Bahwa kesenian di Indonesia khususnya karya sastra, terlalu sarat dengan "titipan", sehingga pelaku seni seakan-akan hanya berfungsi sebagai alat demi pencapaian tujuan dan keinginan segelintir pihak, atau bahkan terjebak hanya sebagai suatu gejala yang insidental, sesuai dengan perkembangan situasi yang terjadi, atau sesuai dengan pesanan kelompok dan pihak tertentu.
Bahwa harus mulai berpikir luas untuk membuka lebih banyak lagi alternatif dalam penciptaan suatu karya sastra. Bisa jadi, sebuah karya sastra yang ingin ditujukan untuk perbaikan moral, agama, bahkan humaniora, dapat di sajikan dalam bentuk yang sama sekali bertolak belakang. Dan tak tertutup pula kemungkinan bahwa suatu karya seni yang baik adalah yang mutu, gaya dan bentuknya paling tidak baik. Atas dasar semua pemikiran itulah diharapkan kesenian Indonesia akan bangkit dan mengalami perkembangan yang paling maksimal, hingga mencapai taraf yang paling gemilang kelak kemudian hari.
Â
Sumber semedi:
Busye, Motinggo
- 2000. Fatima Chen-chen, Novel Islami. Asy Syamil. Bandung.
Â
Fawdzy, Doddi Achmad
Selamat Datang Angkatan Melankolik. Harian Media Indonesia, 19 November, Jakarta.
Â
Gola Gong dan Helvi TR
- 2000. Nyanyian Perjalanan. Asy Syaamil. Bandung.
Â