“Udah.. Udah… Stoplah dulu, Sob…” tukas saya lembut, lebih karena malu karena kadang yang berbicara itu bukan orang lain, melainkan diri saya sendiri.
“Pada akhirnya kita ga lebih cuma sekedar seorang Haji Bangsat doang kok, Sob…” ucap saya pelan dan semakin tenggelam dalam lumpur hina yang penuh aura malu. Haji bangsat juga ikut beribadah dan melakukan kebaikan. Tapi beribadah seperti apa...? Kebaikan macam yang mana...? Dan berbedakah dengan latar belakang dan hasil ibadah kita...? Lebih mendekati Pak Haji Udin..? Lebih mirip Haji Bangsat...? Atau…? Semoga Allah melindungi kita semua dari ‘delusi ibadah’ itu, aamiin...^_
Secangkir Kopi Gelandangan, 143.15-283.15
Glossarium:
- Bangsat = Sejenis kutu kecil yang gemar menghisap darah manusia sebagai makanannya. Bangsat memiliki banyak nama, antara lain kepinding, tumbila, tinggi, dan masih banyak lagi nama yang lainnya. Vampir kecil ini biasanya hidup bersembunyi di lipatan kasur, dipan, sela-sela kursi dan tembok yang berlubang-lubang kecil. Pada beberapa daerah di Bandung, bangsat adalah sebutan lain dari maling ayam.
- “Wis tau krungu kisaeh Kaji Bangsat pa rung, Bay..?” = Sudah pernah tahu kisahnya Haji Bangsat atau belum, Bay…?
- “Apa kui, Bu, deneng syerem temen aran kajine..?” = Apa itu, Bu, Koq menakutkan sekali nama Pak Hajinya…?
- Nngapak/ngapakan = Bahasa pasar, bahasa sehari-hari yang dipergunakan oleh masyarakat di daerah Purwokerto dan sekitarnya. Sementara bahasa sehari-hari yang dipergunakan di Jawa Timur biasa disebut Bandekan (bande’an).
- Mindik-mindik = Berjalan perlahan sambil berjingkat-jingkat agar tak terdengar atau tak diketahui oleh orang lain.
- Zaman dungtong = Perkiraan terjadi di masa penjajahan Jepang. Ketika terdengar bunyi dentuman besar, rakyat Indonesia digiring untuk menceburkan diri dan berkumpul di tengah empang berair, sambil menaruh kedua tangan di belakang kepala seperti tawanan perang, untuk di foto. Dan setelahnya, semua lelaki yang ada di foto tersebut diangkut untuk jadi romusha, yang kabarnya tak pernah ada yang kembali lagi. Itu mungkin yang melatar belakangi kenapa hingga kini masih ada orang-orang di pedesaan yang tidak mau difoto.
- Jumper = Istilah dalam dunia elektronika untuk menghubungkan antara dua titik atau lebih jalur komponen yg terputus pada papan PCB. Dalam perfilman, istilah jumper digunakan untuk menceritakan tentang orang yang memiliki kemampuan teleportasi, yaitu pemindahan sebuah obyek berupa materi (atau dirinya sendiri) dari suatu posisi ke posisi yang lain di alam semesta, yang terjadi dalam waktu cepat. Hingga kini kemampuan tersebut masih terus diteliti oleh banyak negara. Tapi anehnya, Indonesia justru mengklaim sudah menguasainya sejak masa Bandung Bandawasa, dengan Ajian Sepi Angin, yang walaupun sukar untuk dijelaskan secara logika namun dipercaya masih ada beberapa orang yang memilikinya. Dalam istilah pertemanan, jumper mengalami pembusukan makna menjadi hanya sekedar orang atau benda yang kegiatannya banyak berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya, baik lokasi tempat maupun lokasi kepentingan.
- Waro’/Wiro’i = Menurut kebahasaan mengandung arti menjauhi dosa, lemah, lunak hati, dan penakut. Para sufi memberikan definisi yang beragam tentang wara’ berdasarkan pengalaman dan pemahaman masing-masing. Ibrahim ibn Adham (w 160 H/777) mengatakan bahwa wara’ adalah meninggalkan syubhat (sesuatu yang meragukan) dan meninggalkan sesuau yang tidak berguna. Pengertian serupa juga dikemukakan Yunus ibn Ubayd, hanya saja ia menambahkan dengan adanya muhasabah (koreksi terhadap diri sendiri setiap waktu). Ibn al-Qayyim al-Jawziyah menarik kesimpulan bahwa wara’ adalah membersihkan kotoran hati, sebagaimana air membersihkan kotoran dan najis pakaian. Karena sikap wara' terkait dengan kebersihan hati, para pengamal Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah YPDKY hanya mengkonsumsi makanan yang jelas sumber dan kehalalannya dalam kegiatan i'tikaf. Makanan diolah dalam keadaan wudhu dengan senantiasa mengingat Allah. Bahkan makanan berupa daging yang dikonsumsi dalam i’tikaf berasal dari sapi atau kambing yang disembelih sendiri oleh panitia i'tikaf. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar hewan disembelih sesuai syariat Islam sehingga terjamin kehalalannya.