Ada kegigihan dan mental baja yang terpancar dari kisahnya. Terutama ketika beliau dengan amat uletnya terus saja menulis, tak peduli entah berapa ratus karyanya yang ditolak mentah-mentah oleh media manapun yang dia kirimi, mengingatkan kita betapa amat lucunya nyali serta keberanian diri, yang seringkali merasa minder, tak puas, juga susah hati ketika karya buatannya tak mendapat Hi atau HL dari admin Kompasiana, atau belum juga berhasil memenangkan lomba kepenulisan ini dan itu lintas genre mulai dari fiksi hingga reportase juga opini, atau ditolak penerbit satu-dua kali yang langsung memberikan kesimpulan betapa amat tak berbakatnya diri ini.
Saya berpikir, jika saja Joni putus asa pada penulisan karyanya yang keseratus sekian, Indonesia akan kehilangan sosok ajaib dengan karya aneh berlatar yang amat nyeleneh, hingga akhirnya kita hanya akan menemukan beliau asyik mangkal bersama rekan sejawat penarik becaknya di emper jalanan kota Jogja.
Dan tak berhenti sampai di situ, setelah mencapai maqomnya di dunia sastra Indonesia, Joni ternyata masih peduli dengan jaringan perbecakan yang pernah digelutinya, dengan cara mengajari mereka baca dan tulis, yang lalu merasa amat berbahagia ketika beberapa waktu kemudian melihat mereka asyik tertawa membaca komik ringan sambil menunggu calon penumpang.
Terima kasih Bung Joni, karena anda pernah menginspirasi orang-orang seperti kami untuk mau ‘menembus batas’ tanpa perlu disesaki dengan segala macam kesalahan membaca takdir tanpa berusaha merubahnya menjadi lebih baik. Walau memang ada beberapa pertanyaan yang kembali menggelayuti angan tentang ‘Dunia Intelektual’ tersebut, tentang benarkah kegiatan menulis, pada akhirnya harus menjadi amat kapitalis…?
Tapi itu akan kembali saya tulis dalam artikel yang selanjutnya, karena sekarang saya hanya ingin menepi sejenak, dan mencoba untuk kembali mengais-ngais kata merenda cerita yang lebih serius serta dewasa mungkin, demi mencicipi lomba penulisan di majalah Femina –sesuatu yang telah amat lama tak saya lakukan: Menantang diri sendiri, hanya demi terus menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Salam inspiratif, semoga bermanfaat, dan tak lupa: Salam hangat persahabatan…^_
Â
Secangkir Kopi Tukang Becak yang Menginspirasi, Kompasiana-015.