Mohon tunggu...
Ahmad Afandi
Ahmad Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh

Masih Belajar Menulis (Kembali) !!

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Merebut Desa: Bagian 5

11 November 2024   16:00 Diperbarui: 11 November 2024   18:38 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimas mendapat impresi yang baik di mata Laskar Naga Kuning sebagai orang yang istimewa. Jikalau mereka tahu kekuatannya berasal dari pedang saktinya, tentu mereka akan kecewa. Namun, berbohong pun juga tidak akan membuatnya lebih baik. Segala kemungkin bisa terjadi termasuk kebohongan yang terbongkar. Namun, lebih baik jujur daripada dusta, kan?

"Aku memanggilnya Pedang Naga Api. Nama tersebut sesuai dengan aliran silat pedang yang kami anut. Namun, pedang ini sebenarnya bukan milikku. Aku menemukannya di suatu kuil misterius di bawah hutan saat pelarian."

Inani terkejut. Dimas tertunduk malu. Seorang yang bukan siapa-siapa mendapatkan tempat istimewa karena pedang sakti. Sekarang membuka rahasianya dan menunggu reputasinya hilang.  Mereka berdua sempat terdiam beberapa saat hingga Inani memecah keheningan.

"Beberapa orang menggunakan ilmu dan benda sakti untuk berbuat sesuka hati. Merampas hak orang lain; membalas dendam kesumat; dan tindakan keji lainnya. Mereka tidak peduli akan perdamaian atau keselamatan orang lain. Namun, kau berbeda, Dimas. Kau bergabung dengan kami untuk perjuangan mulia. Perjuangan bersama dalam melawan tiran zalim."

Inani lalu tepukkan pundak Dimas dan menambahkan, "Aku senang kau di sini, Dimas. Kau memberikan harapan baru bagi kami."

Makin merahlah muka Dimas. Betapa tersipunya ia terhadap ucapan tersebut. Namun, hal itu ada benarnya juga.

Orang-orang atau para pesilat akan sangat tergoda menggunakan benda-benda bertuah untuk kepentingan sendiri. Kebo Alas salah satunya. Ia pergunakan gelang saktinya untuk menguasai desa-desa.

Ah, nama itu membuat Dimas bergidik. Bulu kuduknya terangkat. Ingatan membawanya pada cahaya ungu dari tangan Kebo Alas. Cahaya itu menjalar-menjalar. Sekejap saja menyambar ke depan bagaikan ombak samudera. Sekali empasan saja, orang tuanya berubah jadi mayat.

Dimas sedikit bersurut. Kepalanya tiba-tiba seperti dipukul. Sakit.

"Kau tidak apa-apa, Dimas?" tanya Inani.

"Ti-tidak apa, Inani. Aku hanya sedikit kelelahan saja. Mungkin istirahat sedikit membantu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun