Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Nominator AMI Awards 2015. 3 bukunya terbit di Gramedia. Penulis cerita di comicone.id. Sudah menulis 3 skenario film. Tumbal: The Ritual (2018), Jin Khodam (2023), Kamu Harus Mati (coming soon).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rencana Gelap

18 September 2024   14:12 Diperbarui: 18 September 2024   23:26 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indra tidak bisa lagi menahan dendam dan rasa iri yang sudah terlalu lama menggerogoti hatinya. Jefri, sahabatnya sejak kecil, selalu menjadi bintang. Di sekolah, di kampus, dan kini di tempat kerja, Jefri selalu ada di puncak. Sedangkan Indra, meski tak kalah cerdas, selalu tertinggal. Setiap kali melihat Jefri mendapat pujian, jabatan, dan kekayaan, Indra hanya bisa merasakan amarah yang terus membakar.

Selama bertahun-tahun, Indra menahan diri. Tapi semuanya berubah ketika Jefri menjadi CEO perusahaan, menggantikan bos lama mereka. Indra yang bekerja keras siang dan malam, menyelesaikan semua proyek dengan sempurna, tetap tak pernah mendapat pengakuan yang sama. Sementara Jefri, dengan senyum santainya, terus melaju tanpa hambatan.

Iri berubah menjadi benci. Dan benci menjadi rencana gelap. Indra tahu bahwa satu-satunya cara untuk benar-benar menang adalah menghilangkan Jefri dari hidupnya---secara harfiah. Rencana itu direncanakan dengan teliti. Ia mempelajari gerak-gerik Jefri, mencari momen yang tepat untuk melaksanakan niatnya. Hingga akhirnya, malam itu tiba. Di tengah kegelapan malam, Indra menyelinap ke rumah Jefri dengan pisau di tangan.

Dengan satu tusukan dingin dan cepat, Indra menyelesaikan dendamnya. Tubuh Jefri terjatuh, darah menggenang di lantai. Indra berdiri di sana, menatap apa yang baru saja dilakukannya. Tapi alih-alih merasa puas, ada sesuatu yang janggal. Hatinya gelisah. Rasa kemenangan yang ia harapkan tidak pernah datang.

Beberapa hari kemudian, Indra mendengar kabar tentang Jefri yang ditemukan tewas. Namun anehnya, tidak ada tanda-tanda pembunuhan. Kematian Jefri dinyatakan sebagai bunuh diri. Indra bingung. Bagaimana mungkin? Dia tahu betul dialah yang membunuh Jefri.

Kebingungan itu terus menghantui pikirannya hingga hari ini, ketika ia akhirnya memberanikan diri untuk datang ke kamar jenazah. Ia ingin memastikan sendiri bahwa Jefri benar-benar mati di tangannya. Dengan gemetar, Indra memasuki ruangan yang dingin dan sunyi. Di dalam, hanya ada satu jenazah yang terbaring kaku di atas meja baja.

"Nama?" tanya petugas kamar jenazah.

"Jefri," jawab Indra cepat.

Petugas itu memeriksa daftar di tangannya, lalu menggeleng. "Tidak ada jenazah bernama Jefri di sini. Yang ada hanya... Indra."

Indra merasa jantungnya berhenti berdetak. Petugas lalu menuntunnya ke meja tempat jenazah itu terbaring. Ketika kain penutup diangkat, Indra melihat wajah yang membeku dalam kematian.

Dan yang terbaring di sana... adalah dirinya sendiri.

Indra terbelalak, mundur dengan napas tersengal. Indra berlari ke cermin di sudut ruangan. Namun saat ia melihat bayangannya, ia terperangah. Yang terlihat dalam pantulan cermin bukanlah dirinya, tapi Jefri. "Mustahil...!" desis Indra.

Namun bayangan Jefri di cermin berbicara. "Indra... kau tidak pernah membunuhku."

Indra terguncang. "Apa maksudmu? Aku melihatmu mati di tanganku! Aku yang membunuhmu!"

Bayangan Jefri menggeleng pelan, dengan senyum getir di wajahnya. "Tidak, Indra. Kau tidak membunuhku. Kau membunuh dirimu sendiri."

Indra semakin kebingungan. "Aku... bunuh diri? Tidak mungkin! Aku tidak..."

Bayangan Jefri menyela, "Setelah kau dipecat dari perusahaan karena sabotase yang kau lakukan terhadapku, kau tidak bisa menerima kenyataan. Kau menghancurkan segalanya, termasuk dirimu sendiri. Dan pada malam itu, kau mengakhiri hidupmu."

Kata-kata itu menghantam Indra seperti palu godam. Perlahan, kenangan yang ia coba lupakan kembali. Malam ketika ia pulang ke rumah setelah mendapat surat pemecatan. Malam ketika ia duduk di kamar gelap, memegang pisau di tangannya, berpikir bahwa dunia telah menghancurkannya. Dan malam ketika ia menusukkan pisau itu ke dadanya sendiri.

Indra terhuyung, mencoba menyangkal kenyataan yang kini menelannya. "Tidak... aku membunuh Jefri. Bukan aku..."

Cermin itu bergetar sejenak, dan tiba-tiba Indra tidak lagi melihat Jefri di pantulan. Ia hanya melihat dirinya---kini dalam bentuk yang menyeramkan, tubuhnya penuh luka dan darah, sama seperti jenazah yang terbaring di meja.

Indra tersadar. Ia tidak pernah berhasil mengalahkan Jefri. Ia hanya menghancurkan dirinya sendiri. Dan kini, ia terjebak dalam kesalahan yang tidak bisa ia perbaiki. Dan di dalam cermin, bayangan dirinya mulai pudar, ditelan oleh kegelapan.

TAMAT

"Rasa iri hati hanya akan menghancurkan dirimu sendiri, jadilah sosok yang selalu berusaha untuk melampaui batasan diri." - Imam Malik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun