lakukan semua yang terbaik
yang dapat
yang harus dilakukan
apapun, di manapun
Â
Alah bisa karena biasa, barangkali ujar-ujar kuno tersebut yang paling tepat menggambarkan pergulatan karirku di Taiwan.
Memasuki bulan yang kesepuluh barulah aku mulai merasakan manisnya buah ketabahanku selama ini. Terutama saat nyeri di sekujur tubuh efek bekerja terlalu diforsir telah banyak berkurang, yang ditambah dengan melonggarnya beberapa peraturan kerja bagi karyawan asing pemula, amat meringankan beban psikologis yang kuderita.
Bulan ini aku telah diperbolehkan untuk menggunakan ponsel secara bebas. Dan itu artinya aku tak perlu lagi menekan perasaan sungkan meminjam HP teman sejawatku saat ingin memberi kabar ke Indonesia, yang jika sungkan itu telah menggunung membuatku terpaksa hanya bisa mengirim kata penuh rindu serta cinta melalui sepotong surat. Dan berkomunikasi melalu lembar-lembar surat tentu saja memerlukan waktu serta tenaga super ekstra saat melakukannya, mengingat waktu istirahatku yang amat terbatas sementara letak kantor pos lumayan jauh dari restoran tempat kerjaku.
Saat ini aku telah bebas untuk menghubungi sanak keluargaku di kampung halaman, sebanyak dan selama apapun yang kumau. Tentu saja selama hal itu tidak mengganggu pekerjaan utamaku.
Perlahan dunia kembali indah. Keputusanku untuk berjuang meraih sejuta mimpiku kini semakin kunikmati. Bangun pagi, bekerja tak kenal lelah lalu menerima sejumlah mata uang Taiwan setiap bulan sebagai pembayarnya, langsung saja menjelma kenikmatan tersendiri buatku.
Dan seiring dengan berlalunya waktu yang terasa lebih laju buah kesibukanku, dunia seakan mengajariku: Cara untuk mencintai diri sendiri dan menginvestasikan waktu. Mempersiapkan sebaik mungkin hari esok, yang kuyakin akan sangat indah. Karena aku telah menanam benih kebahagiaan untuk esok hari, sejak awal mula kedatanganku yang pertama kali ke negeri ini.