Saat ini tidak hanya kamera saja yang menjadi pendamping wisatawan selama mereka berlibur namun juga smartphones yang dilengkapi oleh kamera serta akses ke media sosial untuk mengunggah foto-foto mereka secara instan.
Memang tidak bisa dipungkiri peran media sosial membawa dampak positif terhadap tempat-tempat wisata.
Hal ini karena hasil jepretan foto mereka yang sedianya merupakan kenangan mereka selama  berlibur akan berubah menjadi inspirasi bagi orang- orang yang melihat postingan tersebut.
Pada perkembangannya, kecenderungan wisatawan dalam memilih destinasi wisats yang dikunjungi adalah pada seberapa instagramable destinasi tersebut.
Foto memang hanya sebuah foto namun memiliki kekuatan yang luar biasa setelah dipamerkan di media sosial dan mungkin akan lebih banyak dilihat banyak orang jika  dibandingkan foto-foto yang dipamerkan oleh seorang fotografer di pameran foto di gedung atau tempat umum sekalipun.
Namun foto yang lebih populer kini bukanlah hanya foto pada umumnya seperti foto seluruh keluarga atau foto bersama namyn juga swafoto atau selfie.
Menurut informasi di sebuah website, ada setidaknya 220 juta foto dengan hastag selfie dan lebih dari 330 juta foto dengan hashtag me pada platform media sosial instagram.
Tapi apakah dampak swafoto ini benar-benar membawa dampak positif bagi sebuah destinasi wisata khususnya yang memiliki adat istiadat, tradisi dan budaya yang selama ini dijalankan oleh masyarakat lokal ?
Dampak positif disini adalah dalam hal lebih  memperkenalkan apa yang ada pada destinasi wisata tersebut dengan lebih dulu mengenal dan memahami betul akan adat istiadat, tradisi dan budaya lokal.
Tidak jarang dari hasil swafoto menampilkan objek wisata sebagai latar belakang serta tanpa caption yang menjelaskan lebih jauh tentang destinasi tersebut.
Keberadaan diri lebih mendominasi sebuah foto yang mereka hasilkan dibandingkan dengan keberadaan dan informasi akan destinasi wisata yang menjadi latar belakang foto mereka.