Sahrul selalu punya pandangan yang tajam. Usianya boleh sudah kepala empat, tapi matanya masih memeluk dunia dengan cara yang sama ketika ia masih muda. Kantornya penuh dengan gadis-gadis belia yang kerap kali memancing senyum tipis di sudut bibirnya. Namun, zaman bermain-main sudah jauh berlalu. Sahrul kini setia pada Ella, meskipun bibirnya tak lagi mampu mengeluarkan pujian yang dulu pernah membuat istrinya tersipu.
Ella, perempuan yang telah menemaninya hampir separuh hidup, kini memasuki usia senja dengan kecantikan yang masih menyisakan jejak masa mudanya. Sahrul terkadang melihatnya dari sudut mata dan seketika teringat betapa dulu ia selalu memujinya. Namun, kini ada jarak yang tak kasatmata. Kehidupan berjalan, tetapi pujian terhenti. Bukan karena cinta pudar, hanya saja kata-kata itu seolah hilang ditelan usia. Mereka hidup dalam keheningan yang nyaman, meski di sana-sini ada kerinduan yang tak tersampaikan.
Ella tetap menjaga dirinya. Tubuhnya masih ramping, kulitnya meski tak lagi sekenyal dulu, tetap bersih terawat. Bahkan, beberapa orang masih sering salah menilai usianya. Salah satunya Angga, pemuda yang baru saja membuka kios buah di pasar dekat rumah mereka. Angga, dengan senyum lebar dan obrolan yang mengalir lancar, kerap memuji Ella setiap kali perempuan itu mampir membeli buah.
"Bu, ibu ini masih cantik banget. Saya kira paling usia 35-an," katanya suatu hari dengan tatapan yang terlalu lama hinggap di wajah Ella.
Ella hanya tersenyum, tidak menanggapi. Mungkin karena ia sudah terbiasa dengan pujian seperti itu di masa mudanya, atau mungkin karena ia tak ingin memancing perasaan yang tak perlu. Hingga suatu ketika, Angga tahu bahwa Ella telah bersuami. Sejak itu, ia mulai menjaga jarak. Tetap ramah, namun tanpa sentuhan pujian yang menggantung.
Sahrul, di sisi lain, tak pernah tahu apa yang terjadi di pasar. Ia sibuk dengan dunianya sendiri, dengan kantornya yang penuh perempuan muda yang menawan pandangan matanya. Namun, tiba-tiba hidupnya berubah drastis. Pandangannya mulai kabur, sedikit demi sedikit hingga dunia seolah tenggelam dalam kabut pekat. Dokter berkata ia harus segera mendapatkan donor mata, atau ia akan buta selamanya.
Hari-hari gelap itu adalah ujian berat bagi Sahrul dan Ella. Tanpa cahaya, Sahrul merasa seperti hilang separuh dirinya. Ella merawatnya dengan penuh kesabaran, seperti ia merawat cinta mereka yang tak lagi berkilau seperti dulu. Dalam kegelapan, Sahrul mulai merindukan hal-hal kecil yang dulu ia abaikan --- wajah Ella, senyumnya, dan bahkan suara langkah kakinya yang pelan ketika membawakan teh di sore hari.
Setelah berbulan-bulan menunggu, akhirnya datang kabar baik. Sahrul mendapatkan donor mata. Operasi dilakukan dengan cepat, dan setelah beberapa waktu, ia akhirnya bisa melihat lagi. Saat matanya dibuka, dunia kembali dengan segala warnanya. Cahaya menyapa lembut, dan di antara semua itu, ada Ella, berdiri di sampingnya, menatap dengan senyum yang samar tapi penuh harap.
Sahrul terdiam. Ia tak pernah menyangka bahwa Ella begitu cantik. Ia melihatnya seolah untuk pertama kali lagi, dengan mata yang baru, yang penuh kekaguman. Sisa-sisa kecantikannya yang dulu ternyata masih begitu jelas, meski ada kerut-kerut halus di sudut matanya. Sahrul mengulurkan tangan, meraih jemari Ella, dan untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, ia memuji.
"Maaf, aku lupa betapa cantiknya kamu."
Ella tersipu. Kata-kata itu, yang sudah lama hilang, kini kembali dan menghangatkan hatinya.
Waktu terus berjalan, dan Sahrul tak pernah mengetahui siapa donor matanya. Sahrul dan Ella kini kembali ke kehidupan mereka, namun dengan semangat baru. Sahrul yang dulu lebih sering terpesona pada hal-hal yang tak penting, kini mendapati bahwa keindahan yang paling berarti ada tepat di sampingnya. Cahaya itu tidak pernah hilang, hanya tertutupi oleh kabut yang sementara.
Di dalam setiap tatapan, Sahrul dan Ella saling menemukan. Mereka menemukan cinta yang selama ini terpendam, menunggu saatnya untuk sekali lagi berkilau. Mata baru Sahrul tidak hanya memberinya kembali penglihatan, tapi juga membuka mata hatinya yang selama ini tertutup. Dan mereka pun melanjutkan hidup, bersama dalam cahaya yang kini tak lagi terabaikan.
Mereka tidak pernah tahu bahwa mata yang kini membuat Sahrul takjub melihat kecantikan istrinya adalah mata milik Angga. Mungkin di suatu tempat, ada bagian kecil dari Angga yang ikut tersenyum melihat Ella melalui mata Sahrul. Mata yang dulu memandang Ella dengan kekaguman kini berada di wajah suaminya.
TAMAT
"Siapapun dapat melihat mata orang lain, tetapi pecinta dapat melihat jiwa satu sama lain melalui mata." -- Larry Latta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H