Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Menyingkap Pesan Terselubung dalam Event Fiksi Fabel di Kompasiana

6 November 2015   14:42 Diperbarui: 6 November 2015   20:45 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alih-alih bertanya apa itu fabel, saya justru lebih tertarik untuk mengetahui, sebenarnya ada atau tidak, sih, karakter fabel asli Indonesia?

Dan Mbah Google pun menjawab, bahwa karakter fabel asli Indonesia adalah tokoh kancil. Hanya saja berdasarkan riwayat yang saya ketahui, kancil awalnya disohorkan oleh Aesop si Raja Fabel, dengan tema "Kancil Mencuri Mentimun", yang kemudian terus berkembang menjadi kancil yang cerdik meski agak licik.

Jadi? Bahkan karakter fabel khas Indonesia yang terkenal saja kita sulit mencarinya, hiks sekali... T_T

Tapi tak seperti perkembangan yang terkini, fabel di masa awal bukanlah mengenai bentuk super kreatif yang digagas nenek moyang demi menanamkan pelajaran moral kepada anak-anak, melainkan justru untuk memberi nasehat secara halus (secara ibarat) kepada Raja, yang pada masa tersebut memerintah secara zalim kepada rakyatnya. Maka rakyat membuat nasehat untuk rajanya dengan bercerita yang menggunakan binatang sebagai tokoh, dimana jika nasehat itu ditunjukkan langsung kepada raja, maka rakyat tersebut akan mendapatkan ancaman dari raja. Uhuk! ^_

Sejarah singkat fabel.

Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa Fabel lahir di Yunani pada abad ke-6 SM. Cerita fabel merupakan kesustraan dunia yang tertua, dengan pegiat pertamanya adalah seorang budak bernama Äsop/Aesop, Beuti (1984: 142) “Äsop schrieb die ersten Fabeln, die Vorbild für alle nachfolgenden Fabeldichter wurden und deren Wirkung bis in die modern reich”.

Sejak awal fabel merupakan alternatif cara yang paling tepat untuk menyampaikan kebenaran, yang pada saat itu tidak mudah untuk dikatakan secara langsung terutama untuk kalangan rakyat jelata.

Aesop terkenal dengan fabelnya yang sangat banyak. Fabel Aesop ini kemudian ditulis ulang oleh Babrios dalam bentuk sajak, lalu oleh Phaedrus (+/- 500 SM) dengan menekankan unsur-unsur pendidikan dalam fabel-fabel tersebut, kemudian oleh Avianus (+/- 400 SM) dalam bentuk sajak berbahasa Latin dan juga dalam bentuk prosa. Penggunaan istilah “fabel” sudah dimulai pada masa Phaedrus.

Fabel-fabel berbahasa Latin kemudian menyebar sampai ke Jerman pada Abad Pertengahan melalui biara-biara. Pada saat itu, nilai moral dan pengajaran yang terkandung dalam fabel digunakan dalam pengajaran gereja.

Pada Zaman Aufklaerung (abad ke 18), kebebasan berpikir, berkehidupan sosial dan politik, membuat fabel riuh kembali, dengan Gotthold Ephraim Lessing sebagai salah satu tokohnya. Pada abad ke 20, konteks fabel dipengaruhi oleh revolusi politik dan industrialisasi.

Bentuk fabel sendiri biasanya berupa prosa (Epik) ataupun sajak (Lyrik). Tetapi sebagian besar karya fabel berdurasi pendek, karena pada awalnya, cerita fabel disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut (mündlich). Cara penulisan fabel dan kata-kata yang digunakanpun biasanya amat sederhana dan mudah dimengerti, arena fabel berkembang di kalangan masyarakat biasa.

Tapi tak semua fable berbentuk seperti itu, karena ada juga fable yang lebih menekankan unsure sastra melalui diksi serta ungkapan yang indah, yang salah satu pegiatnya yang paling terkenal adalah La Fontaine dari Perancis, yang kisahnya sepertinya berkiblat pada Esopus, seorang pujangga Yunani yang diduga hidup pada abad VI sebelum Masehi

Kesimpulannya? Cerita fabel sebenarnya merupakan cerita yang ditujukan untuk orang dewasa, yang sejak abad ke-19 barulah termasuk ke dalam salah satu jenis literatur yang ditujukan untuk anak-anak….^_

Sejarah singkat fabel di Indonesia.

Kemunculan fabel di Indonesia tidak lepas dari sejarah perkembangan Indonesia dimasa lampau, dimana agama Hindu-Budha menjadi agama mayoritas waktu itu.

Berdasarkan penelitian Dixon (seperti dikutip Danandjaja, 2002) dongeng tokoh penipu sang Kancil terdapat di Indonesia pada daerah-daerah yang paling kuat mendapat pegaruh Hinduisme, yang erat hubungannya dengan kerajaan Jawa Hindu dari abad VII sampai dengan abad XIII.

Menurut Sir Richard Windsted (seperti dikutip Danandjaja, 2002) bahwa pada abad II Sebelum Masehi pada suatu Stupa di Barhut Allahabad India telah diukirkan orang adegan-adegan dongeng binatang (fabel) yang berasal dari cerita agama Budha, yang terkenal sebagai Jatakas.

Berdasarkan rekonstruksi Windsted tersebut, dongeng binatang menyebar keluar India. Bukan saja kearah barat menuju ke Afrika, melainkan juga menuju timur ke Indonesia dan Malaysia bagian barat. Bukti-bukti yang dikemukakan Windsted telah memperkuat hipotesisnya bahwa persamaan dongeng-dongeng di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia), Afrika dan India adalah sebagai akibat difusi, bukan merupakan penemuan yang berdiri sendiri (independent invention), atau penemuan sejajar (parallel invention).

