Pembahasan di atas sangat erat kaitannya dalam hal efisiensi produksi, agar nantinya bisa memaksimalkan keuntungan. Dalam islam hal ini diperbolehkan karena atas dasar manusia sebagai Homoeconomicus atau pelaku yang rasional, yang selalu melakukan perhitungan untuk kesejahteraan dirinya dan keluarganya (Zusmelia, Ariesta, dan Irwan, 2015: 176).
Dalam etika bisnis islam, juga diperbolehkan dalam hal memaksimalkan keuntungan. Yang tidak diperbolehkan adalah melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerja, misalnya menyuruh tenaga kerja untuk melakukan sesuatu di luar batas kemampuannya, memberi upah yang sedikit padahal kinerjanya sangat baik bahkan kadang tidak memberi upah sama sekali, dan lain sebagainya sebagaimana di jelaskan dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah:
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مَعَهُ بِدِينَارٍ يَشْتَرِي لَهُ أُضْحِيَّةً فَاشْتَرَاهَا بِدِينَارٍ وَبَاعَهَا بِدِينَارَيْنِ فَرَجَعَ فَاشْتَرَى لَهُ أُضْحِيَّةً بِدِينَارٍ وَجَاءَ بِدِينَارٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَصَدَّقَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَعَا لَهُ أَنْ يُبَارَكَ لَهُ فِي تِجَارَتِه (رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ).
Artinya: “Dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah SAW telah mengutus dengan membawa uang satu dinar agar ia belikan satu ekor hewan kurban. Kemudian ia membelinya dengan harga satu dinar, dan ia menjualnya seharga dua dinar, lalu ia kembali dan membeli seekor hewan kurban dengan harga satu dinar. Dan ia datang dengan membawa satu uang dinar kepada Nabi SAW. kemudian Nabi SAW mensedekahkan uang tersebut dan mendoakannya agar diberi berkah dalam perdagangannya” (HR. Abu Daud).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
Artinya : “Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah).
Namun, yang menjadi masalah bagi para pemilik lahan pertanian ini adalah dilema antara menggunakan sistem tebasan yang lebih menguntungkan secara ekonomis atau menggunakan sistem bawon yang nantinya akan mendapatkan keuntungan sosial. Tetapi, menurut penulis terdapat solusi yang bisa dilakukan oleh para pemilik lahan untuk mengatasi hal ini, yakni jika para pemilik lahan tetap menghendaki untuk menggunakan sistem tebasan agar bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar, maka para pemilik lahan ini bisa tetap berbagi keuntungan dengan menggunakan ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah, dan Waqaf).
Selain tetap bisa berbagi keuntungan dengan para buruh tani yang rata-rata dari para tetangga dan sanak saudara, instrumen ZISWAF ini juga bisa membawa keberkahan atas rezeki yang telah diperoleh para pemilik lahan. Jadi, para pemilik lahan bisa keluar dari sifat tamak atau rakus akan harta duniawi dikarenakan harta yang mereka peroleh tetap bisa membawa manfaat untuk sesama.
Para pemilik lahan pertanian ini juga tidak akan mengalami rasa "Sungkan" terhadap para buruh tani yang timbul karena telah memilih sistem tebasan, dan tetap bisa menjalin keakraban antar tetangga dan sanak saudara. Maka dari itu, kesimpulannya adalah dalam syariat islam, seorang pelaku usaha tetap diperbolehkan memaksimalkan keuntungan atas dasar untuk kesejahteraan dirinya dan keluarganya, yang tidak diperbolehkan adalah tindakan eksploitasi.