Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelucon Terakhir

2 Oktober 2024   16:44 Diperbarui: 2 Oktober 2024   16:45 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sekarang, sebelum kalian beranjak, saya punya satu lelucon terakhir... dan ini benar-benar terakhir, karena saya sudah tidak punya lagi! Setelah ini, saya tidak akan muncul lagi. Jadi, lelucon terakhir saya adalah... selamat tinggal! Terima kasih telah menjadi bagian dari hidup saya."

Penonton tertawa dan bertepuk tangan dengan riuh. Saat tawa dan tepuk tangan mereka mulai melambat, Joko merasakan kesedihan yang mendalam. Ia menatap kerumunan wajah-wajah yang penuh harapan. Kemudian, perlahan-lahan, ia ambruk, tubuhnya jatuh ke tanah. Suara tawa yang sebelumnya riuh seketika menghilang.

Semua orang terdiam, menatap Joko yang tergeletak di panggung. Kecemasan mulai menyelimuti alun-alun. Seorang gadis berlari ke panggung, mencoba membangunkannya, tetapi tidak ada respons. Hati setiap penduduk desa bergetar; mereka tahu bahwa lelucon terakhir Joko adalah yang paling menyedihkan.

Dalam keheningan yang mencekam, mereka menyadari bahwa Joko telah pergi. Rasa kehilangan menyelimuti, dan tawa yang sebelumnya mengisi udara kini digantikan oleh air mata. Mereka merindukan pelawak yang telah menghibur mereka, seorang sahabat yang selalu menghadirkan senyuman di wajah mereka.

Di tengah kerumunan, seorang pemuda berdiri, bergetar, dan mulai bercerita tentang bagaimana Joko selalu membuatnya tertawa, bagaimana lelucon-lelucon Joko menjadi penyejuk di saat-saat sulit. Satu per satu, orang-orang mulai berbagi kenangan mereka, mengenang momen indah yang telah dibagikan oleh Joko. Tawa yang tak lagi terdengar kini berganti dengan cerita-cerita penuh kasih.

Malam itu, mereka menguburkan Joko di bawah pohon beringin yang rimbun di tengah desa, tempat di mana ia sering menghibur. Dalam hening malam, satu persatu mereka mengucapkan selamat tinggal dengan penuh rasa syukur. Joko mungkin telah pergi, tetapi lelucon dan senyumannya akan terus hidup di dalam hati mereka.

Lelucon terakhir Joko tidak hanya menjadi pamit, tetapi sebuah perayaan kehidupan yang penuh cinta dan kenangan. Meskipun Joko telah menutup tirai pertunjukan, warisan keceriaannya akan selalu ada di desa itu, mengingatkan semua orang bahwa tawa adalah jembatan yang menghubungkan hati kita, bahkan di saat-saat paling kelam sekalipun.

TAMAT

"Rasa humor adalah bagian dari seni kepemimpinan, bergaul dengan orang lain, menyelesaikan sesuatu." - Dwight D. Eisenhower.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun