Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Nominator AMI Awards 2015. 3 bukunya terbit di Gramedia. Penulis cerita di comicone.id. Sudah menulis 3 skenario film. Tumbal: The Ritual (2018), Jin Khodam (2023), Kamu Harus Mati (coming soon).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suara dalam Kepala

17 September 2024   09:36 Diperbarui: 17 September 2024   09:40 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gemerlap malam Jakarta membentang seperti lautan bintang palsu di bawah langit yang hitam pekat. Di antara dentuman musik yang memekakkan telinga dan sorot lampu yang berkedip-kedip, Gani, pria dengan jas mahal dan sepatu mengkilap, berdiri tegak di bar. Matanya yang lelah tertutup topeng senyuman angkuh. Ia telah mencapai segala yang diinginkan banyak orang---harta melimpah, kekuasaan, reputasi. Namun, ada satu hal yang selalu menyelubungi pikirannya, merayap perlahan seperti kabut di pagi hari: ia tidak bisa tidur.

Seminggu sudah ia bertarung melawan insomnia. Siang bekerja keras, mengendalikan dunia bisnis dengan ketat dan cermat. Malam, ia berpesta, tenggelam dalam dentuman musik dan cahaya yang menyilaukan. Work hard, play hard. Begitu moto hidupnya. Namun, malam-malam itu tidak pernah sunyi. Selalu ada satu suara yang mengganggu. Satu kata yang berulang kali ia dengar di tengah keriuhan pesta, suara yang familiar namun entah berasal dari mana. Suara itu seolah ada dalam kepalanya.

"Bangun."

Gani mengerutkan dahi setiap kali suara itu muncul. Kadang terdengar di sela-sela ketukan musik, kadang di antara gelak tawa teman-temannya. Suara yang terdengar begitu akrab, namun wajah di baliknya tetap buram di ingatannya.

Dan selalu, di antara malam-malam panjang itu, Gani melihat hal lain yang membuatnya semakin resah. Sebuah motor hitam dengan pengendara yang mengenakan helm full face melintas di jalan. Setiap malam, motor itu muncul entah dari mana. Gani selalu merasa dadanya sesak melihatnya, rasa sakit yang tiba-tiba menyerang jantungnya seperti tamparan dari masa lalu yang tak ia mengerti. Anehnya, motor itu tak pernah berhenti, melintas begitu saja, meninggalkan Gani dalam kegelisahan yang semakin menebal.

Gani terus berpesta, berlari dari kegelapan yang selalu menghantuinya. Hingga suatu malam, di tengah riuhnya sebuah klub, terjadi sesuatu yang tak terduga. Lampu mendadak padam. Musik terhenti seketika. Gani terpaku di tempatnya. Kegelapan pekat menyelimuti ruangan, menelan suara-suara yang tadi menggelegar. Sunyi. Sepi. Gani mendapati dirinya sendirian. Di mana semua orang?

Ia menoleh ke sekeliling, berharap melihat teman-temannya, atau setidaknya pelayan bar. Tapi tidak ada siapa pun di sana. Hanya kegelapan yang memeluknya erat. Dan di saat itulah suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat, lebih jelas.

"Bangun."

Suara itu datang dari belakangnya. Gani terdiam, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia mengenali suara itu, namun otaknya menolak untuk mengingat siapa pemiliknya.

"Siapa kau?" Gani mencoba berteriak, namun suaranya terdengar lemah, hampir tenggelam dalam kegelapan.

"Bangun, Gani."

Suara itu semakin mendesak, seperti teriakan seseorang yang putus asa. Gani merasakan sesuatu mengalir di dadanya, bukan lagi sekadar sakit, tapi kesedihan yang mendalam. Sesuatu yang pernah hilang darinya, namun apa?

Di saat ia mulai menelusuri ingatannya, tiba-tiba ia melihat motor itu lagi. Kali ini tidak melintas di jalan, melainkan di depannya, dalam ruangan klub yang gelap gulita. Motor hitam itu berhenti, dan rasa sakit di dadanya semakin tak tertahankan.

Gani mencoba mendekat, namun tubuhnya terasa kaku. Dan tepat ketika ia hampir menyentuh motor itu, suara itu kembali, kali ini terdengar di seluruh tubuhnya, menggema seperti petir.

"Bangun, Gani!"

Gani terperanjat. Seketika dunia di sekitarnya runtuh. Kegelapan itu mulai pudar, berganti dengan cahaya putih yang menyilaukan. Kakinya terasa berat, tubuhnya seakan ditarik oleh kekuatan yang tak terlihat. Ia mencoba berteriak, namun suara tertahan di tenggorokannya.

Dan tiba-tiba, Gani melihat bayangan seorang wanita di tengah cahaya itu. Suaranya lirih namun penuh harap. Wanita itu, dengan suara yang kini terasa begitu akrab, mendekatinya. Mata Gani terbuka lebar. Ia tahu siapa wanita itu.

"Vanya..."

Di sebuah kamar rumah sakit yang hening, Vanya duduk di sisi ranjang suaminya. Air matanya telah kering, namun hatinya masih dipenuhi harapan. Tangan Gani yang terbaring koma digenggamnya erat.

"Bangun, sayang. Aku di sini, tolong bangun..."

Sudah seminggu sejak kecelakaan motor yang hampir merenggut nyawa Gani. Vanya tak pernah pergi dari sisinya. Dokter mengatakan Gani masih koma, namun Vanya tahu suaminya sedang berjuang di dalam sana, terjebak di antara kehidupan dan kematian.

TAMAT

"Jika Anda ingin mewujudkan impian Anda, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah bangun." -- J.M. Power

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun