Mohon tunggu...
Fakhruddin Ahmad Huat
Fakhruddin Ahmad Huat Mohon Tunggu... -

Bukan Satu yang dihitung, Sebab yang dihitung adalah bilangan (Sandi Ambalan Gudep A. Soulissa)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suara Kader HMI Komuni

3 Desember 2010   02:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:04 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HMI DALAM TAJUK; PERSPEKTIF HARI KURBAN

DALAM KONTEKS DAN RELEVANSI

Oleh : Fakhruddin Ahmad Huat

Anggota Biasa HMI Cabang Malang Komisariat Unitri

Wacana tentang format perkaderan dan peran kader dalam era lepas landas pada kepemimpinan di komisariat hari ini mengindikasikan bahwa ada sebuah sistem yang terarah ke suatu pencapaian bersama secara kolektif menjadi persoalan yang urgen untuk diikuti. melalui anggaran dasar pasal 11 konstitusi HMI yang merupakan penjelasan tentang kedaulatan tertinggi yang berada pada ruh "anggota biasa", maka sudah semestinya organisasi ini meletakkan format peran anggota sebagai penjamin kesejahteraan kader dan kemajuan organisasi sebagai institusi resmi anggota. Akan tetapi hal yang kemudian terjadi terkadang dasar-dasar dari konstitusi itu sendiri keliru dalam implementasinya. Sehingga memerlukan pemaknaan kontekstual atau semacam reinterpretasi agar organisasi dan anggota tidak "kehilangan arah" dalam wacana perkaderan yang pro status quo.

Indikasi ketidakpercayaan anggota terhadap pengurus akan meluas, manakala pengurus tidak mampu menjadi leader yang dapat menggerakkan sistem ke arah perkaderan yang berdampak signifikan. Dalam merealisasikan agenda bidang tidak sepenuhnya berjalan secara collective collegial melainkan menjadi tertutup secara sendiri-sendiri. Hal ini jelas bukan menunjukkan kebersamaan yang diharapkan oleh anggota. Semuanya harus komitmen untuk berintegrasi ke dalam sistem perkaderan yang berdampak signifikan terhadap peran pengurus. Bahkan jauh sebelum proses kaderisasi berjalan secara formal, reinterpretasi peran pengurus dan bidang-bidang harus mendapatkan penyesuaian (adjusment) melalui penetrasi. Keadaan komisariat sebagai lembaga terhadap kebijakan pimpinan dalam rangka menghadapi krisis kepercayaan diri kader di hari yang penuh dengan pengorbanan ini (intropeksi diri di hari raya kurban). Desakan mobilitas kinerja pengurus yang berjalan secara kolektif (tidak terpisah-pisah), dipercaya akan mendorong perubahan pada diri kader atau calon kader ke arah perubahan-perubahan yang signifikan.

Lantas, dimanakah relevansi gagasan dari sebuah arti "berkurban" dalam konteks pengorbanan seorang kader dalam berjuang di organisasi? Hal ini perlu ditegaskan dalam upaya menjawab tantangan proses perkaderan yang dilakukan HMI hari ini! Pada akhirnya, paradigma perjuangan kader HMI haruslah mampu menjadi yang diutamakan sebagai wujud aplikasi kita pada peran organisasi yang termaktub dalam pasal 9 Anggaran Dasar tentang peran yakni sebagai "organisasi perjuangan".

Kenyataan yang terjadi hari ini adalah dimana kultur komisariat dan budaya organisasi mulai mempertontonkan lahirnya sebuah paradigma yang keliru tentang arti penting dari sebuah "kebijakan" dan pola manajemen sebuah keputusan forum yang masih terkesan jarang diperhatikan. Sehingga hal ini, kemudian berpotensi menajdi patologi organisasi di Komuni karena keputusan bersama sudah tidak lagi dihormati dan dihargai. Kebudayaan komisariat menjadi terdegradasi dalam nilai (value) dan sering mendapat ekspansi dari wilayah eksternal (baik individu, kelompok, golongan, maupun mengatasnamakan lembaga). Pengurus menjadi kehilangan perannya, digantikan oleh tirani yang selama ini membeku dan jejaring eksternal yang dikemas sedemikian rupa tanpa seorang pun yang tahu. Alhasil, cara berpikir yang cenderung pragmatis dan pro senior pun ikut menjadi tersampaikan ke sebagian kader yang ikut-ikutan.

Fenomena seperti ini terkadang melahirkan corak keberagaman dalam dinamika organisasi yang pluralistik. Nilai-nilai organisasi yang selama ini dijunjung tinggi akan terasa hampa manakala hegemoni dari sebuah tatanan yang abstrak itu telah menjadi mainstream dan membentuk suatu kekuatan terselubung yang selalu membayang-bayangi kompleksitas organisasi yang mudah terpengaruh. Semangat berorganisasi pada diri kader menjadi rapuh, nalar kritisnya terbelenggu oleh rantai-rantai kekuasaan, serta daya juang dan kemerdekaan hakikinya sebagai seorang insan kamil menjadi sirna oleh pengaruh kekuatan-kekuatan tadi. Gaya instruktif yang cenderung individualistik pada diri seorang anggota sebenarnya tanpa sengaja sudah dapat mendorong pembentukan karakter kader yang tidak independen (interdependen).

Bagi kader HMI Komisariat Unitri sendiri, pembentukan karakter setiap angkatan LK I telah terjadi setiap tahunnya. Hal ini jelas menggambarkan bahwa kita telah menjadikan orang yang sebelumnya malu dan pesimis menjalani profesi mereka sebagai masyarakat ilmiah menjadi berani dan tangguh untuk kemudian berkata "AKU KADER BANGSA! PEJUANG RAKYAT TERTINDAS (Kaum Mustad'afiin)".

Bersamaan dengan tumbuhnya sikap hedonisme dikalangan sebagian pengurus maupun anggota yang cenderung lebih mendapatkan kemanjaan (yang dibiarkan saja tanpa ada teguran), lahir pula kultur kontra berupa idealisme moral yang tinggi dalam prinsip-prinsip yang kritis. Kebudayaan kritis ini tak mempunyai akar pada ide kekuasaan dalam tradisi HMI Komisariat Unitri. Penolakan yang sadar terhadap kebudayaan itu disebabkan oleh tradisi nonhierarki yang bersumber pada pribadi yang independen (secara organisatoris maupun independensi etis itu sendiri). Pandangan ini berbeda dengan kebanyakan orang di luar sana yang tak memperoleh proses perkaderan di lingkungan organisasi.

Sangat patut dicatat dalam hal ini bahwa banyak kader yang takut menggunakan nalar kritisnya dilingkungan tempat di berproses. Di hari-hari yang dilalui semasa proses perkaderan di organisasi ini, kita dapat melihat bagaimana terdapat banyak sekali ragam/macam tipikal kader dengan berbagai motivasi terlibat organisasi yang bermacam-macam pula. Dalam hal ini organisasi dan kader yang tergabung didalamnya menajdi sebuah proses yang berlangsung tanpa henti berdasarkan nilai-nilai organisasi secara konstitusi (AD dan ART HMI). Rumusan dalam nilai ini mengacu pada pengertian bahwa segenap kejadian dalam proses perkaderan yang berlangsung (antara anggota dan anggota, pengurus dan pengurus, anggota dan pengurus, keseluruhan dengan organisasi) tidak lain adalah merupakan gerakan kesadaran yang timbul dari hati yang paling dalam. Oleh karenanya bergabungnya seseorang ke HMI dan menjalani proses pembelajaran merupakan suatu perlakuan yang diimplementasikan dengan penuh kesadaran dan rasa tanggungjawab secara bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun