Selama beberapa minggu berikutnya, Dr. Malik mengajak Dira mencoba berbagai kegiatan. Mereka melukis, berkebun, dan bersepeda. Dalam prosesnya, Dira mulai menemukan kembali kebahagiaan yang sempat hilang. Setiap tawa, setiap goresan warna di kanvas, memberikan Dira kenangan baru yang tidak kalah berharga.
Suatu sore, saat mereka berkumpul di taman, Dira mengamati langit senja. Dia merasa sesuatu dalam dirinya mulai pulih. "Dr. Malik, apa mungkin saya bisa belajar dari kenangan buruk saya?" tanya Dira, penuh harap.
"Tentu saja. Kenangan itu akan selalu ada, tetapi cara kita melihatnya yang menentukan," jawabnya sambil tersenyum.
Dira pun siap menghadapi masa depan. Ia belajar bahwa hidup tidak selalu tentang melupakan, tetapi tentang mengingat dan melanjutkan. Dira tidak mau lagi terperangkap dalam kenangan buruk. Dira memeluk tantenya, yang kini ia kenali kembali, dan berkata, "Terima kasih, Tante. Aku siap untuk melanjutkan hidupku."
Nita tersenyum, pelukan mereka menjadi tanda bahwa mereka berdua telah menemukan jalan kembali satu sama lain. Dalam perjalanan yang penuh liku, Dira akhirnya mengerti bahwa meski kenangan buruk tidak bisa dihapus, mereka bisa menjadi bagian dari cerita hidupnya yang lebih indah.
TAMAT
"Jika saatnya tiba, sedih akan menjadi tawa, perih akan menjadi cerita, kenangan akan menjadi guru, rindu akan menjadi temu, kau dan aku akan menjadi kita." - Fiersa Besari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H