Tokoh hewan utama fabel pada setiap negara berbeda-beda. Kelinci menjadi pilihan Amerika, sementara Belanda menobatkan beruang sebagai simbol hewan yang licik, busuk, penuh tipu muslihat, sementara Eropa lebih menyukai rubah (fox) yang bernama Reinard de Fox.

Bagaimana dengan Indonesia? Tak pelak lagi, tokoh yang paling populer untuk Indonesia, tentu saja Sang Kancil!

Dalam ilmu folklor dan antropologi, Bung Kancil ini mendapat istilah the trickster atau tokoh penipu.

Dengan metode strukturalis, McKean (seperti dikutip Danandjaja, 2002) dapat mengungkapkan hipotesis watak bangsa Indonesia (lebih khusus lagi orang Jawa), yang mendukung dongeng sang kancil. Masyarakat Jawa mengasuh anaknya mempergunakan dongeng sang kancil, untuk menanamkan nilai-nilai didaktisnya ke dalam benak anak-anak mereka. Karena bagi mereka, kancil mewakili tipe ideal Orang Jawa (Melayu-Indonesia) sebagai lambang kecerdikan yang tenang dalam  menghadapi kesukaran, serta selalu dapat memecahkan masalah yang rumit tanpa banyak ribut dan emosi.

Selain itu, dalam fabel Indonesia Kancil banyak dipergunakan sebagai simbol, karena binatang ini dipandang cerdik serta pahlawan pembela/penolong binatang-binatang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sesuatu yang amat berbeda dengan asalnya mengingat dalam kisah ‘Kancil Mencuri Mentimun’, sang Kancil justru berperan sebagai tokoh antagonis penumbal hewan lain asalkan dirinya sendiri selamat…^_

Barangkali hal inilah salah satu sebab timbulnya polemik bahwa ‘Sebenarnya Kancil Itu hewan baik atau justru teladan buruk bagi anak-anak…? ^_

Setelah era Hindu-Budha, agama Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII, bersamaan dengan turut masuknya tulisan Arab (Kristantohadi, 2010). Dan kembali watak bengal sejarah sebagai pengulang kejadian mencuat.

Kembali fabel direduplikasi ulang, ditulis menggunakan Bahasa Arab dan menjadi bentuk hikayat, dengan tujuan untuk menyebarluaskan agama Islam di kalangan pribumi.

Salah satu contoh yang cukup terkenal yaitu Hikayat Khalilah dan Daninah, yang merupakan hikayat terjemahan dari Bahasa Arab, yang sebelumnya adalah terjemahan dari Bahasa Persia, yang sebelumnya lagi merupakan terjemahan dari Bahasa Sansakerta. Wuihhh! ^_

Nama asli karya tersebut adalah Karna dan Damantaka (Sugiarto, 2009, h.18), kumpulan fabel karya Baidaba, filsuf yang hidup pada abad ke-3 masehi.

Apakah kemudian fabel Indonesia akan berakhir hanya sebagai pelengkap didaktis bagi dunia kanak-kanak? Atau justru akan mundur kembali ke masa penjajahan Jepang sebagai simbol perlawanan jurnalisme yang dilakukan pegiat fiksi terhadap ketatnya sensor media penjajah waktu itu? Seperti fabel buatan  Martin Luther (1483 – 1546) yang lebih mengangkat tentang kritik atas kaum yang berkuasa? Memposisikan sebagai bentuk jurnalisme alternatif menyiasati SE Ujaran Kebencian Kapolri yang, walaupun diduga tak memiliki dasar hukum namun memiliki potensi yang besar akan penyalahgunaan aparat,  dengan memanfaatkan aturan tersebut untuk melakukan kriminalisasi terhadap pihak-pihak tertentu, misalnya…^_

Atau justru akan mengacu kepada fabel nyastranya Michael de La Fontaine dari Perancis, juga Penyair Sufi Fariduddin Attar dari Persia dengan puisi liris “Musyawarah Burung”nya yang amat terkenal itu? (yang membuat saya berkali-kali ganti buku tapi tetap saja tak tamat-tamat karena muatan sufistiknya yang agak berat bagi daya nalar saya, haha…^_)

Atau ‘sekedar’ mengikuti jejak Joko Said alias Sunan Kalijaga, yang langsung menggarap ke Mahabharata sebagai ranah sentral dengan memasukkan tokoh punakawan karangan beliau yang awalnya sebagai salah satu alat menyebarkan ajaran moral keagamaan pasca Hindu-Budha? Atau kisah Ajisaka yang turut mendunia bersama Mahabharata, yang diakui sebagai karya asli Bangsa Indonesia?

 

 

Apa pun itu, semoga dari kreativitas kecil yang digagas oleh Fiksiana Community ini, kelak akan lahir pegiat-pegiat fabel yang serius mengembangkan fabel khas Indonesia, yang tak harus kancil atau ular keket, melainkan khas fabel Indonesia asli, dengan pencapaian yang setidaknya dapat menyamai legenda ha-na-ca-ra-ka nya Ajisaka yang fenomenal dan mendunia tersebut.

Salam fabel khas Indonesia, bye-bye dari Bay,...^_

 

Secangkir Kopi Fabel Indonesia yang Siapa Tahu Kelak Mampu Menggegerkan Dunia, 03 Nopember 2015. _ Ditulis dan revisi ulang hari ini, untuk menjawab beberapa pertanyaan rekan fiksianers…^_

Dari: Berbagai sumber. (yang mungkin baru boleh dicantelin di mari kalo eventnya dah kelar, haha…^_)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun