Keunikan dalam pariwisata tidak menciptakan sebuah keeksklusifan dimana hanya akan beberapa orang saja yang dapat kesana, justru dari keunikannya tersebut yang berbeda dari tempat lain membuat banyak orang akan berminat kesana dan pintu kesana tidak ditutup.
Akan tetapi dengan melihat apa yang terjadi dari beberapa destinasi wisata di dunia yang mengalami salah satu dampak dari overtourism dimana banyaknya wisatawan yang datang sudah mengusik kehidupan masyarakat lokal, pendapat pribadi saya mengatakan bahwa hal ini juga terjadi pada Suku Badui Dalam khususnya yang sudah terusik oleh dampak dari overtourism tersebut.
Overtourism disini jangan diartikan sebagai keadaan dimana sudah terlalu banyak yang mengunjungi daerah tersebut secara umum, overtourism adalah sebuah keadaan dimana terjadinya pembludakan kunjungan wisatawan dalam sebuah periode, bisa dalam satu hari, satu minggu dan lainnya.
Jika kita melakukan wisata budaya itu berarti kita ingin melihat, mempelajari memahami dan menghormati budaya, tradisi, adat istiadat yang ada pada tempat tersebut dan dalam konteks apapun itu ketika kita mengunjungi tempat lain baik itu daerah atau negara, status kita sebagai pendatang atau tamu yang sepatutnya menghormati sang tuan rumah.
Buku Panduan wisata yang seharusnya dapat memberikan informasi lengkap tentang sebuah destinasi seperti informasi tentang boleh/tidak nya ( do/donts ) justru jarang terlihat tersedia dan jika pun ada akan jarang dan bahkan tidak dibaca oleh wisatawan dan ketika sudah dibaca juga tidak ditaati.
Dan ketika ada informasi tentang daerah tersebut yang disampaikan oleh penduduk lokal barulah wisatawan tersebut mengetahui, padahal informasi tersebut sudah terdapat pada buku panduan tersebut.
Melihat Badui dari Luar
Badui adalah sebuah entity, wujud dari sebuah keberadaan tradisi adat istiadat yang sudah ada turun menurun, sebuah warisan dari nenek moyang yang mereka jaga dan teruskan pada generasi mereka selanjutnya dan sebuah warisan budaya dari negara Indonesia yang patut kita lestarikan.
Apa yang kita saksikan dan lihat dari destinasi wisata Badui ini pada dasarnya sama dengan apa yang dialami oleh destinasi wisata lain di dunia yaitu dampak dari kegiatan pariwisata dan lebih spesiknya ulah dari semua pihak yang ada pada industri ini yang mengekspolitasi dan mengusik keberadaan tradisi tersebut.
Perlakuan beberapa para insan pariwisata terhadap industri pariwisata sebagai motor penggerak perekenomian mereka, jangan sampai membuat mereka seperti layaknya mengendarai sepeda motor dan berjalan tanpa melihat rambu-rambu di depannya dan disekitarnya, semua dilanggar demi mengejar target, dan dari sisi wisatawan coba untuk memulai mengingatkan kepada diri sendiri sebelum pergi bahwa kita akan mengunjungi rumah orang lain sehingga ada rambu-rambu yang berbeda dengan lingkungan kita yang harus ditaati.
Pariwisata bukanlah objek dan juga bukan sebuah pertunjukan dan jelas bukan jalan bebas hambatan dan rambu, pariwisata adalah kegiatan manusia dalam menjelajahi dan melihat perbedaan yang ada di berbagai tempat di dunia untuk dinikmati bukan untuk di eksploitasi, untuk dilestarikan dan bukan untuk diusik, dan untuk selamanya dan generasi berikutnya dan bukan diakhiri sekarang.