Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Masukan untuk Kang Pepih dan Pak Edi Taslim tentang Perekrutan Admin Baru

13 Desember 2015   23:34 Diperbarui: 14 Desember 2015   00:49 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari yang lalu, ada yang bilang ke saya.

“Bay, Kompasiana buka lowongan admin tuh…”

Saya sempat tak paham, apa urusannya lowongan admin dengan saya? Tapi kemudian saya teringat tentang desas-desus mundurnya salah satu admin kanal fiksi.

Waini! Langsung saya klik informasi lowongan tersebut pada link yang ini.

KOMPASIANA CURATOR

Diploma degree

Open for fresh graduates

Have passion in bloging, enthusiast with update news and wide knowledge

 

Setelah membaca tiga deret kalimat sakti tersebut, saya langsung terbahak-bahak. Betapa tidak? Untuk kalimat yang terakhir, saya jelas kandidat terbaik. Kecepatan membaca saya tak kurang dari 400 halaman words per hari melalui laptop. Itupun sudah termasuk hela napas serta isak tertahan jika memang ada karya yang benar-benar menguras emosi (walau agak aneh juga untuk seorang lelaki bisa terisak hanya karena membaca…^_).

Atau jika dicampur dengan pencatatan paragraf terbaik, latar emosi terkuat, kelemahan dan kekuatan ide juga diksi, taruhlah kecepatannya berkurang hingga menjadi hanya kisaran 300 sampai dengan 350 halaman perhari. Tapi jelas hal itu amat ‘lebih dari cukup’ bila sekedar ‘mengutili’ postingan rekan fiksianers, yang semenjak perubahan kanal NT buah akun tragedi tuyul yang pertama kali, Indeks Penelusuran Minat dan Semangat Kekaryaannya tak pernah lebih dari hitungan sekian fiksianers perhari.

Tapi untuk dua kalimat yang sebelumnya? Dengan kecepatan cahaya ‘kandidat terbaik’ saya yang tadi langsung raib secara ghaib. Boro-boro Diploma degree atau Open for fresh graduates, bahkan ijazah setingkat TK saja saya tak punya alias secara administratif pemerintahan: Tidak pernah sekolah sama sekali…^_

Memang ada saja ‘kejadian luar biasa’ seperti artikel Pak Dian Kelana yang berjudul Mereka Butuh Keterampilanku, Bukan Ijazahku . Tapi sepertinya untuk Raksasa Penerbitan Kompas Grup saya pikir agak sulit terjadi, membuat saya dengan berat hati melepas keinginan untuk menjadi Admin Kanal fiksi (lengkap dengan paket bully-an dari K’ers yang biasa diperoleh… :P ).

Tapi walaupun kandas, jika diperkenankan saya ingin memberi masukan kepada Kang Pepih Nugraha dan Pak Edi Taslim, tentang kriteria admin baru kanal fiksi yang akan direkrut, yaitu:

Pertama, saya (dan barangkali juga rekan fiksianers) berharap agar admin yang baru direkrut kelak tak sekedar mengkurasi karya fiksianers untuk dipilah mana yang ‘layak’ Highlight dan HL semata, melainkan juga memberi sedikit ‘sedekah ilmu fiksi’ pada kolom komentar postingan karya buatan fiksianers, baik itu tentang kelebihan yang dimiliki maupun kekurangannya, agar masing-masing fiksianers kemudian mendapat manfaat tak sedikit untuk perkembangan karya yang dihasilkan selanjutnya.

Tak perlu mengulas panjang lebar. Cukup satu paragraf pendek saja hingga tak memberatkan. Atau jika memang masih merepotkan –misalnya karena kemudian jumlah pegiat fiksi di Kompasiana bertambah efek kegiatan ini- bisa saja tak perlu dalam bentuk komentar ‘pada setiap postingan fiksianers’, melainkan misalnya membuat artikel garis besar tentang kekurangan dan kelebihan karya fiksianers ‘minggu ini’ atau ‘bulan ini’, seperti yang pernah dibuat oleh admin Kompasiana pada tulisan Inilah 11 Tulisan Fiksi Pilihan "Aku Punya Impian" ini.

Karena setahu saya berdasarkan penafsiran kalimat admin sebagai kurator pada link ini, yang saya dapat dari postingan Mas Aldy M Arifin, definisi kurator sendiri cukup menjelaskan fungsi admin yang sebenarnya, yang saya pikir jauh lebih bijak jika diposisikan sebagai pengayom dan penyemangat ketimbang hanya menjadi ‘hakim penilai karya’ seperti yang selama ini dijalankan…^_

Kedua, mengenai kriteria karya fiksi ‘Pilihan’ dan ‘HL’, saya berharap agar admin yang baru direkrut kelak, memiliki acuan yang lebih ‘memberi efek mencerdaskan’ penggarapan kisahnya, walau tentu saja dengan tetap memperhatikan ‘ide’ sebagai acuan utama. Misalnya dengan mengutif beberapa kriteria berikut yang pernah saya petik dari para pemabuk sastra seperti Joni Aryadinata, Edi Ah Iyubeni dan Kian Santang pada artikel saya yang sebelumnya:

 

- Memiliki karakter estetik.
- Berbeda dengan gaya tulis sastra/fiksi yang telah mainstream.
- mencerminkan eksplorasi dan eksperimentasi gaya bahasa, gaya cerita, dan gaya estetik penulisnya.

 

Tak harus sama persis atau bersifat kaku pyur-mutlak seperti itu. Tapi setidaknya kita semua kemudian akan menjadi banyak belajar dari karya-karya ‘pilihan’ maupun ‘HL’ yang ada, karena jika kecenderungan yang lama terus dilakukan, saya pribadi agak khawatir kelak kanal fiksiana hanya akan menjadi ajang pembuatan karya bergenre ‘curhat’ dan atau lebih parah lagi: Tak jauh berbeda dengan ‘teks pidato’ yang amat membosankan buah beban amanat kisahnya, yang kadang saya sendiripun terjebak melakukan keduanya…^_

Besar harapan saya ketika point kedua ini kemudian mulai diterapkan, efeknya akan jauh lebih dahsyat dan cepat, bahkan jika dibandingkan dengan ‘Belajar Bersama ala Event Fiksi Bersambung’ yang belum lama diselenggarakan oleh Fiksiana Community, karena jika fikber adalah tentang fiksianer yang satu ‘melawan’ fiksianer yang lain, maka point kedua ini murni tentang ‘melawan dan menantang diri sendiri’, untuk terus-menerus berusaha mengalahkan karya buatan sebelumnya, hingga kelak bahkan penulisnya sendiripun akan kaget ketika mencoba memperbandingkan karya terakhirnya dengan karya 3 bulan yang lalu, misalnya, karena peningkatan kualitasnya –baik isi maupun teknik penggarapan buah belajar dari karya pilihan milik rekan sesama fiksianers- amat jauh berbeda…^_

Ketiga, jika misalnya kedua point di atas agak sulit untuk direalisasi, saya berharap kelak Kang Pepih Nugraha dan Pak Edi Taslim membuka lowongan ‘admin khusus’ untuk melakukannya, yang bekerja secara bebas di luar gedung Markas Besar Kompasiana di lantai 6.

Tak perlu mengimport sastrawan besar tanah air atau Redaktur Sastra Minggu Harian Kompas yang saudara kandung Kompasiana, karena selain beban kerja beliau ‘mengutili’ calon naskah terpilih untuk edisi setiap minggu yang jumlahnya amat banyak, juga karena memang ada perbedaan mendasar antara sastra koran dengan fiksi Kompasiana.

Saya berharap Kang Pepih Nugraha dan Pak Edi Taslim justru memetiknya dari Kompasianers, karena dari pengamatan mata kalong saya nyaris setiap malam di Kompasiana, saya menemukan cukup banyak nama fiksianers yang amat piawai melakukan itu. Tentu saja tidak termasuk fiksianers yang bagus ketika mengulas karya/ fiksi namun ‘cuma begitu saja’ ketika dia membuat karya fiksi sendiri, karena itu artinya sama saja dengan fiksianers banci kaleng yang gemar ngamen sambil memetik gitar bas betot yang terbuat dari senar irisan ban dalam sepeda.

Atau jika Kang Pepih Nugraha dan Pak Edi Taslim kesulitan untuk menemukan para fiksianers piawai yang memang gemar merendah tersebut, silakan menghubungi saya. Walaupun mungkin saya tak sepiawai mereka, namun saya yakin dalam satu tahun ke depan, saya jamin Kompasiana akan dapat menerbitkan semacam ‘Kumpulan Cerpen Pilhan Kompasiana Tahun Sekian’, yang tak akan kalah dengan karya sastra yang tercetak di luar. Karena yang saya pahami, fiksianers sesungguhnya benar-benar penuh dengan bibit unggul, yang sayangnya tidak pernah sekalipun dilirik secara serius oleh Kompasiana itu sendiri, selain sekedar memberi mereka ruang untuk berproses kreatif.

Dan terakhir, tolong abaikan artikel ini dan anggap saja sebagai ‘Artikel Angin’, karena bagaimanapun juga, saya pribadi tak lebih dari kompasianer fiktif yang hingga kini belum melakukan registrasi, yang gemar menyentil kesana-kemari termasuk menyentil admin, hingga tentu saja tak perlu diperhatikan.

(Walau sejarah membuktikan, bahwa kompasianers model inilah yang justru cukup banyak melakukan gebrakan ‘mengejutkan’ di Kompasiana, baik di kanal politik, maupun juga kanal-kanal yang lainnya...^_)

 

Salam hangat lagi dari Bay…^_

 

Secangkir Kopi Mulai Mencoba Menulis lagi di Kompasiana, dengan segala tetek-bengek tak penting yang akan terus ada di dalamnya, Thornvillage-Kompasiana, 13 Desember 2015.

(Terima kasih buat Elfat67 atas postingan fiksi cantiknya yang dibuat khusus buat Si Bay. Juga komentator dari rekan fiksianers – yang saat membacanya saya merasa memiliki tak sekedar teman di K, melainkan lebih kepada memiliki keluarga…^_. Juga Umi Setyowati, yang tanpa pamrih mengabarkan informasi di K melalui kolom inbox, padahal kita pernah bertemupun tidak…^_)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun