.Menginjak tahun kedua pekerjaanku dipindahkan, menjadi sesuai dengan kontrak kerja yang sebenarnya, yaitu menjadi pengasuh Ama, sebuatan bagi wanita usia renta di negeri ini.
Aku tersenyum ceria, membayangkan betapa akan jauh lebih banyak waktu istirahatku kelak. Toh tugasku hanyalah mengasuh Ama.
Ternyata dugaanku keliru. Benar bahwa pekerjaanku adalah mengasuh dan atau mendampingi Ama. Hanya saja aku tak tahu, bahwa di belakang Ama yang harus kubantu melaksanakan kegiatan sehari-harinya, ternyata masih ada anak, cucu serta sejumlah besar anggota keluarga yang lainnya, yang jumlahnya tak kurang dari empat belas jiwa!
Wow! Amaziiinggggg…!!!
Aku merasa tertantang dalam pekerjaan ini. Jika aku berhasil melewati dua tahun kedepan, sudah bisa dipastikan sebuah mimpiku akan langsung terwujud. Tapi bila tak berhasil, orang-orang akan langsung menertawai serta mencibirku.
Rumah besar berlantai empat dengan tiga belas kamar dan dua buah dapur harus aku bersihkan setiap hari. Setiap pagi dan sore, aku dan Ama harus ke kebun untuk menanam sayur, serta banyak lagi pekerjaan lainnya, yang syukurlah tak lagi membuat tubuh dan mentalku kaget.
Akhirnya tiga tahun berhasil kulewati. Kini tiba saatnya aku kembali ke tanah air. Pulang. Beristirahat serta menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta, sambil menunggu proses untuk mencari pekerjaan yang lebih baik lagi pada masa kontrak kerja berikutnya.
Aku sempat berpikir untuk sebisa mungkin tidak kembali lagi ke Taiwan. Dan barangkali semua kapital yang kukumpulkan akan cukup untuk melunasi hutang keluarga, memperbaiki rumah tinggal serta membangun gerai usaha entah apapun. Hanya saja pikiran tersebut langsung pupus beberapa waktu setelah berada di Indonesia, ketika beberapa kejadian membuat tak hanya aku yang harus kembali bekerja di Taiwan. Dan kisah lengkapnya tentu saja akan kucatatkan dengan lebih terperinci, pada bab setelah yang ini…
See you Taiwan…!!!
Â
dan untuk sebuah cita pula