Di kamarnya, Dira berdiri menghadap cermin. Bayangannya mencerminkan seorang gadis remaja yang tampak kehilangan---matanya kosong, senyumnya jarang muncul. Tak jauh darinya, tantenya, Nita, memperhatikan dengan cemas. Kecelakaan itu terjadi bertahun-tahun lalu, tetapi efeknya seolah menghantui setiap langkah Dira.
Kecelakaan mobil itu menewaskan kedua orangtuanya. Dira yang masih kecil terjebak dalam kesedihan, merindukan pelukan hangat dan tawa riang yang pernah mengisi rumahnya. Kini, di rumah tantenya yang penuh kenangan, kesunyian seringkali menggantikan suara ceria. Nita, meski berusaha sekuat tenaga, tidak bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan.
Suatu malam, setelah melihat Dira duduk melamun di depan jendela, Nita memutuskan untuk bertindak. "Dira, aku tahu kamu masih berjuang dengan kesedihanmu. Ada sebuah perusahaan yang mungkin bisa membantumu," katanya, harap-harap cemas.
Keesokan harinya, mereka tiba di gedung futuristik yang menjulang tinggi, penuh cahaya neon dan suara mesin yang menderu. Di dalam, mereka disambut oleh seorang konsultan ramah yang menjelaskan tentang alat bernama 'Memory Cleaner'. "Dengan alat ini, semua kenangan buruk bisa dihapus, memberi Anda kesempatan untuk memulai dari awal," ujarnya, menatap Dira dengan penuh harapan.
Dira mengangguk, rasa ingin tahunya mulai tumbuh. Namun, di dalam hatinya, ada rasa takut. Apakah menghapus kenangan itu benar-benar solusi? Nita, melihat keraguan di wajah Dira, membujuknya. "Ini mungkin yang kamu butuhkan, Sayang. Hidupmu bisa lebih baik tanpa beban itu."
Akhirnya, Dira setuju. Proses penghapusan berlangsung dengan cepat. Dalam sekejap, semua ingatan akan kecelakaan, kesedihan, dan kehilangan pun lenyap. Dira merasakan beban yang terangkat, tetapi saat ia membuka mata, dunia terasa asing. Kenangan-kenangan indah yang pernah ada---bersama orangtuanya, momen-momen bahagia dengan tantenya---juga lenyap!
Ketika Dira pulang, ia melihat Nita, tetapi tidak merasakan ikatan yang pernah ada. "Siapa kamu?" tanya Dira dengan nada bingung. Nita tertegun, air mata mengalir di pipinya. Dira telah kehilangan semua yang berarti...
Nita, putus asa, memutuskan untuk membawa Dira ke seorang psikolog, Dr. Malik. "Dia bisa membantumu mengatasi semua ini," katanya penuh harap. Di dalam ruang praktik yang tenang, Dr. Malik memulai sesi dengan lembut. "Dira, setiap orang memiliki kenangan buruk. Menghapusnya bukanlah solusi, karena kenangan adalah bagian dari siapa kita. Mereka mengajarkan kita untuk tumbuh."
Dira menatap Dr. Malik dengan bingung. "Tapi kenangan itu menyakitkan. Mengapa kita harus mengingatnya?"
"Karena dari setiap kesedihan, kita bisa belajar. Kenangan buruk bisa menjadi penguat. Mereka membentuk karakter kita," jawab Dr. Malik, berusaha menanamkan keyakinan. "Mari kita fokus untuk menciptakan kenangan baru yang indah. Kita bisa melakukan banyak hal bersama."
Selama beberapa minggu berikutnya, Dr. Malik mengajak Dira mencoba berbagai kegiatan. Mereka melukis, berkebun, dan bersepeda. Dalam prosesnya, Dira mulai menemukan kembali kebahagiaan yang sempat hilang. Setiap tawa, setiap goresan warna di kanvas, memberikan Dira kenangan baru yang tidak kalah berharga.
Suatu sore, saat mereka berkumpul di taman, Dira mengamati langit senja. Dia merasa sesuatu dalam dirinya mulai pulih. "Dr. Malik, apa mungkin saya bisa belajar dari kenangan buruk saya?" tanya Dira, penuh harap.
"Tentu saja. Kenangan itu akan selalu ada, tetapi cara kita melihatnya yang menentukan," jawabnya sambil tersenyum.
Dira pun siap menghadapi masa depan. Ia belajar bahwa hidup tidak selalu tentang melupakan, tetapi tentang mengingat dan melanjutkan. Dira tidak mau lagi terperangkap dalam kenangan buruk. Dira memeluk tantenya, yang kini ia kenali kembali, dan berkata, "Terima kasih, Tante. Aku siap untuk melanjutkan hidupku."
Nita tersenyum, pelukan mereka menjadi tanda bahwa mereka berdua telah menemukan jalan kembali satu sama lain. Dalam perjalanan yang penuh liku, Dira akhirnya mengerti bahwa meski kenangan buruk tidak bisa dihapus, mereka bisa menjadi bagian dari cerita hidupnya yang lebih indah.
TAMAT
"Jika saatnya tiba, sedih akan menjadi tawa, perih akan menjadi cerita, kenangan akan menjadi guru, rindu akan menjadi temu, kau dan aku akan menjadi kita." - Fiersa Besari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H