Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menghina Presiden, Membersihkan Sejarah (Fragmen Pembuka)

7 Agustus 2015   12:00 Diperbarui: 7 Agustus 2015   12:00 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Tak semua foto buruk menggambarkan kenyataan yang buruk juga, sebab jika semua hanya dinilai berdasarkan foto, saya khawatir gambaran terburuk justru dimiliki oleh Tuhan, karena foto-Nya paling tak konsisten di antara begitu banyak penggemarnya- kutipan dari saya sendiri hahay…^_).

 

miskin terlalu lama mendidik kami

serupa pendendam

faqir berkepanjangan merenggut cerdas kami

hingga menjadi amat redam

 

harta terakhir yang masih kami genggam erat

hanyalah kebodohan

yang terus kami dekap kuat-kuat

dan selalu kami dengungkan dengan sesungguh kebanggaan

 

sebab jika kebodohan inipun sirna, tak ada lagi yang tersisa

sebab jika inipun tiada, kami tak lagi punya apa-apa

 

karena miskin ilmu kami mudah mengumbar kata

karena miskin pengetahuan bualan kami menebar sepenuh udara

menggetar di jantung dan memekak di telinga

seakan kebenaran hanyalah kata, yang tentu saja hanya terucap dari kita

 

karena miskin wacana merubah kami menjadi pejuang wawancara

karena miskin pikiran sedikit kami beroleh gagasan

seluruh dunia wajib mentaati

dengan kalimat pamungkas berawalan ‘pokoknya!’ sebagai harga mati

 

karena faqir kreativitas sehelai ide yang memerambat di kepala

kami yakini sebagai kitab suci kebenarannya

lupa bahwa nun di Negeri Bayangan sana

ada yang pernah berkata

 

“kau ada, tapi selama masih seperti ini

ada dan tiadamu tak menjadi banyak berarti bagi negeri ini”

 

Tuhan, jauhkan kami dari kemiskinan personal akut

yang kelak akan menjadi kemiskinan struktural nan amat pekat

dan terwariskan tanpa sadar secara ritmik

turun-temurun dan mengepidemik

na'udzu billah min dzaalik

 

Secangkir Kopi Fragmen Pembuka Artikel “Menghina presiden, Membersihkan Sejarah”, Kompasiana-012015.

(Buat rekan Kompasianers yang gemar mengunjungi lapak ini, saya mohon maaf karena belum bisa silaturahim balik, karena kesibukan memang acapkali memberangus kebersamaan hingga menjadi begitu basi.

Saya coba malam nanti bergentayangan kembali sebagai hantu bayangan, sebab bertukar kata dengan amat cerdas akhir-akhir ini memang menjadi sebuah kemewahan yang tak lagi mudah untuk dilakoni, untungnya masih ada di Kompasiana…^_)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun