Mohon tunggu...
Ahmad Kamal Akil
Ahmad Kamal Akil Mohon Tunggu... Guru - Makassarist

I'm student

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benang Tipis antara Demokrasi dan Liberalisme

16 September 2018   23:31 Diperbarui: 16 September 2018   23:38 2859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selain itu paham liberal dalam bidang sosial dan budaya cenderung lebih mengedepankan nilai-nilai kebebasan dan tidak terlalu memandang nilai dan norma. Kebebasan masyarakat di negara liberal dapat kita lihat misalnya dari cara berpakaian, gaya hidup (lifestyle), sikap individualistis, bahkan di negara liberal contohnya seperti di negara Belanda kebebasan untuk menikah dengan sesama jenis pun telah dilegalkan. Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kultur budaya Indonesia yang berpatokan dengan budaya-budaya timur.

Terkait dengan aspek di bidang agama, dapat kita lihat pada sila pertama dalam Pancasila yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa" dimana maksud dari bunyi sila tersebut adalah bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dengan diakuinya lima agama di Indonesia, sehingga setiap individu di Indonesia diberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan mereka masing-masing.

Dalam negara liberal, kehidupan beragama diatur secara bebas sehingga muncul sekelompok orang yang atheis (tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan penolakan terhadap agama). Hal tersebut tentunya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama, dimana bangsa Indonesia mengakui adanya nilai-nilai ketuhanan.

Liberalisme dalam aspek ekonomi menjelaskan bahwa perekonomian adalah bidang yang harus dikembangkan sesuai dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian memang seharusnya berdasar prinsip pasar bebas (free market). Artinya semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar bebas, campur tangan dari pihak penguasa tidak dibenarkan. Bisa diartikan bahwa pada aspek ekonomi biarkan individu, kelompok atau suatu masyarakat mengatur segala hal untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah. Termasuk pemerintah tidak diperbolehkan untuk menentukan harga pasar.

Pemerintah mengintervensi sesedikit mungkin, serta membiarkan swasta dan masyarakat yang menentukan. Jika pihak swasta sudah memasuki area ekonomi maka kita bisa lihat dampaknya pada era sekarang ini, semua dikuasai oleh pihak swasta sedangkan pemerintah dan masyarakatnya dirugikan. Terjadinya pasar bebas, dimaksudkan agar setiap individu bebas bersaing dalam kapital (kepemilikan uang dan barang) serta harga (kemampuan mengidentifikasi jual-beli) dipasaran untuk memperebutkan monopoli kekuasaan dan dominasi.

Hal ini bertentangan dengan penjelasan pada Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. 

Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Selanjutnya dikatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh karena itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam masalah demokrasi ini saya ingin mengutip pernyataan dari Jokowi, seperti dikutip di berbagai media, dalam kesempatan tersebut beliau menyebutkan bahwa praktik demokrasi kita sudah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrim seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan terorisme serta ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila. 

Inilah yang ditakutkan dalam menerapkan konsep ini, dengan selalu mengatasnamakan "karena demokrasi." Terkadang demokrasi memang bernilai negatif. Mengapa demikian? Karena banyak yang menggunakan kekuasaan dan kekuatan rakyat itu untuk sesuatu yang salah.

Pada orde lama, kebebasan seseorang atau kelompok sangat dibatasi. Hanya pendapat yang mendukung pemerintahan yang diterima. Jika ada pendapat yang bertolak belakang dan mengancam kekuasaan pemerintahan maka dilarang untuk disalurkan melalui media apapun. 

Bahkan banyak dari mereka dipaksa mengaku "bersalah" dan ditempatkan di hotel prodeo. Di masa orde baru, tindakan tersebut berlangsung makin intensif dan sistematis. Bahkan pemerintahan membentuk badan intelijen khusus untuk memantau tindak tanduk oposisi dan mengawasi segala macam gerakan atau pendapat tokoh masyarakat dan segera menindas mereka bila dianggap membahayakan tanpa memperdulikan hak asasi manusia (HAM). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun