Tapi ibunya hanya menggeleng, membuat Sukma bertambah bingung.
“A-apa yang harus aku lakukan, Bu?” kembali Sukma bertanya, dan kembali ibunya menggeleng. Bahkan kali ini dia melihat mulut ibunya agak menyeringai. Sementara jari-jemari semakin berjingkat mendekatinya, meninggalkan jalur lendir bercampur darah di atas lantai.
Belum lagi Sukma bertanya ulang, ketika ibunya berkata dengan nada yang amat dingin.
“Kami telah satu alam kini, Ndhuk, hihihihiii…”
Tawa sang ibu membuat Sukma terkesiap. Tanpa sadar tubuhnya mundur, yang justru mendekati jejari iblis yang mengincarnya.
“Tapi, Bu, aku adalah anakmu…”
Sang ibu tertawa melengking.
“Di dunia kami, Ndhuk, tak ada yang namanya anak dan ibu, karena yang ada hanyalah darah dan darah dan darah…”
Wuttt…!
Kaki Sukma terbelit rambut, membuatnya tak bisa bergerak. Dicobanya untuk melompat menjauhi sang ibu. Namun hanya dengan sekali sentakan tubuhnya terlempar ke atas ranjang, berbarengan dengan jejari iblis yang mencekik lehernya dengan amat kuat.
Sekuat tenaga Sukma mencoba melawan, namun tangannya kesulitan untuk menahan cekikan jejari iblis Mbok Minah karena tak ada pergelangan yang dapat ia tarik. Sementara itu ibunya mulai mendekat sambil memainkan ujung lidahnya yang bercabang dua, membuat Sukma mencapai puncak ketakutannya yang paling tinggi.