Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lentera yang Tak Pernah Padam

8 September 2024   06:12 Diperbarui: 8 September 2024   06:28 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pergilah.," kata orang tua itu. Suaranya terdengar dalam. "Bawa lentera itu bersamamu."

Pengelana ragu. Dia menatap lentera di tangannya, lalu menatap orang tua itu. "Kenapa kau tidak ikut?" tanya pengelana.

Orang tua itu tersenyum tipis. "Aku sudah berada di sini terlalu lama. Dunia ini... sudah terlalu lama memelukku. Sekarang giliranmu."

Pengelana tak punya pilihan. Dia melangkah maju, lentera di tangan. Setiap langkahnya terasa lebih ringan, seolah lentera itu tidak hanya menyinari jalannya, tapi juga meringankan bebannya. Dunia di sekelilingnya mulai berubah.

Cahaya lentera itu perlahan memudar, bukan karena padam, tapi karena di depannya, fajar mulai menyingsing. Langit yang tadinya hitam kini mulai berwarna oranye lembut, dan dia menyadari bahwa harapan itu telah membawa dia ke ujung malam.

Pengelana terkejut saat lentera di tangannya hilang. Ia terdiam, menatap tangannya yang kini kosong. Matanya menangkap sesuatu di tanah. Sebuah tulisan. Digoreskan dengan kasar di atas pasir, namun cukup jelas untuk dibaca. "Cahaya yang kau cari, sesungguhnya selalu ada di dalam dirimu sendiri."

Saat itu juga, pengelana sadar. Lentera yang terus menyala bukanlah benda fisik, bukan juga sekadar alat yang menerangi jalan. Harapan yang dia temukan bukanlah sesuatu yang bisa dipegang. Cahaya itu, harapan itu, selalu ada di dalam dirinya, menyala tanpa henti, bahkan ketika segalanya tampak gelap.

Dan pada saat itulah, dunia di sekelilingnya runtuh. Langit berubah menjadi serpihan kaca yang pecah, pasir gurun menguap menjadi udara kosong. Pengelana tersadar: selama ini, dia tidak pernah berjalan di dunia nyata. Semua ini hanya bayangan dari pikirannya sendiri---labirin yang ia ciptakan untuk mencari apa yang sesungguhnya tak pernah hilang.

Dalam sekejap, dia terbangun. Pengelana itu adalah seorang pasien yang sedang koma di rumah sakit. Matanya terbuka perlahan, dan di sana, di sekeliling tempat tidurnya, berdiri keluarganya yang penuh harapan.

TAMAT

"Harapan adalah kemampuan untuk melihat bahwa ada cahaya meskipun semua dalam kegelapan." - Desmond Tutu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun