Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mengkaji dan menyipakan rancangan payung hukum terkait rencana untuk menarik retribusi dari kantin-kantin sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah. Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Sutikno, mengusulkan agar Dinas Pendidikan menyusun regulasi atau payung hukum yang mengatur tarif retribusi kantin.Â
Sutikno menganggap hal ini suatu pendapatan daerah yang harus dioptimalkan. Contohnya dari SMA 32 Cipulir menunjukkan bahwa dengan 14 kantin yang masing-masing membayar Rp5 juta per tahun, total retribusi yang terkumpul mencapai Rp70 juta. Ini menunjukkan potensi besar dari penerapan retribusi kantin sekolah dalam meningkatkan pendapatan daerah.Â
Namun, rencana ini menuai pro dan kontra. Beberapa pihak mendukung langkah ini sebagai cara untuk mengoptimalkan pendapatan daerah, sementara yang lain khawatir tentang dampaknya terhadap pengelolaan kantin dan transparansi penggunaan dana. penting untuk memastikan bahwa dana yang terkumpul digunakan secara transparan dan tepat guna, serta tidak memberatkan pengelola kantin.
Sutikno menekankan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus jeli dalam memanfaatkan potensi retribusi dari kantin sekolah ini. Dengan pengelolaan yang baik, dana yang terkumpul bisa digunakan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan dan kesejahteraan siswa.Â
Namun, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana tersebut juga sangat penting agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Sutikno juga mengusulkan agar Dinas Pendidikan segera menyusun regulasi atau payung hukum yang mengatur tarif retribusi kantin.Â
Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan kejelasan bagi pengelola kantin serta memastikan bahwa dana yang terkumpul dapat digunakan secara optimal untuk kepentingan pendidikan. Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan juga dapat mencegah potensi penyalahgunaan dana dan memastikan transparansi dalam pengelolaannya.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Purwosusilo menjelaskan bahwa, terdapat total 1.788 kantin di sekolah negeri yang tersebar di berbagai jenjang pendidikan.
Jumlah ini mencakup berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMK. Rinciannya, yaitu 1.305 kantin di SD, 293 di SMP, 117 di SMA, dan 73 di SMK. Jumlah ini menunjukkan potensi besar dalam penerapan retribusi kantin sekolah untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Purwosusilo menjelaskan bahwa rencana penarikan retribusi kantin sekolah di Jakarta bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan daerah. Selama ini, kantin-kantin tersebut membayar uang sewa langsung ke sekolah. Purwosusilo menekankan pentingnya regulasi khusus untuk memastikan bahwa pengelolaan kantin sekolah dapat mendukung pendapatan daerah dengan efektif.Â
Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan pengelolaan kantin dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel, serta dengan adanya regulasi yang jelas ini, pengelolaan kantin sekolah tidak hanya akan mendukung pendapatan asli daerah (PAD), tetapi juga menjadi bentuk optimalisasi aset yang selama ini kurang dimanfaatkan secara maksimal.Â
Ini adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa semua potensi yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pendidikan dan kesejahteraan siswa.
Dari pernyataan di atas, ada beberapa pihak yang membantah dan meragukan dari wacana yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Sutikno. Wacana tersebut dibantah karena ada beberapa alasan yang dianggap akan berdampak negatif bagi siswa. Pihak-pihak yang membantahnya, yaitu:
Terdapat Penolakan dari Fraksi PKB dan Nasdem
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Jakarta membantah ikut menyetujui usulan retribusi kantin sekolah sebagai sumber Pendaptan Asli Daerah (PAD) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2025. Fuadi dari FPKB berpendapat bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya mencari sumber-sumber pendapatan daerah dari sektor lain, bukan dari kantin sekolah yang merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).Â
Menurutnya, ketimbang menyasar kantin-kantin sekolah, Fuadi juga mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta lebih tegas dalam menegakkan aturan retribusi pajak kepada para pengusaha besar. Menurutnya, langkah ini akan lebih adil dan tidak memberatkan para pengelola kantin yang termasuk dalam kategori UMKM.
FPKB DPRD Jakarta berpendapat bahwa kelompok UMKM, termasuk yang berada di sekolah-sekolah, sebaiknya diberi akses permodalan agar usahanya dapat berkembang. Dengan demikian, UMKM bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja dan membantu mencegah pengangguran.Â
Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi perekonomian lokal tanpa memberatkan usaha kecil yang beroperasi di lingkungan sekolah.
