Deep Learning untuk Pendidikan Dasar: Membangun Fondasi di Era 5.0
Oleh: A, Rusdiana
Transformasi global menuju era 5.0 menuntut sistem pendidikan yang mampu menyiapkan generasi muda menghadapi kompleksitas dunia. Semisal anak kelas 2 SD, berusia sekitar 7--8 tahun, adalah kelompok usia yang sedang mengembangkan rasa ingin tahu, kemampuan berpikir kritis, dan kreativitas. yang umumnya berusia sekitar 7--8 tahun, berada pada tahap perkembangan yang disebut usia pertengahan anak-anak atau middle childhood dalam istilah psikologi perkembangan. Pada tahap ini: Kognitif: Anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir logis dan memahami hubungan sebab-akibat. Menurut teori perkembangan kognitif Jean Piaget, mereka berada dalam tahap operasional konkret, di mana mereka dapat memecahkan masalah yang melibatkan situasi nyata dan konkret tetapi belum sepenuhnya berpikir abstrak. Emosional dan Sosial: Anak-anak pada usia ini mulai membangun rasa tanggung jawab, bekerja sama, dan mengenali perasaan orang lain, yang merupakan fondasi keterampilan sosial. Fisik: Mereka juga menunjukkan perkembangan motorik halus dan kasar yang lebih baik, seperti kemampuan menggambar detail, menulis, atau bermain olahraga.
Istilah Lain yang Berkaitan: 1) Usia Emas untuk Pembelajaran (Golden Age): Disebut demikian karena otak anak sangat plastis dan dapat menyerap informasi dengan cepat; 2) Usia Sekolah Awal (Early School Age): Menandakan transisi dari bermain bebas menuju pembelajaran formal yang terstruktur. Pada tahap ini, pendekatan pembelajaran yang mendalam dan menyenangkan, seperti joyful learning atau deep learning, sangat penting untuk memaksimalkan potensi anak.
Namun, pendekatan pembelajaran tradisional yang berfokus pada hafalan seringkali menghambat potensi mereka untuk berkembang lebih jauh. Paul Ramsden, melalui model pembelajaran deep learning, menawarkan pendekatan yang mendalam dan kolaboratif. Model ini mendorong eksplorasi aktif, pemahaman mendalam, dan penerapan pengetahuan dalam situasi nyata. Sayangnya, praktik di lapangan menunjukkan GAP antara pendekatan pembelajaran yang efektif dengan implementasinya, khususnya di pendidikan dasar. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan wawasan strategis bagi pemangku kepentingan pendidikan kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidik, dalam menerapkan pendekatan deep learning guna membangun fondasi kuat menuju visi Indonesia Emas 2045. Berikut Strategi Implementasi Deep Learning Model Paul Ramsden; untuk Pendidikan Dasar: Membangun Fondasi di Era 5.0:
Pertama: Membangun Rasa Ingin Tahu: Proyek Kreatif; Anak kelas 2 SD memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Proyek kreatif, seperti membuat poster atau buku tentang hewan peliharaan, memungkinkan mereka mengeksplorasi topik menarik dengan cara yang menyenangkan. Selain itu, kegiatan ini mengasah keterampilan riset, kreativitas, dan presentasi.
Kedua: Kontekstualisasi Materi: Pembelajaran Berbasis Permainan; Permainan edukatif seperti menghitung koin dapat membantu siswa memahami konsep dasar matematika secara kontekstual. Dengan cara ini, pembelajaran terasa relevan dan bermakna, memotivasi siswa untuk terlibat lebih aktif.
Ketiga: Meningkatkan Keterampilan Bahasa: Cerita Bergilir; Kegiatan bercerita bergilir mendorong kreativitas sekaligus meningkatkan keterampilan berbicara dan mendengarkan. Setiap siswa menyumbang satu kalimat untuk membangun cerita bersama, memperkuat kemampuan berpikir kritis dan kerja tim.
Keempat: Mengembangkan Pemikiran Kritis: Diskusi Kelas; Diskusi tentang buku cerita memberikan ruang bagi siswa untuk memahami tema, karakter, dan pesan moral. Aktivitas ini melatih siswa mengemukakan pendapat, menghargai perspektif orang lain, dan berpikir kritis terhadap berbagai interpretasi.
Kelima: Refleksi Diri: Menggambar dan Menulis; Memberikan waktu refleksi setelah pelajaran memungkinkan siswa memahami apa yang telah dipelajari. Mereka dapat menggambar atau menulis satu ide utama yang mereka sukai. Aktivitas ini membantu siswa menginternalisasi pembelajaran dan mengembangkan pemahaman mendalam.