Selama berminggu-minggu, Rangga hidup sebagai tunawisma. Ia mulai mengenal mereka yang dulu ia remehkan. Setiap orang punya kisah yang memilukan: ada yang kehilangan rumah karena utang, ada yang diusir oleh keluarga, ada yang jatuh sakit tanpa mampu membayar biaya perawatan. Di balik kesulitan mereka, tersimpan kekuatan yang tak pernah Rangga bayangkan.
Suatu malam, setelah perbincangan panjang dengan wanita tua yang selalu membantunya, Rangga tertidur di bawah langit yang berhiaskan bintang. Dalam mimpinya, ia mendengar suara lembut berbisik, "Sekarang kau tahu, hidup bukan hanya soal melihat, tapi memahami."
Ketika ia membuka mata, Rangga kembali berada di kamarnya yang mewah. Langit-langit tinggi, tirai sutra, dan bau harum dari lilin aromaterapi menyambutnya. Tubuhnya kembali---muda, segar, dan kuat. Semua seperti mimpi. Namun sesuatu telah berubah. Pikirannya tak lagi sama. Ia memandang dunia dengan mata yang berbeda.
Keesokan harinya, ia berjalan keluar dari rumahnya dan mendekati seorang pengemis di pinggir jalan. Kali ini, bukan dengan pandangan merendahkan, melainkan dengan tangan yang terulur. "Ini untukmu," katanya sambil memberikan selembar uang.
Pengemis itu menatapnya heran, lalu tersenyum dengan penuh syukur.
Namun saat Rangga berbalik untuk pergi, sebuah suara yang sangat dikenalnya menghentikan langkahnya. Suara wanita tua itu---wanita yang ada di jalanan, yang pernah membantunya. "Kau kembali," katanya lembut.
Tapi saat Rangga menoleh, tak ada siapa pun di sana. Hanya ada suara angin yang berbisik, membelai rambutnya.
TAMAT
"Jangan pernah karena ketidaktahuanmu dan kebodohanmu menjadikan kamu meremehkan orang lain." - Emha Ainun Nadjib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H