Saat terbangun, Galih mendapati dirinya sudah berada di kamarnya. Anak buahnya mengelilinginya dengan cemas, tapi ia hanya menatap kosong. Suara ustaz itu terngiang-ngiang di telinganya. "Yang mengejarmu adalah dosa-dosamu..."
Ia bangkit perlahan dan memerintahkan semua anak buahnya berkumpul. Ketika mereka sudah berkumpul di ruang besar itu, Galih berdiri di tengah dan dengan suara lantang berkata, "Mulai hari ini, aku tobat!"
Semua orang terkejut. Tak ada yang menyangka bos mereka yang kejam dan ditakuti bisa mengucapkan kalimat seperti itu. Tapi Galih tahu, ini bukan soal kehidupan duniawi lagi. Ia sudah merasa tenang untuk pertama kalinya setelah hampir sebulan dikejar ketakutan.
Galih kembali mengunjungi surau kecil untuk bertemu dengan pria tua berpakaian putih-putih. Tapi tempat itu hanya hamparan sawah. Tak ada tanda-tanda bekas surau pernah berdiri di sana.Â
Hari-hari berlalu, dan Galih hidup dengan tenang. Ia berhenti dari semua kegiatan kotornya, menarik diri dari dunia hitam yang dulu ia kuasai. Sebulan berlalu sejak vonis dokter, dan ia masih hidup. Setahun berlalu, tubuhnya masih segar.
Satu hal yang terus mengganggunya adalah dokter yang dulu memvonis hidupnya hanya sebulan. Galih merasa perlu mencari kepastian. Ia kembali ke rumah sakit itu, bertanya kepada perawat di sana tentang dokter yang menanganinya.
"Dokter itu sudah meninggal, Pak," kata perawat itu.
Galih membeku di tempat. Dokter itu sudah meninggal?
Galih berjalan pelan keluar dari rumah sakit. Langit terlihat cerah, angin sejuk menyentuh kulitnya. Dalam hatinya, ia merasa sesuatu telah berubah. Â Malaikat maut masih ada di suatu tempat, tapi setidaknya, ia tidak lagi dikejar dosa-dosanya.
TAMAT
"Dosa yang membuatmu sedih dan menyesal itu lebih disukai oleh Allah daripada perbuatan baik yang membuatmu sombong." - Ali bin Abi Thalib