Di sebuah kota kecil, berdiri sebuah perpustakaan tua, penuh debu dan aroma kertas usang. Di dalamnya, seorang pria bernama Hasbi, pustakawan yang tak hanya menjaga buku, tetapi juga merawat kisah-kisah di dalamnya. Setiap hari, ia mengurusi ribuan buku yang tersusun rapi di rak-rak kayu. Namun, bukan hanya buku-buku itu yang ia jaga; ia juga menjaga impian besar untuk putranya, Ferdi.
Sejak kecil, Ferdi tumbuh di antara barisan buku-buku. Ketika anak-anak lain bermain di luar, Ferdi lebih suka duduk di lantai perpustakaan, membaca. Hasbi sering berkata kepada Ferdi, "Buku-buku ini bukan hanya teman bicara, tapi juga guru terbaikmu."
Suatu hari, Hasbi mengajak Ferdi masuk ke ruangan belakang, ruangan yang jarang ia masuki. Di sana, Hasbi memperlihatkan sebuah pintu kayu tua dengan gembok kuno. "Ada sebuah buku kehidupan di balik pintu ini," ucap Hasbi dengan suara rendah. "Jika kau berhasil membaca semua buku di perpustakaan ini, aku akan memberimu hadiah, kunci untuk buku itu."
Mata Ferdi berbinar. "Apa yang ada di dalamnya, Ayah?"
Hasbi tersenyum misterius. "Buku kehidupan yang akan menjawab semua pertanyaanmu tentang dunia, tentang diri sendiri."
Sejak saat itu, Ferdi bertekad, setiap hari, ia tenggelam dalam lautan kata-kata. Pagi, siang, dan malam ia membaca. Setiap halaman yang ia balik terasa seperti langkah kecil menuju kunci rahasia yang dijanjikan ayahnya. Ia menelusuri dunia sejarah, mitologi, sains, sastra, hingga filsafat yang mengajarkan makna kehidupan.
Tahun demi tahun berlalu, Ferdi beranjak dewasa. Waktu terus berputar, dan di usianya yang ke-25, ia menyadari bahwa ia telah membaca seluruh buku di perpustakaan itu. Namun, sebelum ia sempat berbicara dengan Hasbi, ayahnya jatuh sakit. Hasbi terbaring lemah di ranjang, tubuhnya tak lagi sekuat dulu. Mata yang dulunya bersinar penuh gairah kini tertutup kabut lelah.
Dengan napas tersisa, Hasbi menyerahkan kunci itu kepada Ferdi. "Buka... ruangan itu..." gumamnya lirih.
Ferdi, dengan hati berdebar, meraih kunci tua itu dan berjalan menuju ruangan rahasia di belakang perpustakaan. Kunci itu pas, dan pintu terbuka dengan suara derit yang menggema. Di dalamnya, hanya ada satu meja kecil dan di atasnya, sebuah buku besar dengan sampul hitam yang terlihat sudah sangat tua. Ini pasti buku kehidupan, pikir Ferdi. Jemarinya gemetar saat meraih buku itu dan membuka halaman pertama.
Kosong.
Ia membalik halaman kedua. Kosong lagi. Setiap halaman dalam buku itu kosong. Tidak ada satu kata pun!
Kebingungan melanda Ferdi. Bagaimana mungkin buku kehidupan yang dijanjikan itu tidak berisi apa-apa? Perasaan kecewa melintas di dadanya. Ia bergegas kembali ke sisi ayahnya, berharap mendapat penjelasan.
Namun, ketika ia sampai di kamar ayahnya, Hasbi telah pergi. Ayahnya telah menghembuskan napas terakhir, dengan senyum tipis di wajahnya. Tak ada kata terakhir, tak ada jawaban atas pertanyaannya.
Malam itu, Ferdi tertidur dengan pikiran berkecamuk. Di tengah tidur lelapnya, ia bermimpi bertemu dengan Hasbi. Dalam mimpinya, ayahnya tampak lebih muda, dengan mata bersinar seperti dulu. Hasbi menatap Ferdi dengan tatapan penuh kasih.
"Buku kehidupan itu tidak kosong, Ferdi," ucap Hasbi lembut.
"Tapi, Ayah... semua halamannya kosong. Aku sudah membaca semua buku di perpustakaan, tapi aku masih tidak mengerti. Apa maknanya?" tanya Ferdi.
Hasbi tersenyum. "Buku kehidupan yang sebenarnya adalah dirimu sendiri. Setiap buku yang telah kau baca selama ini telah mengisi halaman-halaman kosong dalam hidupmu. Kau telah membacanya, mempelajarinya, dan sekarang kau siap menulis kisahmu sendiri."
Ferdi tersenyum dalam mimpinya. Ia kini mengerti. Hidup bukan tentang menemukan jawaban di halaman-halaman buku orang lain, melainkan tentang menulis kisah hidup sendiri, dengan segala pelajaran yang telah ia serap.
Ketika terbangun keesokan harinya, Ferdi merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dengan segala yang telah ia pelajari, Ferdi merasa siap mengarungi hidup tanpa rasa takut.
TAMAT
"Buku jadi salah satu sumber energi dan kebebasan bagi mereka yang haus akan ilmu pengetahuan." -- Bung Hatta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H