Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Vihara Budi Asih Purwakarta

19 Juli 2022   10:10 Diperbarui: 28 Juli 2022   19:51 3776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama Bapak Nata Prasaja di kiri dan Bapak Rahmat Senjaya di kanan. Foto: Ahmad Said Widodo

Uang kertas atau jinzhi (Hokkien = kimcoa),  juga dikenal sebagai uang arwah (uang orang mati) merupakan lembaran-lembaran kertas yang dijadikan persembahan bakaran dalam agama tradisional China, juga penghormatan kepada leluhur yang dilakukan saat libur atau waktu tertentu. Jinzhi dan persembahan berupa kerajinan kertas lainnya juga dibakar pada saat ritual pemakaman supaya roh orang yang meninggal tidak berkekurangan di akhirat.

Uang kertas arwah yang diberi cap perak disebut yinsizhi, zhiqian atau ming bi. Perbedaan penggunaan uang emas dan uang perak adalah: uang emas digunakan sebagai persembahan untuk para dewa, sementara uang perak digunakan sebagai persembahan untuk arwah leluhur.

Vihara biasanya menjadi pilihan bagi umat Kong Hu Cu untuk mengadakan pesta pernikahan. Seperti agama lain, mereka juga melakukan doa atau sembahyang terlebih dahulu di dalam vihara. Kemudian, pesta makan di halaman luar vihara. Biasanya perjamuan di vihara adalah perjamuan Tjiak Tok dan tentu saja makanan yang disajikan adalah makanan yang mengandung babi.

Diperkirakan masyarakat Tionghoa yang menganut agama Buddha, Kong Hu Cu dan Tao di Purwakarta pada awalnya diperkirakan ada sekitar 300–400 orang, namun data terkahir terdapat 252 orang. Umat Buddha termasuk yang paling banyak, umat Kong Hu Cu sedikit dan umat Tao sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Namun, sudah barang tentu jumlah penganut sebanyak itu tidak datang pada saat bersamaan, melainkan secara bergantian karena ruang geraknya sangat terbatas. 

Hanya pada saat acara hari-hari raya besar keagamaan semisal Hari Raya Tahun Baru Imlek, Hari Raya Tri Suci Waisak, Ulang Tahun Kwan Kong dan sembahyang Cit Gwee (Cioko, Ulambana), maupun sembahyang setiap tanggal 1 (bulan sabit) dan setiap tanggal 1 Imlek (bulan sabit, Ce It) dan setiap tanggal 15 Imlek (bulan purnama, Cap Go), diperbolehkan menggunakan araea lapangan dan beranda kelas sekolah dasar setelah pihak pengurus yayasan meminta ijin terlebih dahulu dan memang pada hari-hari besar tersebut, siswa sekolah dasar sedang libur atau diliburkan, khususnya pada saat Hari Raya Tahun Baru Imlek dan Hari Raya Tri Suci Waisak. Upacara sembahyang setiap tanggal 1 dan 15 hampir mirip dengan upacara sembahyang umat Hindu Dharma, yang mengenal bulan tilem dan bulan purnama juga.

Persembahyangan kepada Lao

Sayangnya sampai saat ini belum ada umat penganut agama Tao atau Dao Jiao di Purwakarta yang didirikan oleh Zhang Dao Ling (34-156). Selain menggunakan kitab Daodejing, Zhang Dao Ling juga menggunakan kitab Tai Ping Jing atau kitab kedamaian agung. Agama Tao mengenal 3 tokoh yang mendirikan dan membangun ajaran Tao. Pertama adalah Lao Tze, Zhang Jiao atau Zhang Jue, kedua adalah Zhang Bao dan ketiga adalah Zhang Dao Ling atau Zhang Liang.

Lemari baris rak dan kolom Ciam Si (kartu syair, nasehat atau ramalan nasib). Foto: Ahmad Said Widodo
Lemari baris rak dan kolom Ciam Si (kartu syair, nasehat atau ramalan nasib). Foto: Ahmad Said Widodo

Pagoda di sudut Vihara Budi Asih tempat pembakaran kertas uang. Foto: Ahmad Said Widodo
Pagoda di sudut Vihara Budi Asih tempat pembakaran kertas uang. Foto: Ahmad Said Widodo

Persembahan, Perjamuan dan Perayaan

Pada dasarnya semua jenis buah-buahan, baik yang musiman maupun yang bukan bisa menjadi buah-buahan persembahan, perjamuan dan perayaan, baik buah-buahan asli negeri tropis seperti Indonesia maupun buah-buahan asli negeri sub tropis seperti China, Korea, Jepang, Amerika Serikat dan lain-lain. Misalnya buah-buahan: anggur, apel, buah naga, duku, jeruk Mandarin, jeruk lemon, jeruk orange, kelengkeng, nanas, pisang Ambon, pisang  raja serai dan lain-lain. Yang masing-masing mengandung makna filosofisnya sendiri dan tidak boleh asal menggunakan sembarang buah-buahan, misalnya buah pir dan semangka yang biasannya digunakan dalam acara kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun