Budaya mandi di masyarakat Islam selama Abad Pertengahan, memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kebiasaan mandi di Eropa. Dalam Islam, kebersihan adalah bagian penting dari ajaran agama.Â
Mandi junub (setelah berhubungan seksual atau setelah menstruasi) dan wudhu (ritual membasuh diri sebelum shalat) dianggap sebagai kewajiban. Konsep 'taharah' (bersuci) sangat ditekankan dalam Al-Qur'an dan hadis, menjadikan kebersihan sebagai bagian integral dari praktik keagamaan.
Pemandian umum, atau hammam, merupakan tempat penting dalam budaya Islam. Hammam berfungsi sebagai tempat untuk mandi, bersosialisasi, dan relaksasi. Mereka biasanya memiliki sistem pemanas dan dirancang untuk memberikan pengalaman mandi yang nyaman.Â
Masyarakat Islam umumnya memiliki akses yang lebih baik terhadap air bersih, terutama di daerah-daerah yang memiliki sumber mata air atau sistem irigasi yang baik.
Mandi lebih sering dilakukan dalam budaya Islam. Praktik kebersihan rutin adalah norma, dan mandi secara teratur dianggap sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Banyak umat Islam yang juga mandi sebelum melakukan shalat, menjadikan kebersihan sebagai prioritas.
Adapun di Eropa, kebersihan tidak selalu dipandang sebagai hal yang penting. Mandi jarang dilakukan dan sering dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan. Ketakutan akan penyakit sering kali membuat orang menghindari mandi, dengan anggapan bahwa mandi bisa membuka pori-pori dan memperbolehkan penyakit masuk ke tubuh.
Pemandian umum ada, tetapi tidak seumum dan tidak sebaik hammam di masyarakat Islam. Pemandian sering kali tidak terjaga kebersihannya. Akses terhadap air bersih menjadi kendala, dan banyak orang yang tinggal di daerah pedesaan tidak memiliki fasilitas untuk mandi secara teratur.
Sebagian besar masyarakat Eropa mandi jarang, dengan kebiasaan mandi musiman yang umum, sering kali hanya beberapa kali dalam setahun. Ini berbeda jauh dengan praktik umat Islam yang lebih sering.
Secara keseluruhan, budaya mandi dalam masyarakat Islam pada Abad Pertengahan jauh lebih terstruktur dan dianggap sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari dan praktik keagamaan.
 Sebaliknya, di Eropa, meskipun ada beberapa kesadaran akan pentingnya kebersihan, praktik mandi tidak seumum dan tidak seintensif seperti di kalangan umat Islam. Perbedaan ini mencerminkan nilai-nilai budaya dan agama yang mendasari kedua masyarakat tersebut.
Kebiasaan mandi yang jarang juga ada di kalangan raja dan ratu Eropa pada masa itu. Banyak aristokrat lebih memilih cara lain untuk menjaga kebersihan, seperti penggunaan parfum dan salep. Seiring waktu, kesadaran akan pentingnya kebersihan pribadi mulai meningkat, terutama di era Renaisans dan seterusnya.
Lalu bagaimana dengan sabun mandi? Perkembangan sabun selama Abad Pertengahan di dunia Islam dan Eropa memiliki jalur yang berbeda. Zaman Keemasan Islam (sekitar abad ke-8 hingga ke-14) merupakan periode penting bagi ilmu pengetahuan dan teknologi.Â
Para ilmuwan Muslim seperti al-Razi dan Ibn Sina melakukan penelitian mendalam tentang kimia, termasuk proses pembuatan sabun. Mereka menemukan bahwa sabun dapat dibuat dari lemak hewani dan minyak nabati yang dicampur dengan alkali. Ini menghasilkan sabun yang lebih halus dan berkualitas.
Kebiasaan mandi dan pentingnya kebersihan diperkuat melalui adanya hammam, atau pemandian umum, yang menjadi pusat sosial dan kebersihan di masyarakat Muslim. Di sini, sabun digunakan secara luas, dan produk-produk sabun mulai diperdagangkan.
Di dunia Islam, sabun sering ditambahkan dengan minyak esensial dan bahan aromatik, meningkatkan nilai dan popularitasnya. Produk-produk ini tidak hanya berfungsi untuk membersihkan, tetapi juga memberikan pengalaman menyenangkan.
Adapun di Eropa, praktik pembuatan sabun selama Abad Pertengahan lebih sederhana dan kurang terorganisir dibandingkan dengan di dunia Islam. Sabun sering dibuat dari lemak hewani dan abu kayu, tetapi kualitasnya tidak sebaik sabun yang diproduksi di dunia Islam.
Masyarakat Eropa pada masa itu memiliki pandangan yang berbeda tentang kebersihan. Mandi tidak selalu dianggap penting, dan penggunaan sabun sering kali terbatas. Kebiasaan mandi yang jarang berkontribusi pada stereotip tentang kebersihan di kalangan aristokrasi.
Pada akhir Abad Pertengahan, pengetahuan dan teknik pembuatan sabun dari dunia Islam mulai memasuki Eropa, terutama melalui perdagangan dan pertemuan budaya, membantu meningkatkan kualitas dan variasi sabun yang diproduksi di Eropa.
Dengan kemajuan teknologi pada abad ke-18 dan ke-19, pembuatan sabun di Eropa menjadi lebih efisien. Penemuan proses saponifikasi yang lebih baik dan penggunaan bahan tambahan seperti pewarna dan wewangian membawa perubahan signifikan dalam industri sabun.
Perkembangan sabun di dunia Islam selama Abad Pertengahan menunjukkan inovasi yang signifikan dan pengakuan terhadap pentingnya kebersihan. Sementara itu, Eropa, yang awalnya memiliki kebiasaan mandi yang kurang baik, mulai beradaptasi dengan pengetahuan yang berasal dari dunia Islam.Â
Proses pertukaran budaya ini tidak hanya meningkatkan praktik kebersihan tetapi juga memperkaya industri sabun secara keseluruhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI