Mohon tunggu...
Ahmad Abni
Ahmad Abni Mohon Tunggu... Guru - Manusia akan mencapai esensi kemanusiaannya jika sudah mampu mengenal diri melalui sikap kasih sayang

Compasionate (mengajar PPKn di MTsN Bantaeng)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemimpin Altruis dan Pengabdi

18 Februari 2021   10:37 Diperbarui: 18 Februari 2021   10:58 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita berfikir dan mempertanyakan, mengapa kita "dipestakan" ketika kita terlahir bahkan dipotongkan kambing padahal masa depannnya belum diketahui apakah menjadi emas masyarakat  atau sampah masyarakat. Saat lulus kuliah, kita juga "dipestakan" padahal belum jelas gelar dan ijazah yang diperoleh akan mengantarkan kita memperoleh pekerjaan, mampu menciptakan lapangan kerja ataukah justru menambah angka pengangguran. Ketika lamaran kerja diterima, kita juga "dipestakan" sementara belum teruji akan menjadi pekerja yang baik ataukah menjadi seorang pemalas. Terlepas dari semua itu, "pesta" merupakan terjemahan dari bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan yang bisa jadi ceremonial itu adalah momen yang tidak akan terulang olehnya itu penting kiranya untuk diabadikan.

Pesta Budaya dan seluruh rangkaiannya adalah salah satu bentuk apresiasi rakyat atas keberhasilan setiap usaha termasuk ketika terpilih pemimpin baru mulai dari tingkat lokal sampai di tingkat nasional. Tumpah ruahnya masyarakat kejalanan serta rela meninggalkan pekerjaannya demi ingin menyaksikan langsung pemimpinnya merupakan contoh afirmasi masyarakat.

Serah-terima jabatan dan lepas-sambut kepemimpinan telah menjadi tradisi ketatanegaraan (konvensi). Dalam ritual seperti itu secara esensi terkandung makna filosofis bahwa adanya kebesaran hati dan kerelaan untuk meletakkan dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada kepemimpinan baru, saling menghargai dan menghormati. 

Harusnya dalam setiap peralihan kepemimpinan tidak perlu ada pertikaian dan gontok-gontokan.  Kepribadian dan kearifan lokal budaya yang saling legowo perlu terus dipertahankan.   

Keberhasilan pemerintahan tentunya sangat didukung oleh orang-orang yang bukan hanya profesional tetapi harus berkarakter prodigi. Disamping itu, sugesti rakyat setidaknya menjadi spirit tambahan yang dapat menjadi penyokong kekuatan pemerintahan. 

Dalam analogi sepak bola, penonton adalah pemain ke tiga belas yang juga turut menentukan kemenangan sebuah tim. Espektasi rakyat yang menggelebung itu harus bisa dirawat dan dipertahankan secara konsisten dan jangan sampai terjadi sebaliknya, keberhasilan yang didambakan malah menuai ketidak percayaan rakyat.

Kemeriahan pelantikan dan penyambutan setiap pemimpin semoga bukan pertanda keangkuhan dan ego (Edging God Out). Marilah kita mengingatkan diri kita semua bahwa manusia sering membangun tempat berlindung dalam keangkuhan yang dipicu oleh ego dan parahnya jika menyangka bahwa itu adalah kekuatan. 

Biasanya ini terjadi ketika seseorang mendapatkan posisi baru pada ranah apapun. Pada hal, ego hanyalah sebuah kelemahan yang akan menutupi diri dan menciptakan kesenjangan dalam hubungan antarmanusia. Bahkan menurut Arvan Pradiansyah menyebutkan bahwa ego itu akan mengobarkan semangat persaingan dan saling menjatuhkan.

Kita semua berharap bahwa pemimpin yang lahir dari rahim rakyat ini, bukanlah pemimpin yang menempatkan amanah sebagai job dengan berparadigma bahwa tujuan bekerja hanya sebatas menafkahi keluarga dan untuk bertahan hidup.

Orientasi materi akan menutup dan menyelubungi kepekaan sosialnya. Pemimpin yang berparadigma seperti ini akan bekerja keras tetapi menafikan kesehatannya sendiri apalagi peduli kepada orang lain, cenderung menjalankan rutinitas kerja yang menoton dan tidak akan pernah merasa berkecukupan dengan upah yang diperoleh.  

Bukan juga pemimpin yang berorientasi karir yang motivasinya ketika melakukan pekerjaan adalah bagaimana cara untuk memenuhi syarat untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. 

Konsekuensi pemimpin berorientasi karir adalah kerja transaksional bukan kerja transformasional. Cenderung untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Perhatian pemimpin seperti ini hanya akan terkuras pada kepentingan diri dan kelompoknya sehingga kepentingan rakyat terbengkalai-terabaikan.

Harapan kita adalah pemimpin "pengabdi" yang berparadigma bahwa pekerjaan itu adalah panggilan (vocation) jiwa. Bekerja merupakan sarana untuk melayani orang lain buat mencapai tingkat kemanusiaan tertinggi karena pekerjaan itu adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan secara sosial-trasenden. Pemimpin itu mengabdikan dirinya secara transformasional meleburkan kepentingan tak bersyarat. 

Sebagaimana seorang pencinta sejati yang mencintai dengan ketiadaan hasrat dan tanpa limit untung rugi. Manfaat terbesar yang dirasakan pada level ini tidak hanya materi tetapi melampaui batas-batas itu yakni pemimpin pengabdi dan altruis.

Pemimpin harus bisa berdamai dengan dirinya sendiri (sabar, sukur dan bersahaja), bisa berdamai dengan sesama (memberi, mengasihi, memaafkan) dan bisa berdamai dengan Tuhan (berserah). Mampu mengasah kecerdasan personalnya, merawat kecerdasan sosialnya dan menjaga nyala kecerdasan spiritualnya. 

Tipologi pemimpin altruis berkarakter climber yang mampu mengendalikan emosi saat berbagai masalah datang bertubi, mampu menjadi motivator bagi pemerintahan yang dipimpinnya, bukan quitter yang gampang menyerah, gagal mengendalikan emosinya bahkan selalu cuci tangan dari tanggungjawab yang tidak diselesaikan.

Pemimpin yang altruis tidak hanya menemukan Tuhan ketika beribadah dan berdoa, tetapi mampu merasakan kehadiran Tuhan ditempat ia bekerja. Bukan pemimpin yang mengesampingkan Tuhan karena dominasi ego -- Edging God Out. 

Wallahu a'lam bissawab.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun