[caption caption="Puisigrafi | dokpri"][/caption]*_"Puisigrafi: Memahami Visualisasi Puisi Era Kontemporer"_*
Materi ini disampaikan pada diskusi Jumat, 7 April 2017 *Komunitas Lorong* _"Bahasa, Sastra, dan Rakyat"_
Penyaji: Ahmad Khoeri (Admin Puisigrafi)
Peradaban semakin berkembang secara pesat kala apa yang dibaca, dipahami, mampu menjelma menjadi bentuk kegiatan. Kegiatan yang dibentuk menjadi kebiasaan yang terbiasa, dan menjadi budaya kebaikan.Â
Menelanjangi kaum intelektual dalam ranah implementasi menjadi sanksi dalam ilmu yang belum amaliyah. Â Walau mereka kalangan ilmiyah tanpa amaliyah menjadi kosong tanpa makna.Â
Banyaknya membaca dari yang tersurat dan tersirat akan ayat-ayat yang dilahirkan untuk menyerap kehadirat hati yang ibadah karena Tuhan kita. Segala amaliyah adalah bentuk kecintaan tertinggi dari kemahiran berbahasa yang menjadi daya ibadah mulia dalam kehidupan manusia.
Menjelaskan kehidupan yang sangat resah  terhadap tidak adilnya bahan intelektual dan kaum intelektual yang berdakwah sebagai pengabidan ilmiyah, membentuk daya sosial yang melemah.  Bacaan yang baik tak merakyat, dan bacaan yang menumpuk tak teramalkan.
 Menjelaskan era virtual bacaan, sudah seperti tumpahan air pada suatu wadah yang tak lagi muat, dan tumpah menjadi banjir, dan banjir ini, melebar ke sungai sampai ke laut.  Penyikapan positif dan terarah bagi para kaum intelektual dalam mengamalkan, mengawal pengamalan yang memiliki haluan jelas, dan terarah agar hidup jelas, pada koridor lurus sesuai haluan tekad Tuhan menciptakan manusia untuk ibadah dalam hidup.Â
Bahasa berkembang menjadi alat dalam ibadah tersebut, dan memiliki tahapan dari kacamata kehidupan manusia dari bayi sampai mati dalam hidup proses pengamalannya. Proses kemahiran berbahasa hari ini dari membaca lanjut menyimak, menjelas pada menulis dan berbicara membentuk alat yang sarat makna. Makna yang akan terlukis adalah akademis harus menjadi praktisi kemudian naik jadin pengamat guna membina dan membimbing secara positif perkembangannya. Â
Seorang penyair harus menjadi sastrawan dan hadir sebagai teladan budayawan. Jadilah suri teladan kemahiran berbahasa. Tak hanya menjelaskan teori atau pengetahuan saja. Namun ikut serta mengamalkan apa yang dipahami dalam kehidupan.Â
Hari ini puisi masuk pada masa metropolis mellinnial. Kita akan berbincang mengenai latar belakang gagasan puisigrafi diperkenalkan. Era virtual hari ini, teks puisi sangat tidak hidup kala bertipe panjang teksnya dan apa lagi jika tertulis. Hal ini bagi generasi benda pintar yaitu telephone genggam.
Berdasarkan penamaan Puisigrafis amatlah beragam ada yang menamakan diantaranya; *puisigrafis, puisigrafik, puisi desain, puisi virtual, puisi digital, atau lebih kuat masuk pada sastra cayber.* Mencari format Puisigrafi terbagi menjadi tiga berdasarkan pengamatan penulis yaitu *puisi yang menekankan pada teks bukan pada visual atau layarnya, puisi yang menekankan pada konsep penulisnya yang berbentuk, puisi yang memadukan penuh antara teks puisi, warna dan visualnya dalam sebuah paduan visualisasi dalam grafis yang kontekstual.* Gambaran pembagian Puisigrafi tidak menutup kemungkinan lahirnya jenis baru dalam era yang begitu cepat sekali dalam arus informasi di era globalisasi ini.
Adapun pengertian *puisigrafis yaitu sebuah hasil karya puisi yang berbentuk apapun dari jenis puisinya yang dipadukan dengan visualisasi atau ilustrasi  yang dibangun dengan grafis berdasarkan kebutuhannya disesuaikan tema puisinya.* Definisi tersebut menggambarkan bahwa puisi yang dibangun dalam era virtual ini adalah menyelami dunia sastra cayber yang cukup penting untuk peranan karya sastra meramaikan jagat virtual dengan seni yang membawa misi dan bermakna baik.
Era yang serba instan akan membentuk generasi yang fokus pada kata kunci dari sebuah teks puisi. Â Puisi tak hidup walau sudah ditulis, ketika belum dibaca. Â
Pada konteks kemahiran berbahasa, kemahiran membaca menjadi satu kunci dasar untuk mengimplementasikan diri pada kemahiran menulis setalah melampaui kemahiran menyimak. Â Pada tahapan pemahaman puisi kadang seorang pengarang dituntut untuk menggunakan kata pasaran agar lebih refleksi sehingga mampu dipahami pembaca. Â Namun ada kalanya pengarang menjadikan puisi sebagai suatu sandi dalam inti gagasan yang hendak dibagi. Â
Kita akan sedikit gelisah dengan zaman yang telah memasuki era digital, menyelami puisi dengan paduan visual atau ilustrasi puisi. Â Tidak jarang akan menyentuh teknologi dengan desain grafis dalam paduannya. Â Secara dasar, maka pertarungan kita hari ini, karya harus membawa misi menawarkan kualitas dan atau kuantitas, perlu jelas. Ada harga dan kuaslitas dalam sebuah karya sebagai nilai. Â Air boleh sama, wadah kadang berbeda. Bisa-bisa akan bernilai beda pula. Puisigrafi lahir sebagai klinik berpikir pada perkembangan sastra puisi hari ini yang menggeliat.
Demikian juga sebagai inovasi generasi terbarukan harus pandai menyikapi kebutuhan zaman tanpa mengurangi dan merusak nilai yang baik yang dari dahulu diperjuangkan. Sastra yang notabennya dimaknai sebagai jalan kemerdekaan untuk ikut serta mencerdaskan kehidupan dalam membangun tatanan kebudayaan. Maka secara tegas era virtual ini karya sastra perlu dikemas secara positif dan kreatif agar melahirkan karya yang terbaik di zamannya. Sekiranya perlu kajian Puisigrafi masuk pada tataran akademisi, diharapkan hal ini disikapi positif. Karena kalau disikapi secara negatif sebagai ancaman bergesernya tradisi menulis dengan pena di atas kertas. Maka perlu disikapi secara serius oleh generasi penerus. Namun menurus  penulis, perkembangan Puisigrafi lebih kepada menjaga aset ilmiah secara praktis dan efisiensi tanpa mengurangi kualitas dan esensial menulis tangan sebagai tradisi baik bangsa.
#adminpuisigrafi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI