Banyak cara untuk menjadi The Best Damn Thing. Beberapa di antaranya hanya perlu menggunakan jari dan sedikit kata-kata, yang ada baiknya kita ingat ulang agar terhindar dari melakukannya.
#
“Lo yang salah...!!!” ucap Bay menunjuk kuman di seberang lautan, sambil diam-diam berharap dengan cara itu gajah di pelupuk mata jadi tak kentara, menghasut dan menjebak Bay untuk berbicara tentang adab, etika dan kesopanan... sambil telanjang.
#
“Sampolu bademu tenaku melar...!” yang langsung saja membuat Bay ‘penyak-penyok’ di kepruk lima orang –dengan bambu di salah satu mereka- beberapa waktu yang lalu saat Bay singgah di pinggir Jakarta.
Ketika parang dan golok mulai berdatangan, saat itulah yang paling tepat untuk mengakhiri ‘olahraga fisik’ yang tak pernah melibatkan pihak asuransi tersebut.
Jantankah...? Barangkali sudah saatnya menyelesaikan semua masalah dengan cara yang lebih betina.
#
“Ssstt...! Saat lo belom lahir, gue udeh mahir...” bungkam Bay dengan gaya sengak, tak peduli meski kenyataan berulang kali membuktikan bahwa ada duluan bukan jaminan untuk menjadi yang terdepan. Terutama saat ada yang dimaksud tak banyak berbeda dengan tiadanya, yang semakin diperparah lagi dengan keberadaan yang cuma seperti antara ada dan tiada. Hadir, hanya untuk sekedar mondar-mandir memasung pikir dengan satir tanpa akhir, sambil sesekali bersikap nyinyir seakan semua yang zahir tak lebih hanya takdir yang getir.
#
“Hidung Lo terlalu panjang, Bay...” menjadikan Bay terus saja membaui segala macam urusan yang tak mesti menjadi beban dan tanggung jawabnya. Menyangga dunia dengan pundak rapuhnya, tanpa sedikitpun ingat dengan dunianya sendiri yang kian kusam dan pecah-pecah.
“Kuhabiskan hidup dengan terus berlari...!!!” ucap Bay getas, mengutip puisi yang dulu pernah ditulisnya, dalam sebuah kesalah pahaman yang entah kenapa selalu urung mengujung.
#
“Dalam HAL INI, lo tuh cuma bayi...!” ucap seseorang berulang-ulang seperti kaset soak yang amat menyebalkan, yang seringkali tanpa sadar banyak lagi yang melakukannya. Dengan kalimat yang berbeda, walau jelas dengan makna kata yang sama, yang cuma Bay jawab dengan kalimat singkat, “Lihat, Si Hebat, memainkan seringai bayi...!”.
#
Bertambah tua itu pasti. Tapi bertambah dewasa? Itu tentu sesuatu yang lain lagi. Terutama saat usia yang dilalui sekedar ‘habis percuma’ di bawah sengatan matahari. Tua kejemur, tanpa pernah berkeinginan menyisipkan pelangi sekalipun di sela-selanya.
#
“Who do you think you are...?!” teriak Bay kesal pada semua yang terus saja mengganggu hidupnya.
Dan ketika teriakkan itu sebagian besar membentur dirinya lagi, membuat Bay merasa kecut sendiri dengan gaung yang memantul-pantul kembali di telinganya, “You are what you were, Bay...”
Bay rindu kemarin, rindu sehelai waktu yang harusnya memang sudah menjadi basi.
Pesan moral dalam cerita ini adalah:
- Banyak tindakan buruk yang jika dilakukan orang lain kepada kita: Akan terasa amat menyebalkan. Tapi anehnya, seringkali tanpa disadari justru tindakan tersebut terekam kuat di dalam benak, yang lalu dengan kebodohan emosi memaksa kita untuk turut melakukannya terhadap orang lain.
- Hati-hati dengan usia, karena acapkali seiring berlalunya waktu, entah mengapa tak juga menjadikan kita menjadi bertambah kedewasaan.
- Kejantanan fisik dalam masa yang sekarang ini, tak lagi harus diungkapkan melalui tindakan kasar yang amat brutal. Juga sifat ikut campur dalam segala hal, yang tak akan pernah bisa menjadi pembuktian akan kepintaran seseorang. Atau merasa diri sendiri adalah manusia ‘super segalanya’ hanya karena terlahir lebih dulu dari yang lain. Atau pada banyak kasus, gagal move on adalah yang paling parah, yang membuat seseorang tak berhenti berkubang pada masa lalunya yang ‘Paling Jaya’ atau justru ‘Yang Terburuk’, yang membuat hidup berhenti di masa kubangan itu, dengan memaksa orang lain untuk turut pula berkubang di tempat yang sama tanpa peduli betapa amat dinamisnya hidup, dengan segala percepatan peradabannya yang seringkali membuat kita ternganga-nganga.
- Semoga kita semua dapat terhindar dari semua itu, aamiin…^_
Salam hangat persahabatan, salam dunia maya…^_
Secangkir Kopi Mencoba Tetap Menjadi Orang Baik, "Dunia Aneh Si Bayangan" bagian ke-7, Kompasiana-15.
Link fragmen sebelumnya:
- #2 “Dari Perempuan Remaja Ini Saya Belajar Banyak Hal”
- #3 "Bersama Teman yang Tepat, Kita Bisa Melakukan Apapun dan Menjadi Siapapun"
- #4 “Kebutuhan akan Uang Membuat Saya Meninggalkan Jabatan Terhormat”
- #5 “Susahnya Pacaran dalam Islam”
- #6 “Beberapa Hal yang Bisa Dipelajari dari Wanita”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H