Dalam satu dekade terakhir, tren penonton film Indonesia terus meningkat. Dua dekade lalu, film dengan satu juta penonton sudah dianggap fenomenal.Â
Film Indonesia yang tercatat pertama kali meraih satu juta penonton adalah Nagabonar Jadi 2 dengan perolehan 1.246.174 penonton. Film ini menjadi film terlaris tahun 2007 dengan meraih penjualan tiket sebanyak 2,4 juta penonton. Meskipun begitu, film Indonesia yang sebenarnya meraih sejuta penonton adalah Petualangan Sherina yang rilis tahun 2000, hanya saja tidak tercatat.
Ayat-Ayat Cinta sempat menjadi film Indonesia terlaris sepanjang masa setelah mencatat 3.676.135 penonton sebelum dikalahkan Laskar Pelangi pada tahun yang sama dengan perolehan 4.719.453 penonton. Rekor tersebut kemudian dipatahkan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 pada 2016 dengan pencapaian 6.858.616 penonton.
Meski sempat terpuruk selama pandemi Covid-19, film Indonesia bangkit kembali. KKN di Desa Penari tahun 2022 menjadi film terlaris sepanjang masa dengan 10.061.033 penonton. Tahun 2024 ini posisinya nyaris digeser oleh film komedi Agak Laen yang akhirnya harus terhenti di 9.125.188 penonton. Tren positif ini menunjukkan potensi besar perfilman Indonesia di masa depan.
Film Indonesia berhasil mencatatkan prestasi luar biasa dengan total 60 juta penonton hingga September 2024, mengalahkan film asing yang hanya mencapai 35 juta. Ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah film Indonesia menembus angka tersebut, tertinggi sejak 1926. Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik dan Media dari Kemendikbudristek, melalui Instagram. Mahendra mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas dukungan mereka terhadap perfilman Indonesia.
Momentum ini semakin terasa seiring dengan akan dilangsungkannya Kongres XV KFT tanggal 2 & 5 Desember 2024, di mana salah satu upaya KFT adalah menjadikan film Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri.Â
Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dalam The Weekly Brief with Sandi Uno, di Jakarta, Senin (1/7/2024), mengatakan bahwa film Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sandiaga menjelaskan 60 persen lebih dari layar Indonesia diisi oleh film-film Indonesia.
Dalam konteks ini, KFT memiliki peran strategis dalam memperkuat identitas, kualitas, dan keberagaman film Indonesia. Berikut adalah beberapa aspek penting yang menggambarkan bagaimana KFT dapat memanfaatkan momentum tersebut.
Pertama, mengangkat cerita lokal ke permukaan. KFT memiliki kesempatan untuk menggali kekayaan budaya dan cerita lokal dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan mengangkat tema yang dekat dengan kehidupan masyarakat, KFT dapat menciptakan film yang relevan dan menarik perhatian penonton.
Beberapa film Indonesia yang kental dengan budaya tradisional berhasil menjadi box office atau bahkan mendapatkan penghargaan prestisius sebagai yang terbaik. Laskar Pelangi (2008) yang mengangkat budaya Belitong menjadi film Indonesia pertama yang berhasil tembus 4 juta lebih penonton. Prestasi sebagai film Indonesia terlaris bertahan selama 8 tahun lamanya.
Film biografi Athirah (2016) yang mengikuti kehidupan wanita Bugis, ibu dari mantan wakil presiden Jusuf Kalla, sukses memboyong 6 Piala Citra, yaitu Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis Skenario Adaptasi Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, Penata Artistik Terbaik, dan Penata Busana Terbaik. Â
Yowis Ben yang mayoritas filmnya menggunakan bahasa Jawa berhasil mencapai box office hingga melahirkan trilogi. Film Ngeri-Ngeri Sedap (2022) yang mengangkat budaya Batak merupakan film Indonesia kedua yang bergenre komedi yang masuk ke Oscar, setelah Nagabonar (1986). Semua ini bukti jika kekayaan budaya dan cerita lokal kita punya nilai jual dan layak mendapatkan penghargaan tinggi.Â
Kedua, meningkatkan kualitas produksi. Kemajuan teknologi dalam produksi film memungkinkan KFT untuk meningkatkan kualitas visual dan naratif dari film Indonesia.Â
Penggunaan peralatan canggih, efek visual, dan teknik pengambilan gambar yang modern dapat menghasilkan film berkualitas tinggi yang mampu bersaing di tingkat internasional.Â
Sebagai langkah inisiatif misalnya dengan mengadakan workshop dan pelatihan untuk para sineas muda tentang penggunaan teknologi terbaru. Selain juga berkolaborasi dengan profesional internasional untuk memperkaya pengalaman dan pengetahuan dalam produksi.
Ketiga, distribusi yang lebih luas. Dengan berkembangnya platform streaming dan digital, KFT memiliki peluang untuk mendistribusikan film Indonesia lebih luas. Ini tidak hanya menjangkau penonton di dalam negeri, tetapi juga membuka peluang untuk pasar internasional.Â
Strategi yang bisa diambil adalah membuat kemitraan dengan platform streaming lokal dan internasional. Juga mengadakan festival film untuk memperkenalkan karya-karya Indonesia kepada audiens global.
Keempat, memperkuat dukungan untuk film lokal. KFT dapat berperan aktif dalam mempromosikan film lokal dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mendukung perfilman Indonesia.Â
Melalui berbagai kegiatan seperti pemutaran film, diskusi, dan kampanye media sosial, KFT dapat membangun rasa bangga terhadap karya anak bangsa. Misalnya dengan kampanye #DukungFilmIndonesia yang mengajak masyarakat untuk menonton dan berbagi pengalaman menonton film lokal.
Kelima, kolaborasi dengan pemerintah dan lembaga pendidikan. Kerja sama antara KFT, pemerintah, dan lembaga pendidikan sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri film.Â
Melalui program pendidikan, KFT dapat menciptakan generasi baru sineas yang siap bersaing di industri. Misalnya dengan mengadakan seminar dan workshop tentang perfilman di sekolah-sekolah dan universitas. Juga membentuk kemitraan dengan pemerintah untuk mendapatkan dukungan dalam hal regulasi dan pendanaan.
Kembali ke Kongres XV, kepengurusan KFT periode 2019 -- 2024 telah berakhir. Sesuai amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan ART), bahwa kepengurusan dipilih pada Kongres KFT berikutnya, sebagai forum tertinggi organisasi. Kongres nanti menetapkan tata aturan dan tata kelola organisasi serta program kerja organisasi.
Kongres dan momentum film Indonesia sebagai tuan rumah ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Dengan kolaborasi yang solid antara berbagai pihak, film Indonesia dapat semakin diakui dan diterima di hati masyarakat, serta mampu bersaing di kancah internasional.Â
Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, KFT dan seluruh ekosistem perfilman Indonesia dapat memastikan bahwa film Indonesia tidak hanya sekadar tontonan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan kebanggaan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H