Partai NasDem DKI Jakarta memang menolak usulan Komisi C DPRD DKI Jakarta untuk mengenakan retribusi pada kantin sekolah di Jakarta. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino, berpendapat bahwa usulan ini akan menyulitkan para pedagang dan UMKM.Â
Menurutnya, kebijakan ini bisa berdampak negatif lebih besar dibandingkan manfaatnya, seperti menurunkan kualitas dan nilai gizi makanan yang disediakan di kantin sekolah. Wibi juga menyarankan agar pemerintah mencari solusi lain yang tidak membebani siswa, pengelola kantin, atau kualitas pendidikan.
Oleh sebab itu, Wibi yang juga Ketua DPW (Dewan Pengurus Wilayah) Partai NasDem Jakarta itu menyarankan pemerintah untuk membuat kebijakan yang elok, demi kemaslahatan masyarakat Jakarta. Wibi memang punya poin yang kuat.Â
Kantin sekolah seharusnya menjadi tempat yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan siswa, bukan sekadar tempat bisnis. Jika retribusi dikenakan, ada risiko kantin akan memilih bahan yang lebih murah untuk menutupi biaya tambahan, yang pada akhirnya bisa menurunkan kualitas dan nilai gizi makanan yang disediakan.
Wibi benar-benar menyoroti dampak yang lebih luas dari kebijakan ini. Pengenaan retribusi pada kantin sekolah memang bisa menambah biaya operasional yang pada akhirnya diteruskan ke siswa dalam bentuk kenaikan harga makanan. Ini tentu akan memberatkan siswa, terutama dari keluarga berpenghasilan rendah. Selain itu, kontribusi retribusi kantin terhadap pendapatan asli daerah (PAD) mungkin tidak signifikan dibandingkan dengan sektor lain. Oleh karena itu, fokus pemerintah bisa diarahkan ke sumber pendapatan yang lebih signifikan tanpa mengorbankan kesejahteraan siswa.
Legislator Gerindra ikut mengkritik terkait wacana retribusi kantin sekolah di Jakarta. Anggota DPRD Jakarta F-Gerindra Ali Lubis menentang rencana tersebut. Penarikan retribusi kantin sekolah di Jakarta memang sedang ramai dibicarakan.Â
Menurutnya, penarikan retribusi terhadap kantin sekolah akan memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah, yang mayoritas adalah pemilik kantin sekolah. Ali mendorong pembahasan payung hukum retribusi kantin sekolah di Jakarta ditunda atau dibatalkan, karena dia juga menyebut bahwa Rancangan APBD Jakarta 2025 sudah sangat besar tanpa harus melakukan penarikan retribusi terhadap kantin sekolah.
Terdapat penolakan dari beberapa pedagang kantin di Jakarta.
Banyak pedagang kantin sekolah di Jakarta, seperti Aan dari SMPN 191 Jakarta Barat, merasa keberatan dengan rencana penarikan retribusi ini. Mereka sudah harus membayar sewa lapak yang cukup tinggi, yaitu sekitar Rp850 ribu per bulan. Penambahan retribusi tentu akan semakin memberatkan mereka yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Â
Aan mengaku pendapatannya per hari tidak mencukupi jika harus membayar uang sewa sekaligus retribusi kantin sekolah. Ia juga mengatakan pendapatannya habis hanya untuk belanja kebutuhan berjualan. Aan berharap DPRD DKI Jakarta tidak menarik retribusi pedagang di kantin sekolah. Sebab menurutnya ia terpaksa harus menaikkan harga jualannya jika memang retribusi pedagang diterapkan.
Dampak dari kebijakan yang diusulkan oleh sutikno bisa sangat merugikan siswa. Jika kantin harus menutupi biaya tambahan dengan memilih bahan yang lebih murah, kualitas dan nilai gizi makanan yang disediakan bisa menurun.Â
Ini tentu bisa berdampak negatif pada kesehatan siswa. Mungkin solusi yang lebih baik adalah mencari cara untuk mendukung kantin sekolah dan UMKM tanpa membebani siswa. Misalnya, pemerintah bisa memberikan insentif atau subsidi kepada kantin sekolah agar mereka tetap bisa menyediakan makanan berkualitas dengan harga terjangkau.
 Selain itu, pemerintah juga bisa mencari sumber pendapatan lain yang lebih signifikan tanpa mengorbankan kesejahteraan siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H