Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku adalah Pemuda Itu

22 September 2024   07:17 Diperbarui: 22 September 2024   07:22 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, Yasmin melangkah terburu-buru melewati gang gelap yang menganga, sebuah labirin tanpa cahaya. Hujan mengguyur, menciptakan genangan yang mengkilap di bawah cahaya remang-remang. Jantungnya berdebar, dan saat langkahnya terhenti, dua sosok lelaki muncul dari kegelapan, senyum mereka penuh niat jahat.

"Hey, cantik! Mau ke mana malam-malam begini?" salah satu dari mereka mengejek, langkahnya mendekati Yasmin, menghalangi jalannya.

Yasmin menelan ludah, ketakutan merayap di tubuhnya. Dua preman itu saling bertukar pandang, tawa mereka mengisi udara malam. "Kita cuma ingin berbincang sedikit. Kenapa kau terburu-buru?" tanya yang lain, melangkah lebih dekat.

Yasmin merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia berusaha mundur, tetapi mereka terus mendekat. "Jangan takut, sayang. Kami hanya ingin bersenang-senang," suara salah satu preman penuh ancaman.

Rasa panik menyelimuti Yasmin. Dia tahu harus segera pergi dari tempat itu, namun kaki terasa berat. Dalam kegelapan, dia merindukan cahaya, berharap seseorang datang menyelamatkannya.

Tiba-tiba, dari balik bayangan, seorang pemuda muncul. Tubuhnya tegap, dan tatapannya tajam. "Hei, lepaskan dia!" teriaknya, suaranya menggema penuh keberanian.

Dua preman itu menatap pemuda dengan keraguan, lalu beralih kembali kepada Yasmin. "Kau ini siapa? Mau jadi pahlawan?" salah satu dari mereka merendahkan.

Tanpa ragu, pemuda itu melangkah maju, menghadapi mereka. Sebuah pertarungan tak terelakkan pun terjadi. Yasmin terbelalak, menyaksikan sosok yang berani itu melawan kedua preman. Dengan gerakan cepat, pemuda itu menghindari serangan tangan kasar mereka, membalas dengan pukulan dan tendangan yang membuat lawan-lawan itu terhuyung.

Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, kedua preman itu melarikan diri, ketakutan menggurat di wajah mereka. Pemuda itu berdiri di tengah gang, nafasnya terengah-engah, namun senyumnya menyejukkan suasana. Yasmin tak bisa berkata-kata; rasa syukur dan kekaguman menyelimuti hatinya.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya pemuda itu, mendekatinya. Dalam cahaya redup, Yasmin bisa melihat kepedulian dalam tatapan matanya.

"Ya, terima kasih," jawab Yasmin, suaranya bergetar. "Kau menyelamatkanku."

Pemuda itu mengangguk, seolah memahami beratnya beban yang baru saja terangkat. Lalu, tanpa kata-kata lebih, ia menghilang ke dalam malam, membiarkan Yasmin tertegun dalam keheningan.

Bertahun-tahun kemudian, Yasmin melanjutkan hidupnya, menikah dan memiliki seorang anak lelaki bernama Imam. Sejak kecil, Imam sudah menunjukkan kecerdasan yang tak biasa. Di usianya yang belia, ia mampu memecahkan teka-teki rumit dan berbincang tentang hal-hal yang sering kali membingungkan orang dewasa. Namun, ada satu hal yang membuat Yasmin terkejut: sikapnya yang seolah menyimpan banyak rahasia.

Suatu sore, saat mereka duduk di ruang tamu, Imam menatap Yasmin dengan tatapan yang dalam. "Ibu," katanya, suaranya penuh keyakinan. "Aku seorang time traveller dari masa depan."

Yasmin tertegun, merasakan jantungnya berdebar. "Imam, kau bercanda, kan? Time traveller hanya ada di film dan dongeng."

"Tidak, Bu. Aku serius. Aku bisa kembali ke masa lalu," jawab Imam, tanpa ragu.

"Jadi, kau bisa memberitahuku tentang apa yang akan terjadi?" Yasmin bertanya, setengah ingin percaya, setengah meragukan.

Imam mengangguk. "Ada hal penting yang ingin kau ketahui. Tentang malam itu, ketika Ibu hampir dibegal."

Jantung Yasmin bergetar. "Apa maksudmu? Bagaimana kau bisa tahu tentang malam itu?"

Imam tersenyum, matanya berbinar. "Karena aku ada di sana, Bu. Aku yang menyelamatkan Ibu."

Yasmin terdiam, hatinya bergetar. Dalam sekejap, bayangan malam gelap itu muncul kembali---pemuda yang berani, sosok yang memberinya harapan di tengah ketakutan. "Jadi, kamu mengatakan bahwa kamu adalah...?"

"Ya, Bu. Aku adalah pemuda itu."

TAMAT

"Kita memiliki kekuatan dahsyat yang tidak kita sadari." -- Merry Riana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun