Keterbatasan Infrastruktur Pendidikan: Tantangan Utama dalam Implementasi Kurikulum Deep Learning
Oleh: A. Rusdiana
Visi Indonesia Emas 2045 menuntut transformasi pendidikan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi. Kurikulum deep learning, yang berbasis kecerdasan buatan (AI), dirancang untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, problem-solving, dan kreativitas siswa.
Namun, kenyataannya, penerapan kurikulum ini masih terkendala oleh keterbatasan infrastruktur pendidikan. Dalam pendekatan pendidikan 5.0, teknologi menjadi pilar utama dalam menciptakan pembelajaran yang inklusif dan personal.
Infrastruktur pendidikan yang memadai, seperti perangkat keras komputer, internet cepat, dan perangkat lunak AI, merupakan prasyarat untuk mendukung transformasi ini. Sayangnya, banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, masih menghadapi kesenjangan infrastruktur. Hal ini memperlebar jurang kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, yang bertentangan dengan prinsip inklusivitas pendidikan nasional.
Tulisan ini bertujuan untuk mengulas keterbatasan infrastruktur pendidikan sebagai tantangan utama dalam implementasi kurikulum deep learning, serta memberikan rekomendasi strategis untuk mengatasi hambatan ini demi mencetak generasi emas yang kompetitif di era 5.0. Berikut elaborasi 5 elemen penting dari Tantangan Keterbatasan Infrastruktur Pendidikan:
Pertama: Ketimpangan Infrastruktur Teknologi; Banyak sekolah di pedesaan dan daerah terpencil tidak memiliki akses ke perangkat keras yang memadai, seperti komputer modern atau tablet. Selain itu, konektivitas internet yang lambat atau bahkan tidak tersedia menjadi tantangan besar.
Untuk mengatasinya, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran khusus untuk pemerataan teknologi pendidikan, termasuk pembangunan infrastruktur internet di wilayah terpencil.
Kedua: Biaya Pengadaan Teknologi yang Tinggi; Pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak berbasis AI memerlukan biaya yang besar. Hal ini menjadi hambatan bagi sekolah yang memiliki keterbatasan anggaran operasional. Salah satu solusinya adalah menjalin kerja sama dengan sektor swasta untuk mendukung pengadaan teknologi melalui program corporate social responsibility (CSR).
Ketiga: Kurangnya Dukungan Logistik di Wilayah Terpencil; Distribusi perangkat teknologi sering kali terhambat oleh akses transportasi yang buruk di daerah terpencil. Sebagai langkah mitigasi, pemerintah dapat membangun sistem logistik pendidikan yang lebih terintegrasi untuk memastikan ketersediaan perangkat di seluruh pelosok Indonesia.