Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jam Ajaib

4 September 2024   10:28 Diperbarui: 4 September 2024   10:30 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arif kembali ke masanya dengan uang itu masih di tangannya. Dia memekik kegirangan dalam hati. Tapi sesuatu terasa berbeda. Rumahnya terasa lebih dingin, sepi. Dia memanggil-manggil ibunya, tapi tak ada jawaban. Rasa takut mulai menjalari dirinya. Dia berlari ke kamar ibunya, hanya untuk mendapati ranjang yang kosong. Hati Arif semakin tenggelam dalam keputusasaan.

Tetangganya kemudian datang, membawa kabar pahit. Ibunya telah lama sakit sejak dia menghilang tiba-tiba. Waktu yang telah dia habiskan di masa depan telah membuat ibunya menua dan akhirnya meninggal dalam kesendirian. Arif menjerit dalam hati, menyesali kebodohannya. Dalam kepanikan, dia meraih jam tangan itu lagi, mencoba memutar jarum ke belakang, berharap bisa memperbaiki segalanya.

Namun, nasib berkata lain. Jam itu retak dan rusak di tangannya. Jarum-jarumnya berhenti bergerak, tak lagi bisa diputar. Keajaiban yang pernah ia kagumi kini menjadi kutukan yang tak terelakkan. Dia memang kembali dengan segepok uang, tapi tanpa ibunya, segalanya terasa hampa. Kekayaan yang dia peroleh di masa depan tak mampu mengembalikan apa yang telah hilang---cinta dan kasih sayang ibunya.

Dalam keheningan, Arif duduk di sudut kamar, memeluk jam tangan itu dengan erat, berharap bisa merasakan kembali kehangatan yang pernah ada. Namun, yang tersisa hanya penyesalan, kenangan pahit akan sebuah keajaiban yang berubah menjadi tragedi.

Dan begitulah, jam ajaib itu, yang pernah memberinya harapan, kini menjadi saksi bisu dari kehilangan terbesar dalam hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun