Mohon tunggu...
Ahmad Abni
Ahmad Abni Mohon Tunggu... Guru - Manusia akan mencapai esensi kemanusiaannya jika sudah mampu mengenal diri melalui sikap kasih sayang

Compasionate (mengajar PPKn di MTsN Bantaeng)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Labirin Konsumerisme

4 Februari 2021   07:23 Diperbarui: 6 Februari 2021   13:03 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sahabatgallery.wordpress.com

Pernahkah anda merasa minder ketika bergaul dengan teman anda? Ataukah anda merasa canggung ketika sedang mendatangi resepsi atau acara tertentu? Boleh jadi perasaan itu terlahir karena fashion anda terlihat biasa saja jika dibandingkan dengan teman anda. Jika, anda berada pada posisi ini, pasti orientasi hidup anda akan mencari uang sebanyak-banyaknya untuk membeli pakaian yang mewah lagi mahal harganya supaya setara dan tidak diremehkan.

Ataukah anda pernah merasa bosan dengan barang-barang anda yang sudah ketinggalan dan ingin menggantinya dengan produk yang baru? Bisa jadi perasaan itu ada karena adanya keinginan untuk memiliki barang mewah tanpa melihat lagi nilai dan fungsi dari barang tersebut.

Ataukah anda pernah merasa bangga karena merek barang yang anda miliki tidak dimiliki oleh orang lain? anda akan terlihat lebih unggul dibanding dengan yang lainnya ataukah anda ingin mencari dan menarik perhatian orang. Memang seperti itu, ia akan merasa bangga ditengah pergaulannya ketika ia mampu untuk membeli lebih dari temannya yang lain. Pada kondisi ini, orang-orang akan berlomba untuk "banyak-banyakan" membeli. Yang paling banyak membeli akan keluar menjadi manusia yang eksisnya paling sempurna. 

Tertarik pada hal-hal yang baru, menyukai kebersihan dan kerapihan, dan memiliki orientasi untuk maju serta mencari biaya hidup merupakan kodrat manusia dalam melakoni kehidupannya. Tidak ada larangan untuk itu. Tetapi kita perlu hati-hati jangan sampai terjebak dalam labirin konsumerisme.

Dalam pandangan Adam Smith, manusia adalah makhluk ekonomis (homo economicus) dimana manusia bebas memenuhi kebutuhan hidupnya sampai mencapai tingkat kemakmuran dan kejayaan. Untuk itu manusia kadang berperan ganda sebagai produsen sekaligus konsumen. Dalam perannya sebagai produsen, maka ia akan memperhitungkan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh dari modal yang amat sedikit serta mengindari sekecil-kecilnya tindakan yang dapat merugikan. Demikian pula pada posisinya sebagai konsumen, dimana manusia akan berupaya memenuhi kebutuhan dasarnya supaya tidak tergangu kehidupan sehari-harinya.   

Tentu muncul pertanyaan, kapankah manusia itu jatuh dan terjebak dalam lembah konsumerisme? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penting kiranya memahami defenisi konsumerisme itu. Ada banyak ahli yang mendefinisikan tentang konsumerisme itu, dalam Dosensosiologi.com (2018), menuliskan ada enam ahli yang mengungkapkan pengertian tentang konsumerisme. Pada tulisan ini, penulis akan mengungkap dua diantaranya yaitu pendapat dari Zygmut Baumant yang mengatakan bahwa;

"konsumerisme adalah  situasi dimana orang membeli barang sebagai barang semata-mata untuk kesenangan membeli bukan karena memerlukan kebutuhan itu. Ini terjadi karena adanya hasrat dan keinginan untuk membeli." 

Merrian-webster juga mengungkapkan hal yang senada dengan pandangan Zygmut Baumant, dia mengungkapkan bahwa;

"konsumerisme memiliki dua defenisi, pertama adalah paham yang mempercayai bahwa menghabiskan banyak uang untuk barang dan jasa adalah sesuatu yang baik, dan defenisi kedua adalah aksi untuk perwujudan dari paham yang pertama".  

Dari dua pendapat ini saja kita sudah mendapatkan benang merah bahwa konsumerisme merupakan paham yang lebih mengutamakan azas kesenangan semata di atas azas manfaat. Manusia kadang memandang bahwa pencapaian kebahagiaan itu jika ia mampu membeli, mampu memenuhi hasrat dan nafsunya semata untuk sampai pada klimaks kepuasan. Manusia melakukan disorientasi dalam pemenuhan kebetuhannya. Saat itulah manusia jatuh dan terjebak dalam kebahagian semu konsumerisme.

Dalam pandangan Alquran surah Al A'raf,7:31 dan surah  Al Isra',17:26-27, konsumerisme itu dipandang sebagai orang yang berlebih-lebihan dan akan mengantarkan manusia pada sikap boros, egois, hedon, korup dan kurang peduli.     

Marilah berkaca pada kehidupan khalifah Umar Bin Khattab tentang kesederhanaan hidup sekaligus dapat mengantarkan kita keluar dari labirin konsumerisme. Kesederhanaan Umar Bin Khattab membuat seorang utusan dari negeri Syam heran sekaligus takjub. Sebelum bertemu dengan sang khalifah, utusan itu berfikir akan bertemu dengan pemimpin Islam yang duduk di atas singgasana yang mewah bertahtakan berlian, namun khalifah yang ditemuinya ternyata hanya tidur diatas pasir yang beralaskan daun kurma serta berteduh di bawah anyaman daun kurma. Sang utusan menemukan pemandangan yang jauh berbeda dibanding negerinya. Inilah sosok pemimpin yang peduli sekaligus tidak menciptakan sekat dengan siapa pun. Pantas saja sang khalifah dikagumi oleh rakyatnya sekaligus disegani oleh lawan-lawannya.  

Sumber Bacaan;

Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan terjemahannya, J-ART, Bandung, 2005.

https://dosensosiologi.com/

https://ipsterpadu.com/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun