Mohon tunggu...
Ahmad Manarul Akhyar
Ahmad Manarul Akhyar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobi saya ialah membaca buku. Selain itu, saya gemar membahas tentang dunia politik, sastra, agama, dan kemajuan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Radikalisme dalam Kehidupan antar Umat Beragama

4 Juli 2023   23:07 Diperbarui: 4 Juli 2023   23:21 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya kita terikat dengan satu istilah yang disebut agama. Apa itu agama? Secara umum, agama dapat diartikan sebagai kepercayaan terhadap adanya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa selaku penguasa alam semesta ini. Agama merupakan pedoman hidup yang berisikan aturan tentang berbagai hal; diantaranya keimanan dan ketauhidan, cara beribadah, hubungan dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan, dan masih banyak yang lainnya. Semua itu merupakan jalan agar kita tidak tersesat serta mempunyai arah dalam kehidupan ini.

Terdapat macam-macam agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, namun yang diakui di Indonesia hanya 6 agama yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Masing-masing agama juga memiliki kitab sucinya sendiri. Seperti Islam dengan kitab sucinya yaitu Al-Qur’an, Kristen Katolik dan Protestan dengan kitab sucinya yaitu Alkitab, Hindu dengan kitab sucinya yaitu Weda, Budha dengan kitab sucinya yaitu Tripitaka, serta Konghucu dengan kitab sucinya yaitu Si Shu dan Wu Jing. 

Semua yang diajarkan dalam kitab suci pada masing-masing agama tentu tidak ada yang mengajarkan tentang keburukan ataupun kekerasan terhadap umat beragama lainnya, akan tetapi secara umum mengajarkan tentang kebaikan dan kedamaian.

Akan tetapi, pemikiran setiap orang dalam memahami dan memaknai konsep agama tentu bisa berbeda. Bagi orang yang bisa memahami dan memaknai konsep agama dengan baik, pasti ia akan bersikap toleransi dan menghargai setiap perbedaan yang ada, serta tidak akan melakukan aksi kekerasan terhadap umat agama yang lainnya. 

Namun berbeda dengan orang yang salah memaknai dan memahami konsep agama, kemungkinan besar ia akan bersikap radikalisme dan bahkan menyerang umat beragama lainnya, contoh yang pernah terjadi di Indonesia yaitu aksi penyerangan fisik, penyiksaan, serta pembunuhan terhadap tokoh agama. Kemudian aksi perusakan rumah ibadah pun kerap terjadi di Indonesia. Semua itu berakar pada salahnya memaknai dan memahami konsep agama yang dianut.

Diantara kasus penyerangan terhadap tokoh agama itu seperti yang terjadi pada seorang pastor yang bernama Romo Prier. Kejadian ini terjadi pada pukul 07.30 WIB sekitar tahun 2018. Kejadian ini bermula saat jemaat tengah melakukan kegiatan ibadah Misa pagi di Gereja St Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta. Tiba-tiba seorang pria bersenjata tajam masuk ke dalam gereja dan melakukan aksi penyerangan. Pria tersebut menghunuskan pedang lalu berusaha menyabet siapa pun yang berada di dekatnya.

Pria tersebut kemudian melukai kepala Romo Prier yang sedang memimpin kegiatan Misa pagi menggunakan pedangnya. Akibat dari aksi penyerangan tersebut, Pastor Romo Prier harus menjalani perawatan intensif di RS Panti Rapih, Yogyakarta. Selain Romo Prier, setidaknya ada 3 korban lainnya yaitu Yohannes Trianto, Munir, dan Martinus Budijono. Diduga terjadinya penyerangan itu merupakan amaliyah yang dipahami oleh pelaku dengan menyerang orang kafir dalam versi radikalnya. Dari kasus ini, kita bisa mengambil kesimpulan betapa bahayanya ketika seseorang salah memaknai dan memahami konsep agama yang dianutnya.

Selain kasus di atas, penyerangan terhadap ustadz-ustadz juga sering kita temui. Biasanya pelaku melakukan aksi tersebut ketika korban sedang memimpin sholat berjamaah (menjadi imam) di masjid atau mushola pada daerahnya masing-masing. Kemudian pelaku datang secara tiba-tiba dan langsung melancarkan aksinya dengan menggunakan senjata tajam. Setelah pelaku melancarkan aksinya, sebagian pelaku ada yang berhasil ditangkap. Namun tidak sedikit juga pelaku yang berhasil melarikan diri atau kabur. 

Beberapa pelaku yang berhasil ditangkap kemudian diperiksa oleh pihak yang berwenang. Namun sebagian besar hasil pemeriksaan yang dilakukan menunjukkan bahwa pelaku melakukan aksi penyerangan tersebut dikarenakan pelaku mengalami kondisi gangguan kejiwaan (ODGJ). Akan tetapi yang jadi pertanyaannya ialah mengapa harus ustadz-ustadz yang menjadi sasaran atau target penyerangan? Masa iya pelaku yang katanya mengalami kondisi gangguan kejiwaan tersebut bisa dengan cerdas memilih target korbannya? Tentu menurut saya ada kejanggalan disini. 

Seharusnya jika pelaku tersebut mengalami kondisi gangguan kejiwaan, pelaku bisa saja menyerang siapa pun tanpa memandang posisi atau jabatan orang tersebut. Padahal kalau dilihat dari posisinya, seorang imam tentu berada di depan makmum yang jumlahnya tidak sedikit. Otomatis posisi sang imam tertutupi oleh makmum. Akan tetapi mengapa harus sang imam yang menjadi target atau sasaran penyerangan? Dari sekian banyak makmum yang menutupi imam, tidak ada satu pun makmum yang mengalami penyerangan tersebut.

Selain kasus penyerangan terhadap tokoh agama, konflik antar umat beragama seperti perusakan tempat ibadah pun kerap terjadi di Indonesia. Padahal dalam agama manapun, tidak ada yang mengajarkan bahkan memerintahkan untuk merusak tempat ibadah. Sehingga hal ini tentunya sangat bertentangan dengan ajaran agama manapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun