Data merupakan salah satu masalah utama yang timbul dari penggunaan RME adalah perlindungan data pasien. Data medis mengandung informasi pribadi yang sangat sensitif, termasuk riwayat kesehatan, hasil tes genetik, bahkan informasi mental dan emosional. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah, seperti peretas atau pihak yang tidak berwenang, bisa berdampak buruk pada pasien. Maka dari itu, masalah privasi dan keamanan data menjadi hal yang sangat krusial.Â
Sistem RME harus dirancang dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi untuk mencegah akses tidak sah dan kebocoran data. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, ancaman keamanan juga semakin canggih. Serangan siber dapat membahayakan kerahasiaan data pasien dan menimbulkan konsekuensi yang serius, baik bagi individu maupun institusi kesehatan. Selain keamanan data, isu etika lainnya yang perlu diperhatikan adalah kepemilikan data. Siapa yang memiliki hak atas data kesehatan pasien? Apakah pasien memiliki hak penuh untuk mengakses dan mengontrol datanya? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi semakin relevan dalam konteks pengobatan personalisasi, di mana data genetik memiliki nilai komersial yang tinggi.Â
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan regulasi yang komprehensif dan penegakan hukum yang tegas. Regulasi harus mengatur aspek-aspek seperti pengumpulan, penyimpanan, penggunaan, dan pembagian data pasien. Selain itu, perlu dibangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi data pribadi dan hak-hak pasien. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia, misalnya, mewajibkan penyedia layanan kesehatan untuk menjaga kerahasiaan data pasien. Namun, meskipun sudah ada regulasi yang ketat, ancaman kebocoran data tetap ada, mengingat banyaknya pihak yang terlibat dalam sistem informasi medis, mulai dari rumah sakit hingga pihak ketiga yang menawarkan layanan teknologi kesehatan. Beberapa studi menunjukkan bahwa meskipun banyak rumah sakit yang telah mengadopsi sistem RME, tidak semua dari mereka memiliki infrastruktur keamanan data yang memadai. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Medical Internet Research (2021) menunjukkan bahwa sistem RME yang rentan terhadap peretasan dapat mengakibatkan kebocoran data pribadi pasien yang sangat sensitif (Ravikumar et al., 2021). Dalam kesimpulan, jejak digital dalam RME merupakan realitas yang tidak dapat dihindari dalam era pengobatan personalisasi. Namun, dengan perencanaan yang matang, penerapan teknologi keamanan yang canggih, serta regulasi yang memadai, kita dapat memanfaatkan potensi RME untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan tanpa mengorbankan privasi dan keamanan data pasien. Â
Kebijakan dan Regulasi
Regulasi yang jelas diperlukan mengenai penggunaan rekam medis elektronik untuk memaksimalkan manfaat RME sambil meminimalkan risiko etika. Di Indonesia misalnya, belum ada regulasi spesifik mengenai RME berbasis cloud meskipun potensi manfaatnya besar. Peraturan ini harus mencakup:Â
* Standar keamanan Data menetapkan protokol keamanan untuk melindungi informasi medis pasien dari orang yang tidak berhak.Â
* Pedoman Etika Penggunaan Data mengembangkan standar etika untuk penggunaan data pasien dalam praktik klinis dan penelitian.Â
* Pelatihan Untuk Tenaga Medis tenaga medis harus mempelajari tentang penggunaan RME dan etika terkait untuk memastikan mereka memahami tanggung jawab mereka dengan baik. Â
RME dapat meningkatkan kualitas perawatan kesehatan melalui pengobatan personalisasi jika digunakan dengan benar. Namun, penting untuk memperhatikan etika dan peraturan untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan dengan aman dan adil bagi semua pasien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H