Tapi, ah… apa itu..!
Seperti di zoom ukuran terbesar saya melihat seekor hewan kecil, menyelinap dengan amat sigap dari kasur butut Pak Udin menuju selipan pecinya.
Ah, Bangsat itu...! Teriak saya dengan amat percuma, sebab dunia saya dengan ‘kenyataan’ Pak Udin tak linier, hanya sebatas tuturan dari ibu paruh baya sebagai pendongengnya, yang samar masih saya dengar bisikannya dari ruang entah yang mana lagi.
Alangkah tak hati-hatinya kau, Pak Udin, sesal saya melihat betapa amat sumringahnya hewan penghisap darah tersebut berpindah-pindah dari peci Pak Udin ke kerah bajunya. Kadang hinggap di sakunya, yang tak lama kemudian berjumpalitan –mungkin juga sambil teriak: Wow...!- lalu menyelusup dengan amat membuat takjub ke bagian pakaian lain yang dikenakan Pak Udin, dan menjadi PGT (Penumpang Gelap Tetap) dalam perjalanan spiritual Pak Udin memenuhi panggilan Tuhannya.
Jadilah monster kecil penghisap darah itu pengikut setia Pak Udin, yang dengan penuh taklid menemani setiap gerak kehidupan Pak udin. Saat Pak Udin thowaf, bangsat itu ‘SEAKAN-AKAN’ turut thowaf bersamanya. Begitu juga ketika Pak Udin sa’i, lempar jumroh, dan sebagainya hingga beliau kembali ke tanah air.
Pak Udin lahir kembali, lengkap dengan merek religi baru yang disematkan di depan nama dunianya hingga terkesan menjadi amat mentereng: Pak Kaji Udin alias Pak Haji Udin. Sebuah merek yang cukup menggairahkan rasa keagamaan siapapun yang mendengarnya, yang biasanya langsung menerbitkan baik sangka bahwa si pemilik merek tentu telah khatam pula empat Rukun Islam yang lainnya...^_
Tapi sayangnya, saya tidak tahu kelanjutan kisah hidup Pak Haji Udin tersebut. Apakah beliau kemudian menjadi lebih mabrur, lengkap dengan segala kebaikan yang dirohimkan Allah kepada beliau, atau justru malah berubah menjadi juragan pemulung yang tak lama kemudian sukses menjadi anggota dewan dan menjadi trending topic di twitter...? Wallahu a’lam. Hanya saja saya tahu persis kisah bangsat di peci Pak Haji Udin, yang jika kita memang mau bersikap adil, kita panggil juga dengan gelar: Haji Bangsat.
Setelah pulang dari tanah suci, tak ada yang berubah dari keseharian Haji Bangsat. Tetap bersembunyi, sambil sesekali menghisap darah Pak Haji Udin juga Pak Haji Udin-Udin yang lainnya. Juga masih istiqomah berjiwa pengecut, yang selalu kembali menyelinap dengan sangat mindik-mindik ketika bahaya buah kelakuannya mengancam. Bahkan bau tubuhnyapun masih tetap busuk juga…!!!
Hingga suatu hari, Haji Bangsat itu memutuskan untuk berkelana sebagai jumper yang terus berlompatan dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya, dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya, yang dengan kecanggihan GPRS terkini saya ketahui lokasi terakhir loncatan Haji Bangsat tersebut… Ternyata dia sangat sering terdampar lalu singgah dan merasuki diri kita dengan sangat nyamannya...^_
Mungkin karena kurangnya waro’ dalam keseharian kita, tak lagi cuma bangsat yang bolak-balik jumper ke peci dan atau alat ibadah kita yang lainnya, melainkan justru membuat kita terus-menerus kesurupan, hingga akhirnya bermetamorfosa menjelma Super Haji Bangsat.
“Tapi gue kan banyak ngelakuin ibadah, Bay.. Baik ubudiyah maupun uluhiyah, baik amal pribadi maupun jama’i, baik melalui lisan maupun perbuatan juga rangkaian tulisan, baik seagama ataupun lintas agama, buah fermentasi nilai-nilai agama yang gue pahamin dan kemudian gue tuangin dalam berbagai kegiatan kemanusiaan.. Baik Har..”