaitu mampu melayani semua lapisan masyarakat , tanpa memihak kepada suatu kekuatan politik tertentu;

b. Profesional, yaitu memiliki kompetensi sesuai dengan bidang pekerjaannya agar dapat melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya;

 c. Berdayaguna dan berhasilguna, yaitu mampu menghasilkan sesuatu dengan sarana dan prasarana yang tersedia;

d. Transparan, yaitu mampu memberikan informasi tentang pemerintahan dan pembangunan kepada masyarakat;

 e. Bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, yaitu selalu berupaya untuk menghindarkan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat merugikan masyarakat;

 f. Menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa, untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Arah Kebijakan Reformasi Birokrasi Menurut Sedarmayanti (2007:327) arah kebijakan reformasi birokrasi dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik antara lain:

1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan -- penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktek KKN:

 a. Penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik ( good governance ) pada semua tingkat dan lini pemerintahan serta pada semua kegiatan.

 b. Pemberian sanksi yang berat bagi pelaku KKN sesuai ketentuan yang berlaku.

 c. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat

 d. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil temuan pengawasan dan pemeriksaan.

 2. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat:

 a. Penataan kembali kelembagaaan pemerintahan berdasar pola dasar dan prinsip pengorganisasian yang rasional dan objektif.

b. Perbaikan sistem ketatalaksanaan , mekanisme dan prosedur pelaksanaan tugas pada semua tingkat dan lini pemerintahan.

 c. Optimalisasi pemanfaatan EGovernment dalam pengelolaan asset / kekayaan negara dan dalam pelaksanaan tugas pelayanan kepada masyarakat.

 3. Meningkatkan kinerja aparatur negara:

 a. Perbaikan sistem manajemen dan kepegawaian negara.

 b. Perbaikan sistem perencanaan dan pengadaan pegawai.

c. Peningkatan kompetensi, kapabilitas dan profesionalitas sumber daya manusia aparatur.

 d. Penerapan sistem penghargaan dan hukuman yang adil dan proporsional.

e. Peningkatan kesejahteraan pegawai melalui perbaikan sistem remunerasi , sistem asuransi dan jaminan hari tua pegawai.

f. Penyelesaian pengalihan status pegawai honorer, pegawai harian lepas dan pegawai tidak tetap.

Pelayanan Publik Menurut Kotler (dalam Lukman , 2000:8), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Kemudian Sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Menurut Soetopo (dalam Napitupulu, 2007:164) pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Pelayanan juga dapat disebut suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara--cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003:60).

Secara umum, pelayanan dapat diartikan semua usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan , dengan demikian dalam menyajikan pelayanan hendaknya menambahkan sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti ketulusan dan integritas (Tjandra, 2005:11) Pelayanan Publik adalah sebagai pelayanan umum yang berarti kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya (Moenir, 2010:27). Pelayanan publik adalah pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan (Kurniawan, 2005:5).

Menurut Syaiful Arif (dalam Ahmad, 2008:3) mendefenisikan pelayanan publik merupakan suatu layanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini adalah suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan, pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap kelengkapan kelembagaannya. 

   Menurut Kepmenpan Nomoe 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disamping itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, menyebutkan yang dimaksud dengan pelayanaan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang--undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

   Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi publik yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik berupa barang atau jasa tanpa berorientasi yang dilakukan sesuai dengan standar dan peraturan yang telah ditetapkan. Kualitas Pelayanan Publik dilihat dari pendapat Goetsch dan Davis (dalam Ibrahim, 2008:22) kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau bahkan melebehi harapan. Kualitas pelayanan juga diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan (masyarakat), dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan / atau jasa sesuai dengan kebutuhan para pelanggan. Kualitas adalah tercapainya sebuah harapan dan kenyataan sesuai komitmen yang ditetapkan sebelumnya. kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal konsep pelayanan prima. Kualitas pelayanan publik merupakan mutu / kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan/masyarakat (meeting the needs customer). Berdasarkan dari beberapa defenisi tentang kualitas pelayanan publik diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan publik adalah keseluruhan dari karakteristik pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan (pegawai) kepada penerima layanan (publik) dalam suatu organisasi dengan mengutamakan rasa puas bagi sipenerima layanan tersebut. Agar pelayanan publik berkualitas, sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini adalah penggeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik dari semula yang berorientasi pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Dengan begitu, tak ada pintu masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan bagi peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik. Secara umum stakeholders menilai bahwa kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah; namun, dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki berbagai kelemahan.

 Berkaitan dengan hal--hal tersebut, memang sangat disadari bahwa pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain:

1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.

 2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.

3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.

 4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya , sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.

 5. Bikrokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada um umnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

 7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perizinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan. Kualitas pelayanan publik yang baik menjamin keberhasilan pelayanan tersebut, sebaiknya kualitas yang rendah kurang menjamin keberhasilan pelayanan publik tersebut.

 Keadaan ini menyebabkan setiap negara berusaha meningkatkan kualitas pelayanan publiknya. Kenyataan di lapangan pelayanan publik di Indonesia menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh birokrat kita sangat rumit, prosedural, berbelit belit lama, boros atau tidak efisien dan efektif serta menyebalkan. Adanya struktur dan fungsi birokrasi yang overlapping menyebabkan tidak efisien serta tanggung jawab yang tidak jelas. Ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun